Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Karimun Jawa: The hidden jewel of Java

16 Juli 2014   01:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:13 763 1
Karimun Jawa Speed reading: Point-point pembahasan dapat ditemukan di tulisan berwarna merah, sehingga walaupun Anda tidak memiliki banyak waktu untuk membaca, Anda tetap dapat menikmati esensi dari tulisan ini. Prolog Perjalanan panjang ini dimulai dari Bandung. Suasana sore menjelang malam di Bandung Town Square lumayan remang. Toko-toko hampir seluruhnya tutup, lampu meredup, sepi mengelilingi saya dan Ayu yang duduk menunggu bis malam kami tiba. Bus kramat Jati yang kami tunggu terlambat setengah jam dari jadwal karena sedang mengambil penumpang satu-satu di counter-counter penjualan tiket yang menurut dugaan saya, dipraktekan secara liar. Saya membeli ayam goreng sebagai bekal untuk perjalanan malam panjang menembus pulau jawa menuju Jepara. Bus tiba pukul 8 di di Bandung Town Square. Kami harus berlari dari ruang tunggu didepan counter menuju bus yang tidak sabar menunggu di pinggir jalan depan mall. Sesampainya di depan bus kami langsung disambut dengan tatapan kesal dan keluhan hangat dari si kenek. "Ayo mas buruan." Lah, siapa yang terlambat dia yang complain. Kalau mau cepat kenapa tidak suruh kami nunggu di depan saja? Begitu kami menaiki tangga bus, keluhan berikutnya datang dari sang sopir; "Mas, lain kali nunggunya di jalan Ambon aja, mas! Kita jadi muter-muter." Ini apa-apan sih pikir saya? Kami diminta menunggu di BTS ya kami tunggu di BTS, kalau mau complain, arahkan ke petugas tiketnya dong. Rasa sesal memilih jalur darat untuk mencapai Jepara mulai menyelimuti saya, apalagi ternyata kami masih mengambil beberapa penumpang lainnya dan harus ngetem di terminal Leuwi Panjang terlebih dahulu. Bagi warga Bandung, jika Anda berangkat dari Bandung menuju Jepara menggunakan jalur darat, ada baiknya untuk datang langsung ke terminal Leuwi Panjang. Karena menunggu di pos-pos penjemputan anda terpaksa membuang-buang waktu menunggu satu sampai dua jam didalam bus sampai berangkat. Ayu merencanakan trip ke ini sejak sebulan sebelum atau di bulan Juni 2013. Rencanyanya kami akan menghabiskan liburan lebaran kami di muara birunya laut dan langit Karimun Jawa. Sebelumnya Ayu sudah menginjakan kakinya di pasir putih Karimun jawa, dengan berangkat menggunakan bus. Sehingga tanpa pikir panjang, dia memutuskan untuk mengulangi kembali perjalanan darat Bandung-Jepara. Setelah kami menyelesaikan trip Karimun Jawa ini, Saya mengambil kesimpulan bahwa menggunakan jalur darat menuju Jepara is a Big No No. Ambil jalur Udara ke Semarang, anytime! Pesawat ke Semarang hanya 1 jam, ditambah perjalanan menggunakan travel ke Jepara 1 jam. Hanya dua jam dibandingkan 20 jam pulang pergi mempertaruhkan nyawa di dalam bus maut, tanpa rem, yang menganggap penumpangnya karung beras (This is serious). Hemat tidak seberapa, lelah berkepanjangan, bau keringat dimana-mana. Well, even until now Ayu tidak sependapat. Agree to disagree. Perjalanan darat ini pun begitu beresiko, karena diancam kemacetan arus mudik, karena sudah memasuki H-5 menuju lebaran. Saya tidak bisa membayangkan apabila kami harus stuck berjam-jam dijalan dan ketinggalan kapal yang jadwalnya terbatas. Untungnya perjalanan cukup mulus. Berhenti 1 kali untuk istirahat dan makan tengah malam, kami tiba di terminal bus Jepara setelah 10 jam di perjalanan. Saya sangat menikmati perjalanan panjang jalur darat di Thailand, bahkan Vietnam, namun di negeri sendiri, I choose airplane, everytime. Turun di terminal, kelelahan dan kurang tidur, kami langsung menumpang becak menuju ke Pantai Kartini, tempat kapal yang akan mengantar kami berlabuh. Kami mandi di wc warung setempat dan sarapan. Pelabuhan semakin siang semakin ramai dengan turis yang hendak menyeberang ke Karimun Jawa. Keluarga dari Semarang, bule dari US, turis Korea (yes, they are everywhere). Selagi kami menunggu, kami mendengar beberapa keluhan khawatir dari para turis. Mereka mengatakan kalau keberangkatan kapal ditunda karena ombak tinggi. Nah loh. Segera kami menghubungi, bu Hidayah. Sebulan sebelum keberangkatan, Ayu telah memesan jasa paket hostel Karimun Jawa bernama Putri Karimun Jawa yang dia temukan lewat iklan online. Check it out yourself --> http://www.putrikarimunjawa.com Pemilik usaha jasa wisata itu ternyata seorang perempuan paruh baya bernama bu Hidayah, yang telah menunggu di pelabuhan. Kami menyampaikan kabar mengkhawatirkan yang kami dengar, dan setelah di cek, ternyata benar, kapal yang seharusnya berangkat pukul 10 diundur ke pukul 01.30, karena ombak tinggi. Untungnya pikiran horor terjebak di badai laut tidak terlalu hinggap di kepala kami. Menganggur sekitar 3 jam, kami memutuskan untuk masuk ke museum Pantai Kartini. Nothing too interesting there, kecuali facade bangunan yang berbentuk penyu raksasa. I don't recommend it. But, since we had time to kill, kami menjelajahi tiap sudut museum tersebut. Bahkan Ayu sempat menikmati fish therapy pertamanya disana. Setelah tidak ada lagi tempat yang bisa dikunjungi, kami kembali ke pelabuhan dan menunggu bersama bu Hidayah. Pada pukul 01.30, pengumuman berbunyi, mengatakan kapal boat siap berangkat. Kami bergegas naik dan mencari kursi kosong. Kapal terisi penuh dengan turis dan warga Karimun Jawa yang hendak kembali ke rumahnya. Mesin dinyalakan, peluit kapal dibunyikan, dan kami pun angkat sauh dari daratan pulau Jawa. We're off to the blue islands. Hari pertama : The jewel of Java Mendarat di pelabuhan, Saya, Ayu, dan ibu Hidayah disambut oleh puluhan motor penjemput dan ojek. Keluarga bu Hidayah akhirnya nampak dan kami berangkat ke rumah bu Hidayah, ke kamar sederhana bercat kuning tanpa AC yang menjadi hunian kami selama 4 hari. Hostel adalah hunian utama di karimun jawa karena terbatasnya hotel ataupun resort. Karena masih tergantungnya bisnis pariwisata Karimun Jawa pada cuaca dan ketinggian ombak, maka hotel atau resort masih berpikir 2 kali untuk membuka bisnisnya di Karimun Jawa. Setelah beristirahat dan makan siang, kami tidak mau membuang waktu untuk meng-eksplor pulau di atas laut jawa ini. Menyewa motor untuk setengah hari seharga Rp. 25.000, kami berangkat ke pantai… Berkendara selama 15 menit, termasuk waktu untuk nyasar, kami tiba di tujuan pertama kami. SPOT 1: Pantai yang sangat bersih dengan bebatuan yang indah. Pantai Nirwana namanya. Pantai ini memiliki keistimewaan berupa bebatuan besar yang mirip dengan bebatuan di belitung. Ternyata, pantai ini termasuk dalam bagian resort. Mungkin karena masih belum banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Karimun Jawa, maka resort tersebut memperbolehkan turis diluar tamu hotel untuk ikut menikmati pantai di depan resort mereka. Lumayan menyedihkan, betapa sebagian pantai indah di negara kepulauan ini di teritorikan sebagai kawasan privat resort maupun hotel, namun ironinya pantai yang di klaim sebagai milik resort, baik di Karimun Jawa, Derawan, Nusa Lembongan adalah pantai-pantai yang paling layak dikunjungi. Kebersihan, keindahan, fasilitas semua terjaga. Sedangkan pantai-pantai umum? Jangan ditanya. Saya sangat berharap pemerintah terutama kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif dapat memaksimalkan obyek-obyek pariwisata Indonesia menjadi aset dan sumber devisa negara, tentunya dengan investasi awal berupa infrastrukur yang tidak kecil nilainya, maintenance, dan promosi. Tiru saja Filipina, Malaysia, dan Thailand dalam mengembangkan pariwisata mereka. Kembali ke Karimun Jawa, setelah puas berenang, loncat dan foto-foto tentunya, matahari tidak lagi merestui kebahagian kami. Senja tiba dan kami kembali ke hostel. Malamnya, Saya menikmati makan malam pertama saya di Karimun Jawa. Apabila Anda menginap di hostel, jangan berharap lauk Anda dapat memakan menu lepas dari ikan. Selama 5 hari di Karimun jawa, kami memakan ikan di setiap hidangan kami. Setelah itu kami beristirahat, menyiapkan diri untuk menghadapi petualang baru esok harinya. Ngin Hari kedua : Island hopping Sebelum cercah sinar matahari terlihat di kegelapan subuh, kami berdua sudah berangkat hendak menyaksikan terbitnya sang fajar. Kami berkendara menuju bagian timur Karimun jawa dan sampai di suatu pantai tak bernama. Mataharinya terlihat indah, tapi sayangnya, seperti yang sudah saya katakan, di pantai yang tidak dikelola oleh swasta sebagai resort ataupun tempat tujuan wisata, tercecerlah hamparan sampah. Jujur ini sangat mengecewakan, karena sejauh yang saya dengar mengenai karimun jawa adalah surga tanpa sampah. Rupanya hal ini hanya berlaku di area yang terjamah wisatawan. Masih banyak sudut2 karimun jawa yang menjadi tempat berlabuhnya sampah. Setelah foto2 sebentar (teteup), kami kembali ke hostel membawa sejumput kekecewaan. Setelah sarapan kami menaiki kapal yang membawa kami ke arah pulau favorit kami berdua. SPOT 2: Pulau Cemara Kecil. Setibanya di Pulau ini, kami disambut dengan hamparan laut biru turquoise yang memanjakan mata. Pulau ini merupakan highlights dalam trip karimun jawa ini bagi saya dan Ayu. Beningnya air membuat kami tidak merasakan kejamnya paparan sinar matahari yang sudah siap membakar kulit. Kami berenang, bermain, foto-foto, tanpa memperdulikan wajah, pundak, punggung kami yang memerah. Saat inilah, saya mengerti apa yang orang-orang bilang ketika mereka menginjakkan kakinya ke tanah Karimun Jawa. Disinilah letak salah satu anugerah Tuhan kepada Indonesia berada. Suguhan makan siang sederhana dengan lauk ikan bakar segar hasil tangkapan nelayan lokal, terasa sangat nikmat. Di bawah teduhnya pohon-pohon kelapa, kami makan sambil bercengkrama dengan anggota tour lain. Kami lalu melanjutkan perjalanan ke spot snorkeling pertama kami di karjaw. Letaknya tidak jauh dari pulau Cemara Kecil. Di sana kami terpukau dengan keindahan alam bawah laut yang bisa dibilang therbaiiikkkk dari seluruh spot snorkling yang penah saya saksikan sebelumnya. Tidak lupa kami berfoto dengan nemo yang malu2 bersembunyi di anemonnya. SPOT 3: Pantai Tanjung Gelam merupakan tujuan berikutnya di perjalanan kami. Di sana kami menikmati pantai dengan pasir putih indah, rindangnya pepohonan kelapa dan pisang goreng terenak se-Karjaw. Puas berfoto2, selanjutnya kami dibawa oleh perahu kecil kami menuju ke pulau yang paling dekat dengan pulau Karimun Jawa. SPOT 4: Di pulau Menjangan Besar, kami menyaksikan kumpulan hiu di penangkaran. Di sini kami berenang dan bermain bersama hiu2 jinak, dan juga hewan laut lainnya seperti ikan buntal dan bintang laut. Pulau ini menjadi penutup petualangan kami di hari kedua ini. Selepas matahari senja meninggalkan langit, kami pun kembali ke hostel kami. Setelah mandi dan bersih2 kami keluar ke alun2 untuk mencari makan malam. Kami menikmati sate kerang dan bakso ikan disana. Lapangan alun2 yang katanya biasanya selalu ramai, hari itu agak sepi dikarenakan kedatangan kami bertepatan dengan masa puasa. Kami pun mengakhiri hari di nikmatnya peraduan kamar kecil kami. Hari ke tiga: Boring day Hari ini dimulai dengan penjemputan para anggota tour. Kami harus berputar-putar, menunggu, menjemput anggota tour yang lain, selama satu jam. Awal yang menjemukan terobati dengan spot snorkling pertama yang sangat indah. Disana kami menemukan kembali clown fish atau nemo yang lucu. Berikutnya kami berhenti di pulau yang tidak kalah indah dengan pulau Cemara Kecil yaitu pulau Tengah. Selain warna laut yang biru terang, saat itu matahari juga tidak terlampau terik, sehingga kami dapat berenang santai dan foto-foto sebelum makan siang. Makan siang kami seperti biasa diisi dengan ikan. Well, saya kebetulan bukan orang yang sulit masalah makanan, jadi it's all fine. Selanjutnya kami lanjut menuju spot snorkeling ke dua. Lokasinya dekat dengan pulau Tengah. Dibandingkan spot lain, spot kali ini kurang begitu berkesan. Situasinya menjadi makin membosankan dimana kami kembali ke pulau Menjangan Besar. Alasannya karena anggota grup kami belum mengunjunginya. Tour hari ini berakhir disini. Seharusnya kami dapat menikmati spot spot lain, namun situasi tidak memungkinkan. Kami menerima saja kondisi ini, karena kami juga yang memutuskan untuk mencari tour di lokasi. Dilempar dari satu tour ke tour lain menyebabkan kami harus mengulangi spot-spot tour yang sama. Apabila Anda traveling hanya dengan 1 atau 2 orang teman, ada baiknya Anda join dengan open trip yang mulai sering bermunculan saat ini, sehingga itenerary-nya jelas. Jika Anda berangkat dengan rombongan diatas 6 orang, Anda tidak perlu khawatir dioper-oper tour. Setelah kami mandi di hostel, kami janjian bertemu dengan guide kami di kediamannya yang juga merupakan cafe. Tidak lama kami ngobrol santai disana, anggota tour hari itu terlihat sibuk mengemasi barang-barang mereka. Ternyata mereka harus kembali ke Jepara malam itu juga, karena jadwal mereka pulang (pagi hari) adalah saat ombak besar menerjang. Ini yang harus diperhatikan oleh traveller yang hendak berwisata ke Karimun Jawa. Anda tidak dapat melawan alam disini. Bahkan kami mendengar cerita, dimana ada rombongan tour yang harus stay selama 2 minggu di Karjaw karena cuaca mengganas. Kami tidur dengan cukup deg-degan membayangkan situasi di hari kami pulang. Hari ke empat: Road Trip Seperti biasa kami memulai hari dengan sarapan dengan lauk ikan. Di hari ke empat ini, Saya dan Ayu memutuskan untuk berpetualang mengelilingi pulau menggunakan sepeda motor yang kami sewa seharga Rp. 25.000,- seharinya. Dan kami pun berangkat! Tujuan pertama kami adalah bukit love. Spot 5: Dinamakan Bukit Love karena ada monumen bertuliskam love di puncak bukit dengan latar belakang laut dan pantai dari ketinggian yang indah. Setelah foto-foto, kami melanjutkan perjalanan menuju ke penginapan apung yang sedang dalam masa konstruksi. Saya membayangkan betapa indah penginapan ini saat sudah siap beroperasi. Suasananya dapat menandingi suasana liburan di Maldives dengan harga yang jauh lebih murah. Selanjutnya kami bertatap muka dengan pantai-pantai penuh sampah dan tidak terawat. Sungguh sedih melihat betapa jomplang kondisinya dengan pulau Cemara Kecil atau pantai Nirwana. Padahal potensi pariwisata disudut mana pun di Karimun Jawa sangat luar biasa asal pemerintah dan masyarakat Karimun Jawa sendiri peduli akan kebersihan lingkungan. Karena panasnya cuaca, kami sempat beristirahat dirumah ketua RW setempat untuk makan siang. Disana kami mengobrol tentang kondisi Karjaw sejenak. Kami menceritakan tentang pantai-pantai kotor yang kami temui. Menurut beliau, pantai-pantai tersebut sudah dibeli oleh investor yang tidak menggarapnya secara langsung. Betapa menyedihkan, melihat pantai-pantai di Indonesia yang seharusnya miliki semua rakyat Indonesia, ternyata dimiliki oleh segelintir milyuner lokal maupun asing. Perjalanan kembali berlanjut, Spot 6: Road trip berikutnya kami mengunjungi Mangrove Forest. Luar biasa melihat area hijau yang belum terlalu terjamah manusia. Begitu rindang, damai, dan indah. Jalur pengunjung memang sudah disediakan, namun karena pengunjung yang belum ramai, maka hampir tidak ada sampah berserakan dimana-mana, seperti yang biasa terlihat di hutan-hutan mangrove lainnya. Kami cukup bersemangat menyelesaikan perjalanan kami walaupun panas matahari tak memberi ampun. Perjalanan kami lanjutkan menuju rumah adat bugis. Bangunan berbentuk panggung ini sempat dinaiki dan dimasuki Ayu dengan biaya japrem Rp. 10.000. Kami tidak terlalu lama disana. Well, nothing too interesting to see, there. Selanjutnya, kami beranjak mencari pantai rahasia yang diceritakan oleh guide kami di kapal pada hari sebelumnya. Menurutnya, banyak bule berpasangan minta diantar ke pantai ini karena sepi dan jarang dikunjungi orang, karena letaknya cukup jauh dan tersembunyi. Disana bule-bule itu bisa menikmati pantai yang luas untuk diri mereka sendiri tanpa ada tatapan mata orang lain. Kami menemukannya dengan susah payah, karena setelah jalur motor selesai, kami harus melanjutkan trek dengan berjalan kaki menuju pantai private misterius itu. Kami memarkirkan motor di semak2, lalu melanjutkan perjalanan dengan mengikuti jalur yang sudah ada. Spot 7: Sesampainya di Secret Beach, kami disambut deburan ombak ringan, birunya laut dan sepinya suasana tanpa pengunjung. Hanya ada kami berdua. Ini merupakan highlights kedua kami di Karimun Jawa. Sensasi menikmati pantai tanpa penghuni. Kami pun menggantungkan hammock kami diantara dua pohon yang cukup rindang dan menyimpan barang kami di dekatnya. Kami langsung bergabung dengan jernihnya air laut. Bermain sebentar kami lalu bersantai di hammock. Tak terasa kami pun terlelap karena tertiup angin sepoi2. Tak terasa 2 jam berlalu. Pertama kali seumur hidup, saya dapat secara murni menikmati pantai tanpa ada kegiatan dan jadwal, hanya tidur dan leyeh-leyeh. Kami lalu memberesekan barang dan siap untuk melanjutkan perjalanan kembali. Kami berjalan menyusuri jalur yang ada untuk menuju motor kami parkirkan. Jalur terasa lebih panjang saat itu. Tapi Kami terus berjalan menyusurinya. Benar saja, kami malah keluar di jalan besar. Rupanya Kami salah mengambil jalur. Panik awalnya karena itu motor sewaan. Mampus deh, kalau sampai hilang atau dicuri orang. Akhirnya kami mencoba berjalan ke arah jalan dimana kami masuk untuk menemukan motor kami tadi. Untungnya tak lama berjalan motorpun ditemukan. Dia setia menunggu kedatangan kami kembali dibalik semak hijau. Next, tujuan kami adalah menyaksikan sunset terakhir di karimun jawa. Kami memacu motor menuju pantai Tanjung Gelam, pantai yang sudah sempat kami kunjungi hari sebelumnya. Namun suasana menjelang matahari terbenam berbeda karena menjadi lebih ramai. Banyak pengunjung yang mencari spot tebaik untuk mendapatkan sunset. Berbagai gaya di foto dengan latar belakang bundarnya matahari kemerahan di ujung senja. Hilangnya matahari dan bertambah gelapnya langit mengakhiri kunjungan kami. Kami pun pulang, berpacu dengan lembayung senja yang menuju ke kegelapan. Kondisi jalan yang tanpa lampu sangat berbahaya untuk ditempuh, saat harus berkendara di kegelapan total. Untungnya kami mencapai penginapan tepat sebelum cahaya terakhir sisa matahari hilang dari langit malam. Hari terakhir (ke-5) : Romansa sejarah Jepara Pagi terakhir kami diwarnai kehebohan. Jam ferry yang seharusnya pukul 09.00 tiba-tib menjadi pukul 08.00 karena cuaca tidak bersahabat. Untungnya, kami sudah siap sejak pukul 07.00. Kami menaiki ferry pukul 08.30 setelah sarapan dan bersantai. Setelah itu perjalanan kami pulang dimulai. Ferry berjalan lancar, ombak besar yang ditakutkan tidak terjadi. Kami tiba di Jepara dengan selamat pada pukul 10.00. Setibanya kami di Jepara, kami berpikir, ada baiknya kami berkeliling kota penuh sejarah ini sebelum pulang ke Bandung. Kami lalu menaiki becak seorang bapak yang penuh bangga akan kota Jepara untuk mengantarkan kami berkeliling. Bapak itu seakan menjadi guide kami menjelaskan sejarah dan seluk beluk Jepara. Setelah kami menikmati sate ayam sebagai sarapan, kami lalu mengunjungi klenteng tertua di kota Jepara, yakni Klenteng Hian Thian Siang Tee. Disana, Ayu berdoa meminta penurunan berat badan.:D Kami melanjutkan city tour Jepara ke museum RA Kartini. Saya sangat suka museum. Untuk Saya, museum adalah kumpulan cerita, romansa, kenangan, yang penuh arti. Di museum RA Kartini, Saya merasakan getaran sejarah merasuk ke dada nasionalisme Saya. Sayangnya kondisi, kebersihan, tingkat keterawatan, sampai ke kualitas bangunannya sangat menyedihkan. Betapa tidak pantas cerita seorang pioner dalam kesetaraan gender Indonesia, dipaparkan di dalam kondisi seperti itu. Seandainya, pemerintah bisa lebih turun tangan untuk memberikan preservation bagi museum-museum penuh makna seperti di Jepara ini. Lalu kami berpetualang menggunakan becak di sekeliling pengrajin pahat Jepara. Luar biasa bakat mereka menciptakan hasil karya penuh cita rasa. Konon hasil-hasil karya mereka dikirim ke luar negeri dengan untung ratusan juta. Karenanya Jepara ternama sebagai penghasil karya seni pahat terbaik Indonesia Setelah melihat garis besar Jepara, kami lalu diantarkan ke terminal bis Jepara. Disana kami menunggu sekitar 2 jam sampai bis menuju Bandung diluncurkan. Setelah perjalanan yang kembali begitu menyiksa (Saya sekali lagi menyarankan traveller yang yang hendak ke Karjaw untuk menggunakan pesawat ke Semarang) kami tiba kembali ke Bandung pada pukul 03.00 pagi. Diturunkan di terminal tutup dan sepi tanpa ada kendaraan lewat, kami beruntung berhasil mendapatkan taxi setelah menunggu sekitar 15 menit. Dan inilah akhirnya, tutup buku dari petualangan kami di Karimun Jawa. Akhir kata dari kami adalah: kunjungi tempat-tempat wisata di Indonesia sebelum mengunjungi luar negeri. Maju pariwisata Indonesiaku.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun