Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Memaknai Kasih Sayang di kala Hujan Lebat

11 Februari 2015   06:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:27 62 0
Saya ga yakin, cuaca macam apa yang akan dihadapi oleh para penunggu Hari Kasih Sayang di Jakarta, sebab ada kemungkinan kita akan terlibat dengan hujan lebat dan guruh gemuruh di beberapa hari ke depan. Katanya lagi, Imlek selalu identik dengan hujan. Kenapa yah? wah, itu yang saya ga pernah cari tahu. Mungkin, karena simbol hujan sebagai rejeki yang tertumpah. Gak pernah klarifikasi juga, mungkin teman-teman Tionghoa bisa memberi alasannya? Hehe..

Tapi, saya jadi berpikir, apa yang bisa dilakukan untuk memaknai Kasih Sayang di musim hujan yang sebenarnya uda ga harusnya lagi hujan. Prakiraan cuaca yang makin ga terkirakan, karena lebih banyak melesetnya dibanding benernya, membuat kita mesti bersiap payung di kala terik dan kepanasan tiba-tiba ketika sudah ada payung di tas.

Kenapa, kita ga mulai beberes (=merapikan) kondisi rumah dan tempat tinggal kita? Ah, saya rasa, semua keluarga akan sibuk dengan hal itu di beberapa hari ini. Di beberapa tempat, kita mulai memutus rantai Kasih Sayang dengan nyamuk-nyamuk aedes aygepti yang hobi bersarang di genangan air. Karenanya, kita rasanya harus mulai membenahi rumah dengan sungguh. Genteng dan langit-langit yang bocor yang bisa saja berhubungan langsung dengan arus listrik mesti diperbaiki. Itu, khan bisa kita maknai juga sebagai peringatan Kasih Sayang. Kasih Sayang pada diri sendiri dan orang-orang yang ada di rumah kita.

Pak Ahok sudah cukup pelik dengan permasalahan banjir ini. Tata ruang Jakarta yang sudah penuh sesak, dengan sampah yang setiap hari menggunung, dan saluran air yang mampet di sana sini, seharusnya bukan hanya jadi pekerjaan rumah Pemda dan pak Ahok saja, melainkan kita (seenggaknya!) yang tinggal di kota Jakarta yang luas wilayah dan penduduknya kalau dihitung, ga sebanding! Satu meter dihuni oleh hampir 65 orang penduduk. Huaw!! Untunglah, sebagian besar di antaranya, hanya numpang cari makan dan makan siang saja. Sisanya, punya rumah, di daerah pinggiran, termasuk saya yang tinggal di dekat kali Cisadane Tangerang.

Banjir yang menggenangi Jakarta tiga hari ini, menyisakan persoalan menumpuk bagi para pekerja. Mereka kesulitan mendapatkan akses transportasi memadai. Kendaraan umum, kurang setoran karena jalannya terhambat. Guru-guru tambah repot karena harus mengejar materi belajar anak-anak, dan akibatnya, selesai banjir, anak-anak pasti akan tambah stres, se-stres gurunya. Pekerja/karyawan harian tidak akan bisa ga masuk terus dan akan mengeluarkan biaya tambahan untuk naik getek dibanding memakai kendaraan pribadi. Dan, toko-toko yang bergantung dari langganan harian, termasuk pasar-pasar akan kehilangan pembeli. Perekonomian terpengaruh sekali dengan banjir.

Cuaca yang tidak menentu ini juga membuat daya tahan tubuh kita melemah. Ada banyak yang sakit diare dan demam. Biasanya, para bayi mengalami lebih cepat, karena tubuh mereka rentan. Para dokter dan suster akan bekerja lebih ekstra (keras!) dalam pelayanannya. Karena itu, momen Kasih Sayang juga mesti dijadikan momen sayang pada tubuh kita sendiri. Istirahat dan makan dengan baik dan sehat.

Jadi, menyayangi lingkungan, rumah, keluarga, dan tubuh kita sendiri, adalah cara saya memaknai momen Kasih Sayang tahun ini. Semoga, kita bertumbuh juga menjadi orang-orang yang peduli dengan orang-orang yang kesusahan dan membutuhkan selimut hangat dan makanan hangat di kala hujan yang lebat. Jangan artikan secara harafiah, ya! Maksudnya, kita selalu ingin dan rindu memberi kebaikan bagi orang-orang di sekitar kita. Jangan, malah jadi sebaliknya, kita jadi apatis dan berhati dingin karena cuaca yang dingin, di hujan yang dingin.

Selamat menikmati kasih sayang Tuhan dalam diri kita, di tengah hujan yang lebat!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun