Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Namaku Acu, Episode Dasar Buaya

16 Oktober 2019   05:01 Diperbarui: 16 Oktober 2019   05:03 45 2
Hanya ada satu orang di Bengkalis yang mempunyai banyak jenis usaha, dari perkebunan, rumah arang, panglong, kapal nelayan, rumah walet, dan sebentar lagi depot BBM, orang itu penguasa Hong Leong yang sekarang sedang berada di rumah sakit Pertamina. Penggantinya sedang hamil, dan cucu penguasa Hong Leong itu nantinya yang akan makan ikan 2,5 kg plus sambal 4 porsi. Ia harus merelakan Acu menjadi penguasa Hong Leong generasi berikutnya, dan generasi berikutnya anaknya.
" Penguasan Hong Leong." Jawab Ping An tanpa ragu. Ia hanya Generasi Penyambung, generasi yang hilang orientasi gara-gara ketidakmampuannya ber-bisnis. Ia harus ikhlas menjadi seorang penyambung generasi terputus demi kemajuan istri dan anak anaknya.
Setelah pelayan menyerahkan pesanan, Ping An mengantar Acu kembali ke rumah sakit. Ia menunggu di motor sementara Acu mengantar ikan bakar buat Tan Pek. Ia mulai menyadari bahwa ia tak bisa egois lagi mempertahankan tokonya. Dunia berubah. Orang yang otaknya pintar yang berkuasa, bukan marga tertentu. Acu benar-benar makan sampai habis 1 kg ikan itu di kamar hotel hingga licin berikut sambalnya. Ping An geleng-geleng kepala. Jika di dunia ada yang mengatakan wanita mengidam itu kelakuannya aneh, ia mulai percaya. Ia melihat sendiri istrinya tiba-tiba rakus makan ikan gurame bakar, bahkan sore itu meminta diantar lagi ke Pelita  Harapan untuk makan malam.
Sore itu mereka mengunjungi Tan Pek. Tan Pek semakin segar, semakin banyak berjalan. Lagi-lagi Tan Pek mengusir mereka tak sampai 1 jam kunjungan. Ping An sekarang sadar Tan Pek sayang padanya, sayang terhadap anak dalam kandungan Acu. Ia juga harus menyayangi anaknya agar jangan dinilai sebagai papa yang tak bertanggung jawab.
Malam itu jam 9.30 keduanya sudah nongkrong di Sanggar Karyawan. Lagi-lagi Acu meminta ikan bakar, tapi racikan disini bumbunya beda sehingga Acu hanya makan sedikit. Alai tiba bersama istrinya jam 10 malam. Kedua keluarga ini berkenalan dengan akrab. Acu bertanya apakah ia bisa membeli 1 tangki solar (6000 liter) langsung dari Alai. Alai mengatakan bisa asal Acu menyediakan drum kosong sebanyak  28 buah. Acu bertanya apakah solarnya bisa langsung diisi ke drum yang berada di atas kapal? Alai mengatakan bisa asal dipasang slang yang panjang. Acu bertanya berapa harga setangki solar, ia minta diskon karena membeli dalam jumlah banyak. Alai mengatakan ia akan memberi harga yang pantas.
" Oke, aku sudah bertanya banyak, silahkan mencicipi hidangan sederhana ini. Nanti, saat kami kembali ke Bengkalis kami akan merundingkan hal ini dengan pemilik modal, setelah itu, jika kami jadi berinvestasi, suamiku akan menemui saudara Alai untuk melanjutkan bisnis yang sedang kita rintis ini. Acu mengucapkan terima kasih atas kesediaan saudara Alai berbagi informasi." Acu menutup pembicaraan bisnis, dan mulai berbasi-basi dengan pertanyaan seputar kehidupan di Dumai. Alai sangat terkesan dengan tutur kata Acu yang sopan. Ia menilai Ping An terlalu pendiam.

Setelah dirawat 5 hari, kondisi Tan Pek mulai membaik. Dokter menganjurkan ginjalnya dioperasi, Tan Pek takut dioperasi. Dokter memberinya obat dan meminta Tan Pek menjaga pola makan yang sehat dan teratur. Hanya satu orang yang bisa membuat hidup Tan Pek makan dengan teratur. Ping An sadar Acunya dibutuhkan untuk menjamin Tan Pek tetap sehat. Tampaknya ia harus merelakan istrinya pulang ke Kebun Sayur.
Mulai hari ketujuh Tan Pek sudah tak betah tinggal di rumah sakit. Ia sudah bisa berjalan normal, keluar berangin-angin ke taman di belakang rumah sakit. Acu berusaha menahan papanya agar tetap di rawat, Tan Pek mengatakan ia sudah sehat. Ia minta pulang.
" Kita keluar dari rumah sakit, tapi jangan pulang dulu. Kita berkeliling kota Dumai hingga puas baru pulang." Kata Acu.
" Tumben kamu berubah jadi Huekha (istilah untuk menyebut orang yang suka berkelana tanpa tujuan) " skak Ping An
" Begitu Acu pulang, kalau Acu tinggal di Kebun Sayur, Acu akan merawat papa dengan baik, Acu tak bisa berjalan-jalan lagi, sedangkan jika Acu pulangnya ke rumah mama dan papa mertua, dengan perut yang semakin membesar,  Acu pasti dilarang berkeliaran. Sebelum pulang lebih baik kupuaskan berjalan-jalan." Acu sengaja ngomong demikian, padahal tujuannya ingin membawa papanya jalan-jalan. Papanya sudah tua, kalau ia tak mengajak papanya jalan-jalan sekarang, kapan lagi baru bisa berjalan-jalan bersama papanya.
Tan Pek langsung murung begitu mendengar kemungkinan Acu pulang  ditahan nyonya Wu tinggal di rumahnya. Ia sangat berharap Acu ikut dia pulang ke Kebun Sayur. Tapi melihat keceriaan anaknya, ia enggan merusak suasana. Ia tetap memperlihatkan wajah gembira.
Acu meminta Ping An meminjam mobil. Ternyata di Dumai belum ada  penyewaan mobil. Acu  kecewa. Ping An tak ingin Acu kecewa. Ia mencari Cai Kian. Berkat luasnya pergaulan Cai Kian, berhasil juga disewa sebuah mobil milik pegawai Pertamina jenis Suzuki Carry berikut supirnya. Dengan mobil ini Acu bersama papanya dan Ping An berkeliling ke Bukit Timah, Bukit Jin, Bukit Kapur, Bukit Datuk, Bukit Bahtrem, Bukit Nenas.  Setelah berkeliling, mereka pulang ke Bengkalis dengan ferry Alle Expres, kapal penumpang yang masih berbahan dasar kayu.
Begitu tiba di Bengkalis, Tan Pek ingin menyuruh Ping An mengantarnya pulang ke Kebun Sayur dengan speedboat. Acu meminta papanya bersabar. Ia meminta papanya menginap di rumah Tuan Wu satu malam. Tan Pek melihat wajah anaknya begitu berharap agar ia memenuhi permintaan Acu, dengan sangat berat ia mengiyakan. Dari kecil Tan Pek anak yang mandiri, paling tak suka bergantung pada orang lain. Sekarang  ia merasa ingin merebut Acu agar dikembalikan padanya, ia merasa tak enak hati jika harus membicarakan hal ini dengan Wu Se Kiong.

Hampir sepuluh hari setiap pagi dan sore Selfie sengaja lewat di depan Andre Motor. Selama 10 hari abangnya tak tampak menjaga toko. Ada apa ini? Apakah Ping An sudah kalah dan kabur dari Bengkalis? Apakah Ping An ngumpet di ketiak mertuanya, atau bersembunyi di balik celana dalam si penjual ikan asin? Persaingan mulai tak seru jika tak ada lawan tangguh. Papanya sudah tak berkutik, dari 8 kapal hanya 2 yang disewa orang. Sebaliknya 10 kapal milik Cangkang seluruhnya sedang berada di tengah laut.
Ahuan semakin lama semakin bertingkah. Setiap hari Ahuan masih membantunya mengurus kantor pelayaran, tapi jam 4 sore sudah kabur entah kemana. Saat dicari ke lapangan badminton, Ahuan belum ke sana. Selfie berputar-putar dengan motornya di jalanan. Ternyata motor Ahuan parkir di depan pasar Sukaramai.
" Apa mungkin Ahuan mulai akur dengan Akuan? Setahuku dulu mereka adik kakak suka saling berantem. " Oceh Selfie. " Kalau bukan menjumpai Akuan, untuk apa Ahuan memarkir motornya di depan pasar? Setahuku Ahuan tak suka bau busuknya pasar." Mengikuti rasa penasaran, motornya ikut diparkir di sebelah motor Ahuan. Sambil memencet hidung Selfie berjalan ke bagian tengah pasar.
Apa yang dilihatnya membuat tangannya terkepal dengan kencang. Ahuan sedang menatap susu Amui dengan tatapan kayak orang sedang  meneteskan air liur akibat melihat makanan enak di depan mata. Tanpa berpikir lagi ia berlari menuju tempat Ahuan berdiri sementara Amui duduk di kursi pendek agar Ahuan bisa menatap teteknya yang montok. Amui sengaja mempertontonkan teteknya yang gede. Selfie sadar buah dadanya kecil, tak cukup menarik minat lelaki. Dasar pelacur, berjualan pula di tengah pasar, pantas tokonya rame pembeli. Kenapa Akuan diam saja duduk di meja kasir sambil memondong bayinya? Apa Akuan suka istrinya pamer buah dada di tengah pasar? Semua pasti sudah gila, umpatnya dalam hati. Begitu ia tiba di belakang Ahuan, Ahuan masih belum sadar kedatangannya, masih menatap tetek Amui dengan penuh nafsu. Selfie kontan menarik telinga Ahuan dengan keras hingga kepala Ahuan tersentak ke samping. " Dasar buaya ! Tetek Siso juga kamu berminat ! Emangnya punyaku kurang gede !" serang Selfie dengan ganas.
Ahuan mulanya kaget, hampir saja ia melayangkan tinju kalau tak sempat melihat orang yang menarik telinganya itu ternyata Selfie. Dibatalkan tinjunya untuk dilayangkan.
" Lepaskan! Belum pernah ada yang lolos dari tinjuku jika berani menarik kupingku. Lepaskan !" teriak Ahuan sebal. Sekarang banyak yang menonton pertelingkahan mereka. Ia malu dilihat orang sepasar. Untung sore gini pasar sudah sepi. Hanya tinggal pemilik toko yang sedang bersiap menutup toko.
" Dasar buaya ! Apa yang kamu tatap  sampai meneteskan air liur. ?!" serang Selfie.






KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun