Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Ketika Perbuatan Baik Tidak Bisa Menyenangi Semua Orang

16 Mei 2020   20:01 Diperbarui: 16 Mei 2020   20:05 397 46
Salah satu motif umum banyak orang dalam melakukan kebaikan yakni guna membahagiakan diri sendiri dan orang lain. Saat orang lain merasa senang, kita pun ikut senang.

Apalagi jika orang mengapresiasi perbuatan baik kita itu lewat mewartakannya kepada orang lain. Misalnya, perbuatan baik kita itu diposting di media sosial.

Tentunya, tingkat kebahagiaan hati kita semakin naik. Bisa saja, kita semakin terdorong untuk sering melakukan kebaikan yang sama.

Dengan ini, kita tidak hanya membuat orang lain senang, tetapi kita juga diakui dan dikenal oleh orang lain. Bahkan perbuatan baik kita itu bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Bagaimana pun juga, semuanya ini hanyalah nilai tambah dari motif perbuatan baik yang dilakukan.

Namun, perbuatan baik tidak selamanya menyenangi dan memuaskan semua orang. Terlebih lagi perbuatan baik yang dilakukan untuk sekelompok orang dalam konteks sosial tertentu.

Salah satu contohnya, kebaikan yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk masyarakat yang dipimpinnya. Untuk seorang pemimpin politik, acap kali kebaikannya dikaitkan dengan kepentingan politik. Walau pemimpin itu mengorbankan kebaikan itu dari kantongnya sendiri, banyak tetap menilainya dari sisi motif politik.

Memang, ini adalah konsekuensi sebagai seorang pemimpin politik. Apa pun yang melekat dengan dirinya selalu dikaitkan dengan politik. Tidak apa-apa dinilai dari segi politif. Yang terpenting, penilaian itu tetap berada pada kaca mata yang positif.  

Persoalannya, saat kebaikan itu semata-mata dilihat secara negatif belaka. Intensi positif malah dipandang dari sisi negatif. Pandangan negatif ini dibarengi dengan pelbagai macam upaya untuk menghancurkan reputasi pemimpin tersebut. Jadinya, nilai kebaikan disingkirkan oleh sebuah permainan politik.

Seorang kepala desa di mana desa saya tinggal Filipina menjadi korban permainan politik. Seorang memakai fotonya sebagai profil akun di salah satu aplikasi media sosial. Dalam akun palsu ini, kepala desa ini dijelekkan. Rumitnya, pengguna akun palsu ini menulis kejelekan tentang gubernur setempat.

Muara dari persoalan ini adalah soal pelayanan yang dilakukan kepala desa ini selama masa karantina. Secara umum, kepala desa ini berusaha maksimal untuk membantu masyarakat dan mengontrol lingkungan desa dari penyebaran virus korona. Banyak orang yang puas dan senang.

Tetapi kepuasan itu hanya berada pada tataran permukaan. Masih ada orang yang tidak puas dan tidak senang dengan kebaikan yang dilakukannya. Ungkapan ketidaksenangan itu ditunjukkan lewat media sosial. Setelah ditelusuri, pelaku yang membuat akun palsu adalah lawan politiknya beberapa tahun lalu.

Hal ini memang biasa terjadi dalam konteks politik. Lawan politik atau pihak oposisi kadang kala melihat hal negatif di balik kebaikan yang dilakukan seorang pemimpin. Atau juga, berupaya mencari sisi negatif dari kebaikan yang ditampilkan. Realitas seperti ini merupakan salah satu konsekuensi berpolitik.

Tetapi ini juga membahasakan tentang realitas politik kanak-kanak. Sejatinya, peran oposisi tetap mendukung kebaikan pemangku jabatan atau pemimpin, sementara kesalahannya selalu dikritisi. Bukannya, semua hal dikritisi hingga tidak ada titik baik dari seorang pemimpin.  

Susahnya menyenangkan semua orang dengan perbuatan baik bukan saja terjadi di dunia politik. Ini juga terjadi pada konteks sosial lainnya. Ini bisa saja terjadi di kantor, di lingkungan tetangga, di sekolah dan konteks sosial lainnya.

Seorang teman bercerita saat temannya melihat kebaikannya dinilai sebagai bentuk mencari perhatian. Padahal, intensinya murni untuk menolong orang lain.

Tetapi, temannya itu tetap melihat kalau perbuatannya itu sebagai bentuk mencari nama di antara tetangga. Karena pandangan ini, dia menjadi tidak nyaman setiap kali membantu orang lain. Bahkan dia menjadi enggan untuk menolong.

Prinsipnya, kita tidak bisa menyenangkan dan memuaskan setiap orang yang kita temui. Apalagi kalau posisi kita sebagai seorang pemimpin.

Meski demikian, kita tidak boleh berhenti melakukan kebaikan. Sejauh intensi kita murni untuk membantu orang lain dari kesusahan, kita tetap melakukan kebaikan itu tanpa peduli pada penilaian orang lain. Hemat saya, apa pun penilaian orang lain, semuanya itu hanyalah nilai tambah dari perbuatan baik yang kita lakukan.

Kalau mereka menilai itu secara positif, kita pantas mensyukurinya. Kalau mereka melihat perbuatan baik itu dari kaca mata negatif, kita tidak perlu peduli. Barangkali saja, penilaian negatif itu terlahir karena sentimen dan ketidaksukaan tertentu.

Tetapi jika penilaian sesama untuk kebaikan kita, kita perlu menerimanya tanpa mengurangi intensi kita untuk berbuat baik. Pendeknya, kita tetap berbuat baik tanpa tergerus oleh penilaian dan sentimen orang lain.

Gobin Dd

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun