Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen: Aku Ingin Menjadi Kiper

26 Maret 2021   14:38 Diperbarui: 26 Maret 2021   14:39 649 19
"Yah, kenapa aku harus menjadi gelandang?"
"Karena aku melihat kemampuanmu ada di sini."

"Padahal, aku ingin menjadi kiper."
"Kenapa begitu?"
"Karena tidak semua pemain langsung memilih posisi itu."
"Benar. Gigi Buffon juga awalnya bukan kiper."
"Itulah yang kuinginkan. Aku ingin melakukannya dari awal."

"Aku tidak ingin kau beranggapan menjadi kiper berarti porsi latihanmu berbeda. Mumpung kau masih muda, ikutlah berlari dan menggiring bola. Cobalah rasakan bagaimana kaki-kakimu sering menyentuh bola."

"Jadi, Ayah tetap akan memainkanku sebagai gelandang, besok?"
"Tentu saja."
"Kenapa Ayah tidak mau mendengar keluhanku?"
"Karena kau berusaha membatasi diri. Kau ingin menghindari apa yang dilakukan teman-temanmu, padahal kau harus ke sana terlebih dahulu."

"Aku tidak mengerti, Yah."
"Kau ingin menghindari latihan berlari, menggiring bola, dan menendang bola akurat."

*

"Yah, bagaimana perkembanganku?"
"Lumayan."
"Apa ada tantangan lagi, besok?"
"Tentu."

*

"Yah, bagaimana kemampuanku menendang?"
"Lumayan. Besok, kau akan latihan menendang lagi."


*

"Tendanganmu bagus. Berarti kau sudah cukup mengerti cara mengontrol kekuatan tendangan."
"Apakah besok masih latihan menendang?"
"Betul. Ayo, kita pulang!"


*

"Hari ini berat. Menendang sambil berlari berarti akurasinya berkurang."
"Benar. Masih ada waktu untuk memperbaikinya.
Sekarang, minumlah!"


*

"Aku tadi kecewa, tendanganku yang terakhir gagal masuk. Padahal, sudah kulakukan seperti percobaan kelima dan ketujuh."

"Besok masih bisa kaucoba lagi."
"Kenapa tidak sekarang? Aku rasa masih ada tenaga untuk kembali latihan. Lagipula, teman-teman juga masih berlatih."
"Tidak usah."


"Kenapa, Yah?"
"Menghabiskan tenaga, berarti kau butuh waktu lebih lama untuk kembali sediakala."
"Aku nanti tidak akan main game, dan langsung tidur kok, Yah."


"Dengar, terkadang kau juga butuh bermain game."
"Aku tidak menyangka."
"Aku tidak melarangmu bermain game. Tapi, aku akan menghentikan waktumu bermain game jika terlalu lama."
"Oke, Yah. Aku mengerti."


*

"Yah, aku terkejut dengan latihan hari ini."
"Bukankah, waktu itu kau menginginkannya?"
"Aku bahkan hampir melupakannya."
"Kau masih punya tekad."
"Bagaimana Ayah tahu?"
"Kau hanya kebobolan 15, sedangkan temanmu kebobolan 25."


"Apakah itu sesuai target?"
"Tidak. Tapi, sesuai dengan gairahmu."


*

"Yah, aku sampai sekarang tidak mengerti. Kenapa Ayah akhirnya membiarkanku menjadi kiper sampai saat ini?"
"Karena kemampuanmu sudah membaur dengan tekad. Jika kau hanya bermodal keinginan dan ketidakmampuan bermain bola, aku akan mengirimmu ke kursus komputer."
"Ternyata Ayah juga bisa melucu."
"Padahal, aku serius."


"Terima kasih, Yah. Aku senang Ayah melatihku dengan keras."
"Kau saja yang berpikir begitu. Kalau aku menganggap porsi latihanmu hanya bersenang-senang. Coba bandingkan dengan latihanmu di akademi. Beda, kan?"


"Iya. Berbeda. Tapi, di sana aku sudah menjadi kiper. Dan, terkadang aku membayangkan untuk menjadi gelandang dan mengeksekusi tendangan bebas."
"Lain kali, lakukan itu. Karena, aku juga sering kesal melihat rekanmu sering menendangnya seperti kiper zaman dulu."

*

"Yah, anakku sepertinya punya kemampuan menjadi kiper. Tetapi, dia ingin menjadi striker."
"Memang, zaman sekarang fokus media jejaring ke sana. Dia terlalu banyak menonton cuplikan-cuplikan video yang menyorot proses terjadinya gol."


"Lalu, apa yang harus kulakukan?"
"Latihlah dia seperti kiper, tetapi dengan cara yang kaupahami."
"Aku tidak punya filosofi."


"Begini, aku dulu melatihmu untuk berlari kuat sebelum melompat. Sekarang, kau melatihnya untuk melompat sebelum menyundul bola. Apa kaupaham?"

***

Malang, 26 Maret 2021
Deddy Husein S.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun