Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Madre dan The Naked Traveler 3

11 September 2011   04:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:04 314 0
Judul di atas bukanlah cita-cita saya semasa kecil, karena dari kecil saya bercita-cita jadi pengkhayal professional. Maksudnya, seperti sutradara, pengarang buku, penulis puisi, pencipta lagu dan profesi lain yang mencetak penghasilan dari khayalannya. Belakangan alias baru tiga hari ini akhirnya saya berkhayal menjadi tukang roti dan penjelajah dunia. Hal itu disebabkan saya baru saja menamatkan ‘Madre’ yang ditulis Dee Lestari dan The Naked Traveler 3 oleh Trinity. Kedua buku tersebut diterbitkan Mizan dengan Publishing berbeda, Madre oleh Bentang dan TNT oleh BFirst. Yang satu bersampulkan coklat dan gambaran suasana toko roti zaman Belanda, TNT masih dengan cover serupa TNT 1&2 hanya kali ini berwarna oranye. Izinkan saya membahas Madre terlebih dulu. Saya jatuh cinta pada Dee sebagai penulis pada karyanya yang berjudul Supernova: Akar, waktu SMP saya membaca dan tidak paham dengan apa yang ia tulis kecuali bahwa si Bodhi—tokoh utamanya itu seorang tattoo artist yang pernah tinggal lama di vihara dan dianggap anak dewa. Selebihnya kekuranggaulan saya menyebabkan saya tak bisa mengerti cara kerja e-mail, backpacking, gaul ala gay, dan lainnya. Saat SMA, Dee dan band bernama The Titans mampir ke sekolah dalam rangka kampanye sabun anti jerawat. Saya kagum akan kecantikan naluriahnya, anggun dan lembut tanpa banyak aksesoris gemilang, menggoda saya untuk mengeluarkan Akar dari rak berdebu dan membacanya lagi, dengan pemahaman saya yang lebih luas. Kemudian berlanjut pada Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (buku pertama), lalu  Supernova: Petir. Karya yang begitu mengagumkan, selalu terlintas dalam benak saya –berapa lama atau dengan cara apa dia meriset segala hal ini? Dee membuka jalur antara sains, ilmu agama, metropolis, astrologi, cinta platonik, alam semesta menjadi hal-hal yang ringan diperbincangkan setiap kita nongkrong minum kopi. Ngomong-ngomong kopi, Dee muncul lagi dengan Filosopi Kopi disusul Rectoverso. Filosopi Kopi tidak berbentuk tetralogi seperti Supernova, ia merupakan racikan cerpen Dee beberapa dekade silam. Saya masih terkagum-kagum dengan pengetahuan luar biasa Dee, bukan hanya soal sains tapi soal kopi, mendorong saya waktu itu membeli sebungkus kopi Robusta dan Arabika di toko Aroma Jalan Banceuy. Rectoverso memiliki slogan yang memorable; dengar fiksinya, baca musiknya. Sebuah alunan mewah, mahal, mengenyangkan mengalun dari sebuah CD yang mendampingi penerbitan buku dengan judul sama itu. Track Peluk (feat Aqi Alexa), Aku Ada (ft Arina Mocca), dan Curhat Buat Sahabat are very recommended for you. Perahu Kertas sebenarnya karya yang sangat teen-lit bagi saya, membandingkannya dengan karya yang lain saya malah lebih senang tokoh Elektra dalam Supernova: Petir daripada Kugy. Buat saya Kugy terlalu saya, hahaha. Seorang gadis mungil yang berpenampilan urakan, punya keluarga dan sahabat yang ajaib. Menjadi penulis dongeng adalah jalannya, apalagi ketika bertemu Keenan yang ganteng-gagah-cerdas-dan jago melukis, karya Kugy semakin bagus. Kisah Perahu Kertas sangatlah Korea, masih bermain astrologi, Dee menampilkan karya yang aduhai romantisnya tapi gak unyu-unyu, kompleks tapi gak dibuat-buat. Karena hidup memang takdir yang hanya perlu kita jalani, “hati itu dipilih, bukan memilih…” itu adalah kutipan favorit saya. Oh ya, Madre… gak apa-apa dong saya loncat indah dulu kesana kemari terus mendarat di MADRE. (Nggak apa-apa saya ini yang nulis ), yang saya tahu Madre itu bahasa Spanyol-nya Ibu. Kalau di Perahu Kertas, Dee ngekost di Bandung dekat kampus demi meriset kehidupan sehari-hari mahasiswa, kira-kira untuk Madre dia diam di mana ya? Dia hapal banget kondisi toko roti tua yang nasibnya di ujung tanduk karena harus bersaing dengan tukang roti berkincir angin (Holland), roti yang bisa bicara (BreadTalk), roti yang jadi raja pop (J.Co) sampai roti yang jadi ringtone Nazarudin (Sari Roti) hihihi. Kejungkirbalikkan nasib tokoh utama; Tansen menjadi sudut pandang yang mencerminkan modernitas vs tradisional tanpa menyinggung suku adat dan budaya. Siapapun yang jadi Tansen pasti mengalami shock yang beragam ekspresi begitu tahu dia harus mengurus sebuah adonan roti bernama Madre. Tanpa mengurangi kekaguman saya pada Dee, buku terakhirnya yang tipis ini merupakan karya yang paling buruk, kecuali untuk 73 halaman pertama yaitu cerpen Madre-nya saja.  Isi Madre yang lain hanya puisi-puisi dan curhatan, quote favorit saya ada di cerpen Semangkuk Acar untuk Cinta dan Tuhan.

“Itulah Cinta. Itulah Tuhan. Pengalaman, bukan Penjelasan. Perjalanan, bukan tujuan. Pertanyaan, yang sungguh tidak pernah berjodoh dengan segala jawaban.”
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun