Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Sepotong Senja

11 September 2019   17:08 Diperbarui: 11 September 2019   17:40 45 4
Saat itu aku masih duduk di klas dua Sekolah Menengah Pertama.

Suatu sore Ayah membawa semua pakaiannya dengan dua buah koper besar. Ibu menangis memohon Ayah untuk tidak pergi.

"Ayah, jangan pergi demi anak-anak. Saya mohon, saya ikhlas dimadu." Ibu bersimpuh sambil memegang kaki Ayah.

"Aku sudah bosan! Dengan segala tetek bengek rumah ini!"

Plakk

Bukk

Ayah menampar dan menendang Ibu, tubuh perempuan yang melahirkanku terkulai di sudut kamar. Aku terdiam dan ketiga adikku menangis ketakutan. Karena tak tahan melihat kondisi ini. Aku berlari melindungi Ibu.

"Ayah cukup! Jangan sakiti Ibu, cukup perselingkuhan Ayah menjadi duri dalam daging." Teriakku.

"Oh, kamu sudah besar ya? Lancang!"

Plakk

Tamparan Ayah melayang di wajahku.

"Aduh yah, sakit."

"Ini buat yang berani menentangku."

Satu tendangan Ayah berhasil aku tangkis, dan dia jatuh terduduk. Nafasnya memburu

"Ayah, jika ayah ingin pergi, pergilah jangan sakiti kami."

Lalu dia melangkah keluar tanpa memperdulikan keadaan ibu dan tangisan adik-adikku.

Ada yang berbeda dengan Ayah beberapa bulan belakangan ini, aku merasa Ayah sosok yang jauh kukenal, Ayah yang selalu perhatian dan penyayang telah menjadi seseorang yang asing. Ada apa dengan Ayah? Kenapa Ayah berubah?

***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun