Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Mengenang 13 Juni: Indonesia dan Malaysia, Dua Tetangga yang Sempat Tidak Akur

13 Juni 2020   20:19 Diperbarui: 13 Juni 2020   20:19 846 11
diplomatik dan bilateral Indonesia dengan Malaysia memang saat ini adem ayem saja. Jamak, kedua negara selain masih satu rumpun melayu juga di satukan dalam satu ikatan negara-negara yang tergabung dalam perhimpunan bangsa-bangsa se-Asia Tenggara atau ASEAN.

ASEAN ini sendiri berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 silam dengan tujuan untuk menciptakan negara-negara di kawasan Asia Tenggara berjalan dengan damai, aman, stabil dan sejahtera.

Jarang kita dengar pada era yang sudah maju ini perseteruan atau tensi panas antara Indonesia dengan negara-negara sesama anggota ASEAN. Baik itu dengan Filipina, Brunei, Thailand atau Vietnam, Kamboja, Laos maupun Singapura. Beda halnya dengan Negara Tetangga yang satu ini, Malaysia.

Meski tidak pernah kita lihat ketegangan yang membahayakan hingga mengancam stabilitas keamanan kedua negara. Tapi, dalam momen-momen tertentu, tensi panas kerap terjadi.

Setidaknya ada dua momen yang acap hubungan kedua negara sedikit terganggu.

1. Pertandingan Sepak Bola


Bagi yang gemar dengan olahraga satu ini pasti sering menonton pertandingan kesebelasan nasional kedua negara ini, bukan?

Ya, pertandingan yang melibatkan Garuda Indonesia versus Harimau Malaya ini seolah ada pyswar lebih dalam setiap laga yang dilakoninya. Tidak saja terjadi di lapangan, di luar lapangan lebih lagi. Para supporter kedua negara sering kali tidak mau mengalah dan terkesan tak pernah akur.

Ego masing-masing begitu kental dan masing-masing memperlihatkan rasa nasionalisme tinggi. Sehingga sering berujung adu mulut hingga saling ejek yang cenderung sarkasme.

Teriakan atau tulisan di spanduk-spanduk besar dengan tulisan "Ganyang Malaysia" di fihak supporter Indonesia dan "Ganyang Indonesia" berada di fihak Malaysia menjadikan tensi laga sepak bola diantara kedua negara bertetangga ini selalu dalam tensi yang sangat panas.

2. Perlakuan Kurang Etis Terhadap TKI

Terganggunya hubungan kedua negara lainnya acap ditimbulkan oleh banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) di Negeri Jiran tersebut.

Bukan satu dua kasus yang kita dengar diberita tentang perlakuan tidak  berprikemanusiaan yang dilajukan majikan-majikan di sana terhadap para pahlawan devisa asal tanah air.

Apalagi perlakukan terhadap TKI yang dianggap ilegal, kadang perlakuannya lebih memilukan lagi. Mereka diperlakukan layaknya budak.

Meski pemerintah beberapa kali coba untuk memperbaiki keadaan, para masyarakat di Malaysia seolah tak pernah ambil pusing. Peristiwa serupa kembali sering terulang.

Itulah dua momen yang kerap mengganggu kondusifitas dan harmonisasi hubungan kedua negara, walau tak pernah berujung pada permusuhan lebih jauh, apalagi sampai terjadi peperangan.

Konfrontasi Indonesia Malaysia

Pertanyaannya, mengapa jika menyangkut hubungan Indonesia dan Malaysia selalu melibatkan lebih jauh rasa nasionalisme lebih dari masing-masing masyarakatnya? Berbeda jika Indonesia bersentuhan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Hampir tak pernah terjadi tensi yang begitu berlebihan.

Dalam kesempatan ini izinkan penulis untuk sedikit mengulas tentang histori kedua negara di masa lampau.

Banyak pihak atau kalangan yang beranggapan bahwa hubungan Indonesia dengan Malaysia sebenarnya tidak benar-benar bisa dikatakan harmonis, terutama antara warga negaranya. Hal tersebut tak lepas dari peristiwa yang pada tahun 60-an, saat Negara ini masih dipimpin sang proklamator, Bung Karno.

Dalam catatan sejarah, tepatnya pada tanggal 13 Juni 1964, Indonesia pernah berkonfrontasi dengan Malaysia. Pada saat itu terjadi perang atau bentrokan antara gerilyawan Indonesia dengan pasukan Malaysia yang dibantu tentara Inggris.

Peristiwa itu sendiri tak lepas dari pidato-pidato Bung Karno yang selalu berapi-api hingga membakar semangat rakyat. Dengan suara lantang, bapak bangsa ini meneriakan seruan "ganyang Malaysia".

Latar belakang operasi Ganyang Malaysia disebabkan adanya rencana mengenai penggabungan negara-negara bekas jajahan Inggris yang berada di Asia Tenggara menjadi satu negara bernama Federasi Malaysia.

Seperti dikutip Grid.id, keinginan tersebut ditentang Bung Karno. Beliau menganggap pembentukan Federasi Malaysia yang sekarang dikenal sebagai Malaysia sebagai "boneka Inggris". 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun