Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Setelah Setahun Lamanya

10 September 2020   13:20 Diperbarui: 10 September 2020   13:15 115 8
Jum'at (4/9/2020), saya pulang ke kampung halaman di Lumbir, Banyumas, setelah setahun lamanya berada di tanah rantau. Pesona Tangerang masih begitu memikat hati. Tentu saja untuk mengumpulkan segepok emas guna menyambung hidup di dunia yang katanya terasa semakin panas ini. Terakhir kali saya pulang adalah saat Idul Fitri tahun 2019 silam. Ya, sama seperti pemudik lainnya yang memanfaatkan kesempatan libur hari raya untuk bertemu dengan keluarga dan sanak saudara.

Saat itu juga saya gunakan untuk membujuk orang tua saya agar mau melamarkan seorang gadis untuk menjadi ibu bagi anak-anak saya kelak. Cerita tentang perjumpaan, ta'aruf sampai jenjang pernikahan insyaAllah akan saya tulis di kesempatan yang lain.

Singkat cerita, saya pun tak memiliki waktu untuk pulang kembali setelah momen hari raya tahun lalu itu. Pasalnya, awal tahun 2020, Indonesia mulai diserbu oleh wabah Covid-19. Alhasil, saya pun harus tetap berada di Tangerang. Hanya saja bedanya saya sudah bersama istri. Ya, gadis yang saya dan ayah saya lamar satu tahun lalu sudah resmi menjadi istri. Tepatnya pada Desember 2019.

Pandemi Covid-19 membuat saya harus mengubur rasa rindu kepada keluarga di rumah. Bagaimana tidak, pada perayaan Hari Raya Idul Fitri tahun 2020 saja misalnya, pemerintah melarang warganya untuk mudik atau pulang kampung. Keluar kota pun tak boleh. Alasannya karena lockdown, untuk meminimalisir penyebaran Covid-19.

Ya, tentu saja saya ikuti anjuran dari pemerintah untuk tetap berada di Tangerang. Bukannya tak ingin pulang. Tapi, saya berpikir keselamatan keluarga di rumah pula. Saya sehat, keluarga di rumah pun sehat, namun belum tentu dengan orang-orang yang saya temui saat perjalanan mudik. Jadi, saya pun merayakan hari kemenangan itu hanya berdua dengan istri di tempat tinggal kami. Inilah pertama kalinya saya lebaran di 'negeri' orang.

Memasuki bulan Agustus 2020, pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum usai. Namun, berbagai kebijakan dilakukan pemerintah agar aktivitas masyarakat tak terganggu lebih lama. Hingga diberikannya izin bagi para pendatang di Ibu Kota untuk pulang ke kampung halamannya. Namun dengan syarat, mereka harus menjalani rapid test terlebih dahulu dan karantina selama 14 hari di kota tujuan.

Saya pun tertarik. Akan tetapi, pilihan itu masih terlalu berat untuk saya ambil. Sebab, jika harus pulang dan menjalani karantina selama 14 hari, maka kesempatan pulang kampung saya hanya digunakan untuk mengisi posko karantina saja. Tidak sampai bertemu keluargna di rumah. Iya dong, saya biasa pulang tidak lebih dari 10 hari. Jika karantina saja 14 hari, maka saya tidak akan sampai rumah. Jika diizinkan pulang pun, saya tidak akan betah untuk berdiam diri di rumah saja, karena ingin rasanya berkeliling dan bertemu sanak saudara di desa.

Hingga pada awal September 2020. Saya paksakan untuk pulang kampung. Saat itu, program karantina sudah tidak lagi diterapkan. Hanya saja, para pendatang harus melakukan isolasi mandiri di rumah. Baiklah, akan saya usahakan.

Jadilah saya dan istri pulang ke Lumbir. Setelah setahun lamanya, akhirnya dapat kembali menginjakkan kaki di tempat saya dilahirkan. Perjalanan berlangsung dengan lancar. Tepat pada pukul 02.30 WIB dini hari, saya sampai di rumah.

Ayah dan ibu sudah menunggu. Mereka tidak tidur. Menantikan anak pertamanya pulang kampung. Terlebih, karena saya tak sendiri, melainkan bersama sang istri. Lengkap sudah, rasanya bahagia bercampur haru. Saya bersyukur bisa pulang dan bertemu keluarga di kampung halaman.

Meski tak seramai kota, kampung halaman tetap saja menyimpan sejuta kenangan yang membuat saya selalu ingin pulang. Terima kasih Lumbir, rumah, ayah dan ibu, adik, keluarga, yang telah menjadi pupuk bagi pertumbuhan rasa rindu saya. Terima kasih juga untuk istri tercinta yang bersedia menemani. Semoga Allah memberikan kesehatan untuk kita semua. []

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun