Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Puisi | Malam Berdesakan di Ruang Tamu

5 Maret 2019   22:57 Diperbarui: 6 Maret 2019   04:47 45 4
Aku berhenti di dekat pohon manggis yang menjuntaikan dahannya di atas kabel-kabel listrik di daerah Salam
Saat senja baru saja melintasi langit

"Benarkah malam akan melintasi ?" tanyamu

"Aku belum tahu. Tapi sudah kulihat bayangan langit di atas atap rumah," jawabku tanpa memahami pertanyaanmu

Sudah lama aku menyekutu dengan malam
Jadi tidak ada yang kutunggu selain malam

Langit malam adalah kanvas tempat mimpi-mimpi dilukisgambarkan
Dengan garis-garis lengkung dan mendatar
Juga garis lurus yang memotong sisi-sisi malam

"Tapi sepertinya malam melintas lebih dini," lanjutmu

Aku sudah menanti malam sesaat setelah fajar merekah sambil menyusurlalui siang

Malam bagiku bukan gelap, ia hanya berwarna hitam
Maka malam adalah saat terbaik menyusuri warna-warna hitam

"Cahaya dari dalam jendela adalah tanda malam menjelang," katamu sambil mengira cahaya yang memendar redup di kaca jendela sewarna es

"Apakah malam juga masuk ke rumahmu?" tanya keduamu

Malam bahkan tinggal di rumahku pada saat siang hari
Memenuhi ruang-ruang yang telah lama merubah rindu menjadi debu

"Aku telah menyiapkan kopi di antara malam yang berdesakan di ruang tamu," aku menjawab dengan undangan yang tidak akan pernah kau penuhi
Aku bahkan tidak tahu, mengapa malam suka berdesakan di rumahku

Sering aku mengira kamu akan singgah pada sebuah malam, sesaat setelah kaca sewarna es memendarkan sinar yang selalu redup
Prakiraan yang aku tahu bahwa ia adalah kekeliruan yang benar

"Malam tidak pernah sama," katamu sambil berlalu ke barat dan melintasi rel kereta api tepat saat adzan magrib dikumandangkan

"Semua sama, hanya malam yang berdesakan di ruang tamu," kataku dengan gagah setelah tidak pernah menyelesaikan satu pun pertempuran

| Prambanan | 5 Maret 2019 | 22.33 |

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun