Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Budaya Maulid Nabi SAW, Budaya Bersyukur dan Berterima kasih

15 Mei 2013   22:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:31 291 0
Dalam beberapa tahun terakhir, gairah dan semangat masyarakat untuk bershalawat dan mengadakan maulid Nabi SAW semakin meningkat. Bahkan tak jarang diadakan pula perlombaan atau festival membaca maulid seperti yang biasa diadakan di Radar Cirebon. Tentu kondisi tersebut merupakan angin segar di tengah semakin deras dan gencarnya serangan kapitalisme barat dengan berbagai macam model variannya seperti wahabisme, dan gaya hidup hedonis dan pragmatis di tengah-tengah masyarakat.

Tradisi membaca maulid Nabi SAW merupakan tradisi membaca dan mempelajari sejarah Nabi SAW untuk kemudian diteladani bersama. Tradisi membaca maulid merupakan tradisi mengekspresikan rasa syukur dan mengucapkan terima kasih.

Sehingga, apabila tradisi yang mulia tersebut tidak dilestarikan, maka bisa jadi anak cucu kita di kelak kemudian hari tidak akan mengenal Nabi SAW, tidak mengetahui sejarah perjuangan Nabi SAW atau dalam istilah jawa dikenal dengan istilah kepaten obor.

Selain itu, oleh karena pembacaan maulid Nabi SAW merupakan ekspresi rasa syukur dan ucapan terima kasih, maka secara tidak langsung dengan pembacaan maulid Nabi SAW ini kita diajari dan diajak untuk bersyukur dan berterima kasih kepada Allah dan rasul-Nya.

Lalu muncul pertanyaan, bukankah masih ada cara lain bersyukur kepada Allah? Mengapa maulid termasuk, maulid kan bid’ah? Mengapa kita harus berterima kasih dan bersyukur ke Nabi SAW? Bukankah kita belum pernah bertemu dengan beliau SAW?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, penulis akan mengambil dhawuh dari Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. Maulana Al-Habib berkata bahwa inti dari peringatan dan pembacaan Maulid Nabi SAW adalah syukur kita terhadap Allah Ta’ala karena Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW dan kita termasuk ke dalam umat beliau SAW.

Maulana Al-Habib melanjutkan bahwa peringatan dan pembacaan maulid Nabi SAW juga merupakan ungkapan rasa terima kasih kita kepada Nabi SAW agar kita mencintai Rasul SAW. Kita iman dan islam karena kita mengenal Nabi Muhammad SAW. Ibarat begini, kalau orang tua kita tidak kenal Nabi SAW, lalu tidak iman dan islam, kemudian orang tua kita menikah dan melahirkan, maka artinya kita lahir sebagai anak haram. Contoh sederhana saja, kita terlahir sebagai anak halal karena orang tua kita kenal Nabi Muhammad SAW. Sehingga, oleh karena bersyukur itu diwajibkan, maka membaca maulid Nabi SAW itu pun menjadi wajib.

Adapun dalil naqli dari maulid Nabi SAW ini sudah jelas terdapat dalam Al-Quran. Di dalam Al-Quran banyak terdapat maulid Nabi Musa AS, Nabi Isa AS, dan Nabi-nabi lainnya. Bahkan di Al-Quran Allah Ta’ala Yang Menciptakan seluruh makhluk termasuk menciptakan Nabi Muhammad SAW pun menyaksikan dan menyebutkan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW. Apakah hal tersebut bukan termasuk maulid?

Walhasil, oleh karena pembacaan dan peringatan Maulid Nabi SAW merupakan wujud syukur dan terima kasih kita kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, maka perlu untuk semakin gencar dan semangat dilestarikan. Karena apabila kepada Allah dan Rasul SAW saja tidak mau berterima kasih, apalagi kepada makhluk-Nya yang lain.

Selain itu, pembacaan maulid Nabi SAW juga dilakukan dengan harapan turunnya berkah dan syafaat dari Baginda Nabi SAW sehingga kita, keluarga, dan lingkungan kita terhindar dari berbagai macam bala’ dan fitnah dan tentu saja kita berharap bisa meneladani akhlak Nabi SAW melalui pembacaan maulid Nabi SAW. Wallahu A’lam

Allahummahdinaa fiiman hadaita

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun