Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Menetralkan Perbedaan dan Perselisihan dengan Pendekatan Pemikiran Imam As-syafii

12 Agustus 2021   17:02 Diperbarui: 12 Agustus 2021   17:07 174 5
Perbedaan memang realitas, faktual dan tak bisa ditolak. Dalam istilah agama Islam hal itu disebut sunatullah. Artinya sudah menjadi ketetapan dan takdir Allah perbedaan itu ada.

Dengan demikian menolak perbedaan berarti melawan takdir Allah atau mengingkari Sunnah nya. Karena dibalik perbedaan terdapat tanda-tanda kebesaran Ilahi Rabb.

Mari melihat sepotong Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala berikut:

"Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat)," (QS. Hud 11: Ayat 118).

Lalu ayat berikut nya:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat (keputusan) Tuhanmu telah tetap, "Aku pasti akan memenuhi Neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya." (QS. Hud 11: Ayat 119).

Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat di atas maksudnya, perselisihan masih tetap ada di kalangan manusia dalam masalah agama, dan akidah mereka menjadi terbagi ke dalam berbagai mazhab dan pendapat.

Ikrimah mengatakan bahwa mereka masih tetap berselisih pendapat dalam hal petunjuk.

Namun Al-Hasan Al-Basri mengatakan, mereka berselisih pendapat dalam masalah rezeki; sebagian dari mereka menguasai sebagian yang lain.

Konsep rezeki menurut Islam bermakna rezeki berarti kekayaan, nasib, harta warisan, upah, dan anugerah atau pemberian. Rezeki juga termasuk makanan, hujan, dan buah-buahan.

Perselisihan muncul biasanya karena mempersoalkan perbedaan. Sebab perbedaan pasti ada, maka ketika dipermasalahkan sehingga muncul menjadi perselisihan dan perdebatan tanpa ujung.

Lantas bagaimana menyikapi perbedaan pandangan atau perselisihan yang berujung pada perdebatan yang tiada akhir?

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 199).

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menukilkan sehubungan dengan makna firman-Nya: Jadilah engkau pemaaf. (Al-A'raf: 199), yakni terhadap sikap dan perbuatan orang lain tanpa mengeluh.

Hisyam ibnu Urwah telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa Allah Swt. telah memerintahkan Rasul-Nya agar bersifat memaaf terhadap akhlak dan perlakuan manusia (terhadap dirinya).

Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud ialah 'bersikap lapang dada lah kamu dalam menghadapi akhlak mereka'.

Kemudian makna bodoh pada ayat di atas bermakna sok pintar. Tipe orang seperti ini tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. Setiap yang berseberangan dianggap salah.

Dalam istilah lain kata bodoh bersinonim dengan kata bebal, bisa diartikan keras kepala dan buta pula mata hatinya.

Menghadapi orang yang berkarakter demikian. Imam Ali bin Abi Thalib memberikan isyarat seperti ini:

"Jangan nasehati orang bodoh karena dia akan membencimu. Tapi, nasehatilah orang berakal niscaya dia akan mencintaimu."

Maka Sayyidina Hasan Al-Basri juga memberikan tip bagaimana sikap yang ideal ketika berhadapan dengan orang bodoh/bebal.

"Jika engkau duduk bersama orang bodoh maka diamlah, jika engkau duduk bersama ulama maka diamlah. Sesungguhnya diammu dihadapan orang bodoh akan menambah kebijaksanaanmu, dan diammu dihadapan ulama akan menambahkan ilmumu."

Penulis pikir pesan Imam Ali dan Sayyidina Hasan cukup jelas dan menjadi pedoman bagi setiap orang yang berakal untuk menyikapi karakter orang yang disebutkan di atas

Apalagi di zaman sekarang orang suka memperdebatkan sesuatu, padahal perkara itu sudah jelas kedudukannya.

Fenomena ini dapat dengan mudah kita temukan misalnya di media sosial, dalam interaksi sehari-hari, dan di forum-forum pertemuan.

Padahal perselisihan dan perdebatan dalam pandangan Islam termasuk perbuatan yang tidak dianjurkan. Konon berdebat dengan orang bodoh.

Imam As-syafii berpesan, " apabila orang bodoh mengajakmu berdebat, maka sikap terbaik adalah diam, tak menanggapi. Jika kamu melayaninya kamu akan susah sendiri. Dan, jika kamu berteman dengannya maka ia akan selalu menyakiti hati."

Maka ketika diantara kita terdapat perbedaan yang kemudian berujung kepada perselisihan dan perdebatan yang saling mengklaim dirinya benar. Ingatlah pesan atau pemikiran Imam As-syafii tersebut.

Semoga setiap perkara yang terdapat perbedaan hendaknya kita bisa netral kan emosi, pemikiran, dan hati pada titik NOL. Semoga tidak memiliki keinginan untuk ngegas lalu berujung pada perselisihan. (*)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun