Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Banting Stunting di NTT

22 Juli 2022   11:14 Diperbarui: 22 Juli 2022   11:31 340 8
Kristin, usia 4 tahun dan pagi ini adalah hari pertama masuk sekolah di TK Besakolka. Tubuh mungil tanpa alas kaki begitu lincah berjalan, berlari, bahkan melompat di jalan kampung yang masih berbatu. Pagi itu, dia begitu semangat mengejar cita-citanya, tetapi kelindan ancaman tengkes bisa saja menjadi mimpi buruk yang menghantui masa depannya.

Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi salah satu yang tertinggi dalam kejadian tengkes atau stunting. Tengkes itu sendiri merupakan kondisi kurangnya asupan gizi bagi balita dan anak yang berimplikasi tidak terpenuhinya standar tinggi dan berat badan. Selain ukuran fisik, tengkes juga mengancam potensi kecerdasan dak kesehatan anak. Bisa dibayangkan jika tengkes itu terjadi, pendek, kurus, sakit-sakitan, dan bodoh. Sehingga tengkes adalah pembunuh masa depan anak.

Penyebab tengkes bak puncak gunung es, dimana puncaknya adalah asupan gizi. Selain gizi, di badan dan kaki gunung es yang terendam dan tidak terlihat ada kemiskinan, keterbelakngan pengetahuan, minimnya fasilitas kesehatan, ketiadaan sumber pangan yang baik, dan lain sebagianya.

Kabupten Timor Tengah Selatan, di NTT menjadi kabupaten paling banyak tengkesnta. Senyak 48 dari 100 anak mengalami tengkes, atau jika dikalkulasi ada 48,3%. Dari data dan fakta yang ada, perlu upaya memutus mata rantai tengkes ini dan salah satunya dengan pemberian makanan tambahan.

Siang itu, saya di hubungi Pak Albert. Saya mengenalnya saat ada event perjalanan di Papua yakni di lembah Baliem tahun 2013. Dia menannyakan tentang program bakti sosial yang akan menjadi yayasan Kirana Cinta Indonesia, kira-kira ada ide apa? Gayung bersambut, saya menghubungi Mathoe adik angkatan saya saat mengambil studi magister biologi. Dia ada di NTT, dan dari diskusi yang panjang, survey lapanga dan didapatkan program pemberian makanan tambahan di TK Besakolkan di Desa Tetap, Kecamatan Kuatnana, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.

Pagi itu hari pertama Kristin masuk sekolah. Ternyata di halaman sekolahnya sudah hadir anak-anak yang lain dan salah satunya adalah Wellem yang bercita-cita menjadi tentara. Ada juga yang lain, yakni menjadi polisi dan dokter, hanya Kristin yang ingin menjadi Ibu, mungkin menjadi ibu gubernur-semoga saja.

Saya tidak membayangkan apakah samapi anak tengkes mengjar mimpi, jika profesi tentara dan polisi itu membutuhkan badan yang ideal, sedangkan dokter membutuhkan otak yang cemerlang. Tidak ada yang tidak mungkin jika ada upaya untuk menggugah anak dan orang tua tentang pentingnya gizi untuk masa depan mereka melalui edukasi. Dengan demikian mereka tidak hanya sekedar bermimpi saja, tetapi bisa bangun dan membangun badan dan kecerdasan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun