Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Gersang

26 November 2020   12:39 Diperbarui: 26 November 2020   12:41 62 4
Ada saat-saat ketika hawa begitu menyiksa, panas mendera, mendidihkan kepala, Batara surya tak berhenti bertengger di angkasa, ingin membakar segalanya. Tiada satupun mega-mega berani mendekat, burung-burung enggan terbang dan hanya lemah menggeliat,

Itu ketika tanah merekah sejadi-jadinya, air yang dikandungnya dikuras habis oleh sang Batara, uap-uap keluar, memenuhi udara, panas semakin terasa membakar dada.

Itu ketika, sloki di atas meja kaca pecah. ketika Maryam tak lagi ingin menenggak arak yang terasa begitu membakar kerongkongannya, menghancurkan lambungnya, sementara jantungnya begitu lamban bekerja, membuatnya rebah, melata di lantai apartemennya, sementara pendingin dalam ruangan tak lagi mampu melawan gelora sang Batara yang begitu membara.

Barangkali bila suhu naik beberapa derajat lagi, ia akan mati, sang gadis terus melata dan melata, meraih keran kamar mandi, diputarnya keran tanpa menemukan air di sana. Ia meronta, meraba dinding bak mandi, hanya tersisa sedikit air yang telah keruh, dicelupkannya kepala, tapi panas tak bisa juga dikalahkannya.

Ia melata dan terus melata, mencoba meraih lemari es, membukanya, menemukan botol  yang hanya berisi air setengahnya, di teguknya air dingin itu, tapi tetap saja tak dapat mengobati apa-apa.  Isi dalam tubuhnya serasa menciut terhisap hawa panas, ia meronta dan meronta. Keluar dari kamarnya, melata terus, meninggalkan apartemennya.

Itu ketika, perlahan-lahan asap keluar dari lubang hidung dan kuping sang gadis, diikuti sedikit darah panas yang keluar, tapi kemudian darahnya pun terhisap habis jadi uap, ia pun dapat merasakan buih-buih di dalam tubuhnya, darah itu mendidih, detik demi detik berlalu, darah itu terasa sedemikian berkurang, sang gadis melemah dan melemah, melihat tubuh orang-orang bergelimpangan, di beranda, di jalan-jalan, sebagian dari mereka nyaris jadi debu, sebagian lain masih dalam bentuk tulang-belulang yang remuk sejengkal demi sejengkal, lebur oleh hawa yang begitu membakar, suhu terus naik dan meremukkan segala.

Batara surya mengamuk sejadi-jadinya. Pohon-pohon di pinggir jalan meranggas dengan cepatnya, dalam hitungan menit telah jadi serpihan kayu, dan angin meniupnya terbang tak bersisa. Kendaraan-kendaraan hanya jadi tumpukan besi usang bertumpuk di jalanan aspal yang telah merekah di sana-sini, sementara pengendaranya lebur pula jadi debu,

Maryam masih melata, telah terbakar sebegitu hebatnya, api menyelimuti tubuhnya, membakarnya hingga kering, sampai di ujung jalan, rangkanya perlahan hancur, abunya ditiup angin panas entah ke mana. Sampai kemudian ia mendengar suara,

"Heh! Malah melamun. Siram tanamannya yang benar!"

Maryam berdiri di balkon sedang memegang alat penyiram, airnya mengucur terus membasahi tanah dalam pot gantung, airnya terus menggenangi lantai, di sampingnya terlihat Pono duduk di sofa sambil menghisap rokoknya.

***

Cipayung, November 2020

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun