Aku. Sejak kepergianmu telah menanggalkan begitu banyak kisah. Tentang kita. Tentang purnama yang kehilangan cahaya. Juga, tentang hujan yang murung karena kehilangan sebagian tempiasnya.
Bila. Suatu hari nanti kamu rindu untuk pulang, kekasihku. Kuingatkan. Jangan lagi lewat gerbang saat engkau pergi. Sebab pintunya sudah lama rapat kukunci. Lewat saja pintu belakang. Di sana, sudah kusiapkan ribuan mata pedang. Untuk menghunjam dadamu. Berulang. Tiada terbilang!
***
Malang, 17 Oktober 202/
Lilik Fatimah Azzahra
Puisi ini diposting juga di Secangkir Kopi Bersama