Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen: Sepasang Kelinci Penggoda

9 Mei 2021   05:53 Diperbarui: 9 Mei 2021   07:01 558 4
Fajar menyingsing, menyambut hari baru. Bintang timur masih berpendar terang, saat seorang pemuda melintasi pegunungan yang remang -- remang. Dia berjalan lewat jalan setapak, dan di kanan -- kirinya banyak semak tumbuh.

Saat ia menuruni jalan itu, tiba -- tiba ia mendengar suara dari balik semak itu.

"Kresek.. Kresek.."

Si pemuda awalnya mengabaikan suara itu, tapi sepertinya suara itu mengikutinya.

Karena tak enak dengan perasaannya, ia mengambil tombak dari balik punggungnya, lalu ia mengendap -- endap menuju semak itu, ingin menangkap basah si penguntit.  Ia kaget, karena yang ia temukan ternyata seekor kelinci berwarna putih lembut.

"Aku kira babi atau siapa.. ternyata makhluk imut ini yang membuntutiku."

Saat si pemuda akan berjalan lagi, si kelinci menyahut, "Siapa yang imut?"

Si pemuda kaget dan menoleh, "Wah, selain imut bisa bicara juga!"

Si kelinci berlari mendekati si pemuda.

"Aku tahu kau membawa sesuatu yang berharga." Kata kelinci itu.

"Tidak, aku hanya kebetulan lewat sini. Aku tidak punya wortel atau buah -- buahan untukmu. Maaf."

"Bukan makanan yang kumaksud. Tapi sesuatu di dalam tas kecilmu."

"Tidak, aku tak punya barang berharga di dalam tas ini."

Si kelinci makin mendekat.

"Kau membawa air bertuah itu, kan?"

Si pemuda terdiam sejenak, lalu mengambil sikap waspada.

"Kau tahu darimana?"

"Pertanyaan konyol! Aku keluar dari dalam botol itu!"

"Hah? Apa maksudmu?"

"Aku adalah kelinci penunggu botol air itu."

"Penunggu?"

"Ya. Lihatlah tutup botol itu. Ada gambar kelinci kan?"

Si pemuda pun melihat tutup botol, dan memang benar ada gambar kelinci diatasnya.

"Ya, aku lihat. Tapi kok di gambar ini kelincinya dua ekor?"

Tiba -- tiba dari balik semak lain, muncullah seekor kelinci lagi. Tubuhnya sama seperti yang pertama, cuma yang ini berwarna hitam.

"Bagaimana, sudah dua kan?" kata kelinci hitam.

Si pemuda bingung, melihat di kanan -- kirinya ada sepasang kelinci berwarna hitam dan putih.

"Kau selalu saja mengikutiku." Kata si kelinci putih.

"Tidak, kau lah yang selalu meninggalkan aku." kata si kelinci hitam.

"Hei, sebenarnya kalian berdua mau apa?" tanya si pemuda.

"Seperti yang kubilang, aku penunggu botol itu. Aku menjaganya agar air itu tak disalahgunakan oleh pemiliknya." Kata si putih.

"Oh, baguslah. Karena aku membawa air ini untuk menolong orang gunung. Jadi tak apa kan?"

Sebelum kelinci putih menjawab, kelinci hitam menyahut.

"Jangan lakukan! Air itu susah payah kau dapatkan, tapi hanya kau gunakan untuk menolong orang lain? Kenapa kau tidak menggunakan air itu untuk menguasai dunia? Dengan begitu, tidak hanya mereka saja yang tertolong! Tapi kerajaan dan makhluk lainnya juga!"

Si pemuda terdiam, berpikir perkataan si hitam ada benarnya.

"Jangan menuruti omongannya! Si hitam itu hanya menggodamu! Bukankah kau sudah berjanji untuk membagi air itu dengan orang gunung?" kata si putih.

Si pemuda berpikir, perkataan si putih juga benar.

"Tapi kalau kau berbagi air dengan orang gunung, mereka bisa berbalik menyerang dan membunuhmu!" kata si hitam.

Si hitam lalu mendekati si pemuda.

"Kau tak tahu apa yang akan dilakukan seseorang, kan?" katanya.

Si pemuda menjadi bingung, di depannya ada sepasang kelinci yang mencoba mempengaruhinya.

"Meski kau tidak tahu masa depan, tapi kau punya janji yang harus kau tepati!" kata si putih.

"Menepati janji itu hal yang bagus, kalau tidak membahayakan keselamatanmu!" kata si hitam.

Si pemuda makin bingung. Ia baru sadar kalau air bertuah itu bisa digunakan untuk apa saja. Sementara kedua kelinci itu terus memancing keinginan liarnya. Hingga akhirnya si pemuda tak tahan, lalu mengusir kedua kelinci itu dengan tombaknya. Lalu ia berjalan menuruni gunung lagi.

"Kau pikir dia akan menuruti keinginanmu? Mana mungkin! Dia punya ambisi yang besar! Aku tahu dia akan menggunakan air itu untuk menguasai dunia!" Kata si kelinci hitam.

"Tidak, meski ambisinya besar, aku yakin dia ingat akan janjinya." Kata si putih.

"Ingat janji apanya? Dulu dia pernah bilang akan menemui gadis pujaannya, tapi mana buktinya? Tidak ada! Itu karena dia dimakan oleh ambisinya sendiri!"

"Jangan dengarkan omongan si hitam. Dia mencoba mengalahkanmu. Ingatlah nasib anak -- anak gunung itu. Mereka sudah kehilangan orangtua dan saudara demi mendapatkan air terjun itu. Tanpa pengorbanan mereka, kau tak mungkin membawa air itu sekarang!"

"Lalu apa? Membiarkan orang -- orang gunung itu menguasai dunia? Kalau begitu, ujung -- ujungnya kau akan dimangsa juga oleh mereka! Jadi sebelum mereka melakukannya, kumohon lakukanlah dulu, demi keselamatanmu!"

Si pemuda menjadi gelisah sekaligus marah. Ia mendapat tekanan dari kedua hewan kecil itu. Lalu ia mengusir mereka lagi, dan berlari meninggalkan gunung.

"Lihat! Desa orang gunung makin dekat. Kau bisa menemui mereka dan memberi sebagian air itu untuk mereka." Kata si putih.

"Jangan gegabah! Sedekat apa mereka denganmu? Teman bukan, saudara sekandung apalagi! Lalu kau mempercayakan nasibmu kepada mereka?" tanya si hitam.

"Jangan dengarkan omongannya! Mereka sudah jelas menolongmu mendapatkan air itu! Sekarang waktunya membalas kebaikan mereka!"

"Mereka awalnya terlihat ingin menolongmu. Tapi setelah mendapatkan air terjun itu, mereka akan mengambil punyamu! Dengar, seekor ikan akan terpancing dengan umpan yang lezat." Kata si hitam.

Si pemuda kalut lagi. Kini ia sudah dekat dengan tempat tinggal orang -- orang gunung. Namun keinginan untuk berbagi air itu kian menjauh. Kedua kelinci nakal itu terus berselisih di depannya, hingga membuat si pemuda kehilangan kepercayaan kepada siapapun, dan hanya menggantungkan harapannya kepada sebotol air bertuah yang dibawanya.

Tamat

Cerita sebelumnya:
Sepucuk Pesan dari Seekor Merpati

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun