Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Jalan Cahaya (Tulisan sebagai Pengganti Ucapan Selamat)

14 Februari 2020   23:36 Diperbarui: 14 Februari 2020   23:47 55 0
Kalam takdir, akhirnya menulis sebuah nama, Zulkifli Hasan. Sebuah nama yang terjanji. Dari kota Kendari, nama itu diantar ke pucuk langit, dengan segala ikhtiar, kesanggupan, kesabaran, doa, dan juga segenap keberanian dalam melawan penzaliman demi menegakkan marwah. Ada hiruk-pikuk, ada tangis, ada pedih, ada tawa, tapi juga ada pelukan dan kebesaran hati, yang mengiringi keberangkatan nama tersebut, melewati lapis demi lapis perjalanan.

Begitulah. "Aku seperti sangka hamba-Ku saja," kata Tuhan dalam hadits Qudsi. Jika seorang hamba, dengan segenap usaha dan perjuangannya, yakin akan sampai ke tujuan, maka Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Berkehendak itu, akan membuatnya menjadi sampai.

Tapi "sampai" dan "tertulis@termaktub" tentu saja belum membuat semuanya selesai. Justru itu adalah awal. Nama itu akan dikembalikan ke bumi, ke tanah tempat berjanji, untuk mulai melaksanakan amanah kepemimpinan, amanah pemakmuran, sebagai pemberi seri@cahaya, dalam kapasitasnya sebagai makhluk yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting.

Orang Melayu, menyebut pemimpin@raja, sebagai Dzil Allah fil Ardh, semacam bayang-bayang Tuhan di atas muka bumi, dan oleh karenanya kepemimpinan itu dimainkan dalam catur takdir. Tugasnya demikian berat, karena memikul beban pengasuhan, pemuliaan, dan pemakmuran, paling tidak dalam lingkup yang dipimpin.

Dia, Pemimpin itu, bagai kayu di tengah padang, tempat beramu [dan berjamu] besar dan kecil, kuat dahannya tempat bergantung, besar batangnya tempat bersandar, kokoh uratnya tempat bersilang, tempat kusut diselesaikan, tempat keruh dijernihkan, tempat sengketa disudahkan, tempat hukum dijalankan, tempat adat ditegakkan, tempat syarak didirikan, tempat lembaga dituangkan, sekaligus tempat memberi kata putus. Sungguh beban yang sangat berat, tapi penuh dengan janji kehormatan.

Beban yang berat ini, tentu tak dapat dipikul sendiri oleh seorang makhluk, siapapun dia, pun oleh Saudaraku Zulkifli Hasan, karena hakikat manusia adalah lemah. Oleh karena itu, agar sang pemimpin dapat kukuh dalam melaksanakan tugasnya demi kemaslahatan bersama, maka setiap kader, perlu melakukan kewajibannya dengan sungguh-sungguh pula. Tugas pertama tentu memberikan ikatan setia, dalam bentuk menyatakan  ketaatan dan selalu berprasangka baik atas kepemimpinan yang dijalankannya. Jika pemimpin berniat baik, bertemu dengan kader yang taat dan berprasangka elok, alangkah cantiknya langkah. Kata Gurindam Dua Belas: Betul hati kepada raja, tanda jadi sembarang kerja.

Setelah bersetia, tentu kader yang baik, akan selalu menyiapkan diri menjadi "sokong" bagi partai, agar miring tidak membawa rebah, agar retak tidak membawa belah, dan yang kuat menjadi kukuh dan sasa. Jangan sampai, kader, yang diharapkan menjadi "sokong", justru sokong membawa rebah. Tentu hal ini akan menjadi malapetaka bagi kita dan Partai Amanat Nasional. Hal berikutnya, tentu saja bekerja keras. Jika kepemimpinan di tingkat nasional, dan kader di akar rumput saling bekerja keras, maka harapan untuk menjadikan partai masuk dalam 3 [tiga] besar, akan menjadi sesuatu yang niscaya.

Kongres telah selesai, dengan segala hiruk dan kebahagiaannya. Semua kita harus kembali bekerja, dan sudah waktunya semua energi, kemarahan, kesedihan, atau apapunlah namanya,  diarahkan pada satu matlamat: membesarkan Partai Amanat Nasional. Sebagai partai yang berlambang "matahari", kita berhutang makna padanya. Partai ini tidak cukup sekedar menjadi "jalan" cahaya bagi Indonesia [reformasi], tapi sewajarnya menjadi Nuron Faqonurin, menjadi cahaya di atas cahaya, menjadi penyebab bagi kebaikan Indonesia di masa depan.

Kita, perlu menciptakan sebuah sejarah baru, seperti yang dinukilkan oleh Robert Mackenzie, dalam The End of History-nya Francis Fukuyama: Sebuah sejarah yang berisi kegemilangan, dengan kemajuan dan kesejahteraan yang terus meningkat. Untuk sampai kepada matlamat ini, maka tak ada jalan lain, kita harus bersatu dan bergandengan tangan. Sekuat apapun yang kita punya, tapi tanpa societal coesiveness, tanpa keterpaduan, maka kita akan lemah, dan kekuatan akan berbalik menjadi tikaman bagi diri.

"Andai manusia mengambil iktibar@pelajaran dari ihwal kegotongroyongan semut, kata Saad al Mawardi dalam Falasifah al Majanin [Filsafat Orang Gila], maka tak akan ada kemuskilan dalam menyelesaikan suatu perkara, maka semua hal akan dapat diwujudkan [kutipan tak setia@elaborasi].

Mari, kita berikan dukungan kepada Saudaraku Ketua Umum dalam menjalankan teraju Partai Amanat Nasional ini. Kita percaya, dengan kesetiaan, dukungan, kerja, dan doa yang diberikan, maka Insya Allah, ketua Umum akan dapat berdiri kukuh menjadi seorang pemimpin yang diisyaratkan oleh tunjuk ajar Melayu: Yang berumah dalam musyawarah, yang bertempat dalam mufakat, yang berdiri dalam budi, yang tegak dalam syarak, yang duduk dalam khusyuk, yang meramu dengan ilmu, yang berjalan dalam iman, yang melangkah dalam petuah, dan yang adil dalam inayah.

Mari, Bismillah

Sumber Syaukani
Ketua DPD PAN Bengkalis
By: @porosmendawai

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun