Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Daya dari Sudut Filsafat

31 Juli 2020   05:05 Diperbarui: 31 Juli 2020   05:16 23 0
Daya ada dalam diri manusia. Daya dari mana? Yah, dari DIA. Tiap manusia ada daya. Daya tumbuh, NAFSU. Daya ingat, NALAR. Daya tarik, NALURI. Daya serap, NURANI. (4N, Kwadran Bele, 2011). Dengan alat ukur ini, 'Kwadran Bele', kita dapat mendalami secara mendalam apa itu daya. Ada ungkapan, 'Maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai', ini putus asa. Karena ada daya inilah manusia dapat bergerak (NAFSU), berpikir (NALAR), bergaul (NALURI), berdoa (NURANI). Manusia kalau  itu dilihat dari postur tubuh, cuma seonggok daya (besar- kecil), sebungkus daya (berat x ringan), segumpal daya (kuat x lemah), seperangkat daya (baru x lama), sesosok daya ( sehat x  sakit). Ini masuk kategori NAFSU. Kalau hanya sebatas ini, maka manusia ada daya yang sama dengan benda lain, batu, kayu, alat, pohon, hewan. Manusia ada daya tangkap, daya pikir, daya ingat, ini kategori NALAR. Kalau hanya ini saja digandeng dengan NAFSU, binatang juga ada daya yang sama. Merpati sangat kuat daya ingatnya, ke mana dia harus pulang pada malam hari. Manusia ada daya juang, daya tarik, daya tangkal, daya tahan. Ini masuk kategori NALURI. Dengan daya ini manusia dapat saling tarik-menarik, berpacaran, kawin dan ada keturunan. Manusia hidup berkelompok karena ada daya juang dan daya tahan. Ini karena NALURI.  Manusia ada daya tobat, ada daya renung, ada daya mohon, ada daya syukur. Ini karena ada NURANI. Daya yang satu ini, NURANI, tidak ada pada batu, pohon dan binatang. Hanya ada pada manusia. Di sinilah keunggulan manusia yang dilengkapi oleh PENCIPTA dengan empat N: NAFSU + NALAR +NALURI + NURANI, satu kesatuan sebagai sumber daya untuk berdaya dan berjaya. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun