Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen: Sang Penunggang Ikan

18 Mei 2021   17:54 Diperbarui: 18 Mei 2021   18:14 315 5
Lereng itu curam. Ada beberapa pohon kecil yang tumbuh di sana. Mereka berbaris dengan acak, mengisi tanah agar tak begitu kesepian. Di samping pohon, tampak si pemuda sedang tidur. Ia memeluk sebuah botol berisi air. Tanpa sengaja, saat ia membenarkan posisi tubuhnya, botol itu terlepas dari dekapannya. Botol itu perlahan menggelinding, lalu jatuh ke dalam sungai kecil.

"Plung!"

Mendengar suara itu, si pemuda terperanjat dan tahu kalau botol itu tercebur.

"Oh, tidak!"

Ia pun segera terjun ke sungai untuk mencari botol itu. Ia berenang kesana -- kemari, namun botol itu tak ditemukannya. Sampai ia melihat sebuah cahaya redup di kejauhan. Ia mendatangi cahaya itu. Semakin lama semakin terang. Saat ia berada di dasar sungai, tampak banyak makhluk sungai berkumpul.

"Ayo!" kata seekor kecebong.

Di belakangnya ada beberapa ikan wader. Mereka bersorak, "Cepat mulai!"

Si pemuda mendekati kerumunan itu. Ia melihat di tengah keramaian, ada empat orang yang menunggangi ikan. Keempat orang itu berbaris di belakang sebuah garis. Rupanya disana ada sebuah pertandingan balap ikan. Seekor kura -- kura memegang bendera di depan. Lalu ia memberi aba -- aba kepada para pembalap.

"3.. 2.. 1..!!!" teriaknya, lalu menyembunyikan tubuhnya ke dalam cangkangnya saat para pembalap itu melesat melewatinya.

Si pemuda melihat balapan itu, dan melihat botolnya ada di tengah lintasan. Ia berenang kesana untuk mengambil botol itu. Namun dari arah berlawanan, seekor ikan melaju dengan kecepatan tinggi. Membuat keduanya bertubrukan dan terpental ke pinggir arena.

"Ah, padahal tinggal sedikit lagi!" gerutu seekor ikan wader.

"Orang itu pengacau! Tangkap dia!" kata seekor belut.

Makhluk -- makhluk itu pun mengejar si pemuda. Saat si pemuda hendak melarikan diri, tiba -- tiba ia dicegat oleh seorang penunggang ikan.

"Naiklah!" kata orang yang menunggangi ikan itu.

Setelah menyambar botol miliknya, si pemuda pun naik. Dia dibonceng oleh seorang wanita yang bertubrukan dengannya. Mereka berdua melesat, meninggalkan kerumunan para penonton yang geram.

**

Keduanya tiba di sebuah cangkang mutiara. Wanita itu turun dari ikan, lalu membuka cangkang itu dan mengajak masuk si pemuda. Di dalam cangkang itu ada kursi, meja dan sebuah kasur. Namun yang membuat si pemuda heran adalah, begitu banyaknya piala di dalam cangkang itu.

"Terima kasih sudah menyelamatkan aku tadi. Maaf tadi aku tiba -- tiba berenang ke tengah lintasan dan mengacau."

"Jangan dipikirkan. Aku tak jarang ikut balapan itu, dan kadang balapannya tak berjalan sesuai rencana. Tapi ngomong -- ngomong, apa yang membuatmu sampai ke sungai ini?" tanya nona itu.

"Eh.. aku.. mencari barangku yang jatuh ke sungai ini."

"Barang apa?"

"Botol minum." Kata si pemuda sambil menunjukkan botol itu dengan sekilas.

"Oh ya, ngomong - ngomong kemana jalan menuju ke daratan? Aku ingin kembali kesana."

"Biar aku antar kau. Kalau kau berjalan sendiri, para penonton tadi bisa menangkapmu.."

"Tunggu dulu. Aku dan kau baru kali ini ketemu, dan aku sudah mengacaukan balapanmu, tapi kenapa kau malah menolongku?"

Si nona mengedip -- ngedipkan kedua matanya selama beberapa saat.

"Hemmm.. Menolong ya? bagaimana menjawabnya ya.."

Si nona bertopang dagu sebentar, lalu berkata.

"Mungkin begini.. Dulu.. aku punya beberapa teman. Mereka mengajariku caranya menjinakkan ikan liar, menunggang ikan dan bagaimana cara memenangkan balapan. Setelah itu, aku ikut balap ikan itu dan kadang menjadi juara.  Aku bangga, senang dan terus terpacu untuk latihan."

Setelah memperlihatkan beberapa piala kemenangannya, nona itu meneruskan.

"Lalu suatu hari aku merasa, kalau tidak ada mereka yang mengajariku, tentu aku tak bisa menjadi juara. Sampai akhirnya aku ingin memberi sesuatu kepada mereka, sebagai bentuk terimakasih. Tapi sayangnya, sebelum itu terwujud, satu per satu mulai tiada."

"Tiada bagaimana?"

"Mereka ada yang pindah ke sungai lain. Ada juga yang sudah tutup usia. Padahal aku belum memberi apa -- apa kepada mereka. Sejak itulah aku ingin menebusnya, dengan cara menolong siapapun yang bisa ku tolong."

Si pemuda lalu bertanya.

"Jadi karena itulah kau menolongku meski tak kenal?"

"Begitulah, karena kalau tak kulakukan, keinginan itu akan terus membebani sepanjang hidupku."

Setelah itu, nona mengantar si pemuda ke daratan dan kembali menyelam ke dasar sungai. Si pemuda berjalan ke sebuah pohon. Lalu ia mengambil botol dari sakunya dan menatap air suci itu.

"Kau.. aku bisa menggunakanmu untuk menguasai dunia. Tapi aku lebih tertarik untuk meraih mimpiku yang belum kudapatkan. Karena kalau tak kulakukan, itu akan membebani sepanjang hidupku."

Lalu ia memasukkan botol itu ke dalam tasnya, dan menyisipkan dua foto ke dalam sakunya. Satu foto bergambar keluarga orang gunung, dan satu foto bergambar seorang gadis muda. Tanpa ia sadari, dua ekor kelinci membuntuti pemuda itu.

"Lihat! Dia mulai bergerak lagi setelah hilang ingatan!" Kata kelinci hitam.

"Apa kubilang. Dia akan menepati janjinya kepada orang gunung itu." Kata kelinci putih.

"Kupikir dia akan terus tergoda dengan air suci itu, dan berambisi untuk mengendalikan dunia."

"Kupikir juga begitu. Dengan memimpin dunia, dia bisa melakukan apapun sesukanya, dan pasti mendapatkan apa yang ia mau dengan mudah."

"Bodoh sekali! Hidup nyaman dengan penuh kepastian tak mau ia ambil. Tapi ia malah memilih berpetualang dalam ketidaktahuan dan ketidakpastian! Apa sebenarnya yang ia inginkan?"

"Entahlah. Mungkin bagi petualang seperti dirinya, menjadi penguasa dunia membuatnya cepat bosan dan tak ada tantangan. Jadi kupikir dia menukar kenyamanan itu dengan sebuah petualangan baru, dan melepaskan anggapan lama yang menyedihkan untuk sensasi ketidaktahuan."

Kedua kelinci itu terus mengikuti si pemuda, dimana dengan langkah mantap ia berjalan menuruni lereng itu, menuju sebuah perkampungan kecil yang tak asing baginya demi menepati sebuah janji.

"Mereka sudah lama mencari air ini tapi gagal menemukannya. Aku ingin tahu, apa yang terjadi saat aku memberi air ini kepada mereka." kata si pemuda, sambil melangkah masuk melewati perkampungan itu dengan sesungging senyum lega.

Tamat

Cerita sebelumnya:
Sebotol Air Bertuah

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun