Suatu sore Ayah membawa semua pakaiannya dengan dua buah koper besar. Ibu menangis memohon Ayah untuk tidak pergi.
"Ayah, jangan pergi demi anak-anak. Saya mohon, saya ikhlas dimadu." Ibu bersimpuh sambil memegang kaki Ayah.
"Aku sudah bosan! Dengan segala tetek bengek rumah ini!"
Plakk
Bukk
Ayah menampar dan menendang Ibu, tubuh perempuan yang melahirkanku terkulai di sudut kamar. Aku terdiam dan ketiga adikku menangis ketakutan. Karena tak tahan melihat kondisi ini. Aku berlari melindungi Ibu.
"Ayah cukup! Jangan sakiti Ibu, cukup perselingkuhan Ayah menjadi duri dalam daging." Teriakku.
"Oh, kamu sudah besar ya? Lancang!"
Plakk
Tamparan Ayah melayang di wajahku.
"Aduh yah, sakit."
"Ini buat yang berani menentangku."
Satu tendangan Ayah berhasil aku tangkis, dan dia jatuh terduduk. Nafasnya memburu
"Ayah, jika ayah ingin pergi, pergilah jangan sakiti kami."
Lalu dia melangkah keluar tanpa memperdulikan keadaan ibu dan tangisan adik-adikku.
Ada yang berbeda dengan Ayah beberapa bulan belakangan ini, aku merasa Ayah sosok yang jauh kukenal, Ayah yang selalu perhatian dan penyayang telah menjadi seseorang yang asing. Ada apa dengan Ayah? Kenapa Ayah berubah?
***