Awalnya nama itu terdengar keren dan mudah diingat. Saya menyukainya. Saya membacanya berkali-kali, setidaknya setiap kali mengakses Facebook, dan membayangkan bagaimana reaksi teman-teman saya saat membacanya. Saya juga melangkapi data diri semenarik mungkin sebab saya yakin akan ada seseorang yang membacanya secara seksama.
Pada tahun-tahun itu, di antara berbagai hal yang saya sering lakukan setiap kali mengakses Facebook, selain membaca kabar dan melihat foto yang dibagikan oleh teman-teman saya, adalah membuka profil orang lain. Saya tidak tahu mengapa, tetapi saya merasa senang saat mencari tahu, misalnya, tempat dan tanggal lahir seseorang, apa yang ia sukai, bagaimana pandangan politiknya, apa kutipan favoritnya, tempat-tempat mana saja yang pernah ia kunjungi, juga, yang paling penting; apa setatusnya saat ini. Dan, dari sekian banyak teman-teman saya di Facebook, hanya profil perempuan itu yang sering saya lihat -- inilah tujuan saya menggunakan Facebook.
Beberapa waktu kemudian saya baru tahu bahwa para pengguna Facebook dapat mengetahui siapa-siapa saja yang sering mengintip profil mereka. Saya jadi khawatir. Bagaimana kalau perempuan itu tahu bahwa saya sering mengintip profilnya? Maka, untuk mengakalinya, saya kembali mengganti nama Facebook saya -- yang awalnya 'Anwar Tak Jel*s', menjadi 'Anwar Chairil'.
Itu sepuluh tahun yang lalu, ketika Facebook masih berfokus pada pertukaran kabar antara orang-orang yang saling mengenal, di manapun mereka berada. Namun seiring perkembangan media dan teknik pemasaran, Facebook seperti beralih fungsi dari tempat bertukar kabar menjadi pasar modern, di mana seseorang atau lembaga atau instansi atau perusahaan memasarkan barang dan jasa mereka.