Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Menunggu Pagi

30 November 2022   06:37 Diperbarui: 30 November 2022   07:08 77 4
MENUNGGU PAGI

Bulan dan bintang tak pernah ada.
Angin malam selalu dingin.
Membuat semua orang bergidik.
Tak pernah ada sapa gelombang lautan.
Hanya semilir tanya.
Kapankah pagi kan segera tiba ?

Malam, 17 September 2022.

MALAM TAK BERBINTANG.

Malam selalu mengganggu.
Ingatku yang tak ingin.
Pagi bisa berganti.
Tapi cuaca toh tak perlu bersahabat.
Dengan rinai hujan.
Atau riaknya gelombang.
Mungkin musim belum saatnya berganti.
Hingga asa tak perlu dinanti.
Yang penting tak lagi merasa.
Bukanlah aral melintang.
Untuk menuju pagi.
Karena tak ada sebab akibat untuk itu.
Hanya arah tak sama.
Untuk waktu lalu.
Kini dan nanti.
Bismillah !

Malam, 17 September 2022

HENING YANG MENCEKAM

Badai pun tak pernah sekencang ini.
Dingin pun tak pernah separah ini.
Tapi apalah.
Hujan atau badai sekalipun.
Cuma sekedar bayangan.
Dari sapa malam pada angin.
Pada rembulan.
Atau hanya sekedar.
Berpantun yang tak bernada.
Silau dengan meriahnya.
Subuh menjelang pagi.
Resah dengan penantian.
Tak bertepi.
Malam, 17 September 2022.
WAKTUMU BUKAN AKU

Aku menunggu diriku.
Bukan engkau.
Aku tak menunggu waktumu.
Tapi daku.

Bisa ?

Malam, 17 September  2022.

                                                          ****

Esther Dwi Magfirah menempuh pendidikan Ilmu Hukum Unair Surabaya dan Pascasarjana Ilmu Hukum UGM Yogyakarta. Penulis lepas dan pegiat sastra online. Tinggal di Kab. Tanah Bumbu -  Kalimantan Selatan. Memiliki 2 buku tunggal kumpulan puisi Cahaya Ilahi ( 2020 ) dan Gerimis Di Bulan Oktober ( 2022 ) dan 10 buku  antologi puisi bersama nasional.

                                                           ****

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun