Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

I'm A Proud Indonesian! You?

6 Oktober 2011   00:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:17 181 0
Saya cuma mau bilang, bahwa dinegara manapun kita berada, sebagai warga negara Indonesia yang baik, menjadi duta budaya Indonesia itu adalah keharusan, karena itu identitas kita. Mungkin kedengarannya agak naif dan kekanak-kanakan, but i'm 100% serious lho yah! Saya selalu salut pada mereka yang berani  unjuk gigi pada dunia bahwa ada negara namanya Indonesia, yang walaupun tersebar dimana-mana dalm bentuk pulau2 besar dan kecil, tapi kaya sumber daya alam dan budayanya. Tidak melulu dikait-kaitkan dengan hal-hal negatif seperti sarang teroris lah, supermarket bencana lah, negara korup lah, tapi ada hal lain yang bisa dibanggakan oleh warga negaranya. It's  beauty beyond diversity. Keragaman budaya yang sangat cantik dan unik milik bangsa Indonesiasemata, bukan milik negara tetangga sebelah yang suka ngaku-ngaku! **mendadak sewot**

Sebaliknya saya sangat marah dan kesal jika ada student Indonesia yang malu mengakui dirinya berasal dari Indonesia. Kenapa ko harus malu sebagai orang Indonesia kah?**xixixi.....logat makassarnya keluar deh** Apa karena Indonesia masih negara berkembang yang banyak hutang sana sini karena pemerintahnya korup dan gak becus ngurus keuangan negara? Ataukah karena negara ini gak dikenal dunia, gak seakrab dunia mengenal Bali atau Singapore? So kalo tau gitu, ya perkenalkan doooong?! Siapa lagi yang akan memperkenalkan Indonesia dihadapan masyarakat dunia kalo bukan kita-kita ini warga negaranya yang mendapat kesempatan menjejakkan kaki di luar negeri? Mulailah dari hal-hal kecil, dari diri kita dan dari sekarang kata AA Gym.

Sering miris dah pokoknya, jika bertemu teman-teman Indonesia diluar yang jika ditanya, kok gak ikut partisipasi dipameran budaya Indonesia sih? Jawabnya banyak tugas lah, orang Indonesianya sedikit lah, gak ada yang bisa dipamerin  lah, daaaaaan masih banyak lagi alasan klasik lainnya, yang ujung-ujungnya sebanrnya cuman gak mau repot dan takut rugi gak dapet apa-apa jika diserahi tanggung jawab tsb. Kadang-kadang lebih kesalnya lagi kalo dapat  student Indonesia yang ngeyel, nantang balik. Katanya, Ah kamu sih Ya' enak kuliahnya nyantai, gak banyak tugas. Beda dengan jurusan A dan jurusan B yang tugasnya bejibun trus harus fokus kekuliahnya kalo mau lulus dengan nilai bagus. Kamu aja deh yang bikin, ntar kita datang sebagai penggembiranya aja yaaah! Hellooooo.....gak salah nih?! Emang kamu pikir kuliah dibidang kesehatan gak banyak tugas apa? Itu paper essay dan project yang bertumpuk dimeja belajar bukan tugas serius ? Ckckckck....iiiiissshk! **gemesh pengen ngejitak**

Universitas2 diluar tau persis bahwa student life is not all about study, harus ada pengimbangnya yaitu kegiatan sosial, ikut organisasi, olahraga atau sekedar menyalurkan hobi, dll. Makanya dibetuklah ratusan klub ataupun organisasi dalam berbagai interest untuk menarik minat mahasiswa bergabung. Mulai dari formal maupun informal,  society yang bertujuan melestarikan alam, menyulam, memanah, judo, karate bahkan klub aneh2 semacam klub ajeb-ajeb (klub dugem) atau klub Free Hugs yang suka ngasih pelukan gratis bagi siapa aja. **berpelukaaaaaaaaan**

Jadi kasian amat kalo ada mahasiswa kuliah keluar negeri semata-mata hanya untuk meraih nilai High Distinction. Kasian, bener-bener kasian dah hidupnya! Padahal bukan deretan HD atau nilai A berjamaah yang jadi jaminan seseorang bisa sukses didunia kerja. Coba liat orang-orang sukses disekeliling kita? Apa mereka orang-orang dengan predikat yang terpintar sekampus atau juara Umum nasional atau internasional? Nope, i dont think so! Nilai kuliah yang bagus memang perlu namun bukan itu penentu segalanya. Soft skill seperti kemampuan komunikasi, leadership, time management, networking, positive attitude, juga kemauan untuk belajar hal-hal baru dan berani menagkap peluang saya rasa jauh lebih penting. Orang2 yang memiliki skill ini adalah orang-orang yang tau cara menjalani hidup, mereka bergaul dan berinteraksi dengan riil person yang berbeda karakter yang jadi penentu keberahasilan mereka didunia kerja nyata, jadi bukan karena bergaul melulu dengan lusinan textbook kuliah atau komputer!

So, jika ada tawaran pameran budaya Indonesia atau berpartisipasi dalam event budaya internasional dari kampus, saya gak pernah lewatkan sekalipun. Sepadat apapun jadwal kuliah saya, sebisa mungkin saya ikut. Meskipun bisa jadi mungkin personelnya hanya 2-3 orang dan persiapannya kurang dari 1 minggu (biasanya otak saya jadi encer kalo terdesak kek gini, hahaha!).  Saya akan cari cara, gimana agar dalam keterbatasan sumber daya manusia, dana dan waktu ini, Indonesia bisa tetap tampil maksimal dan mengundang ketertarikan orang dari negara lain untuk bertanya lebih jauh tentang Indonesia. Syukur2 kalo ada yang jadi pengen berkunjung ke Indonesia setelah mendengar penjelasan kami, amieeeen YRA.

Saya dulu ingat masa-masa kuliah diSydney tahun 2006-2007. Bendera Indonesia selama dua tahun berturut-turut selalu ikut terpajang berjejer setara dengan bendera-bendera negara lain karena turut berpartisipasi dalam event budaya "Infusion Week". Infusion week adalah event budaya lokal maupun internasional yang diselenggarakan oleh University of Technology Sydney (UTS) di negara bagian New South Wales Australia. Kegiatan ini selama seminggu berturut turut menampilkan pagelaran budaya dari students2 yang mewakili berbagai negara yang ada diUTS. Kalo saya gak salah, lebih dari 100-an negara ikut berpartisipasi dalam acara tersebut.  Ada yang menari, nyanyi lagu tradisonal, memasak makanan tradisional, pameran baju tradisional, dll bahkan sampai dikompetisikan dengan iming2 dollar segala lho! Intinya tiap negara harus jor-joran unjuk kebolehan budaya masing-masing kalo mau menang. Yang menentukan siapa pemenangnya adalah beberapa jury dan penonton yang memilih berdasarkan polling terbanyak negara mana yang performancenya sangat menarik. Tahun-tahun sebelum saya kuliah disana, bendera Indonesia jarang ikut dipajang karena tidak berpartisipasi, padahal saat itu sudah ada beberapa mahasiswa Indonesia yang lebih dulu kuliah sebelum saya. So, where were they? Can you guess where? **pura-pura gak tau**

Sebenarnya mungkin mereka ingin berpartisipasi kali yah, namun karena tidak ada inisiator ataupun fasilitator, akhirnya niat mulia itu kandas ditenggelamkan rutinitas kuliah. Pengen nyoba buat sendiri, tapi mungkin gak tau harus mulai dari mana karena gak punya persiapan. So, ini saran yang penting bagi siapapun yang akan keluar negeri, dengarkan baik-baik! Persiapkan diri anda menjadi duta budaya jauh-jauh hari sebelum keberangkatan ke Luar negeri! Suka atau gak suka, Anda adalah duta budaya Indonesia, perwakilan Indonesia secara tidak resmi diluar negeri sana. Suatu saat Anda harus bisa menjelaskan tentang budaya Indonesia yang sangat beragam. Syukur-syukur kalo punya skill dasar jika memang harus menunjukkan kebolehan bakat seni anda seperti nari, nyanyi tradisional, masak-masakan Indonesia, jadi model untuk pakaian tradisional di catwalk, atau apa saja yang bisa memperkenalkan pada dunia, Ini lho Indonesia.

Sebelum saya berangkat kuliah diSydney, saya sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelumnya apa yang akan saya tampilakan ttg Indonesia. Saya berburu baju tradisional khas Sul-Sel, belajar masakan khas Indonesia (baca: makanan favorit saya, hahaha), kursus singkat tari Saman (Aceh) dan tari Yospan (Papua). Tapi berhubung kedua tarian ini adalah tarian kolosal dan agak sulit mengajarkannya dalam waktu 2-3 hari, akhinrya saya berinisiatif untuk menggantinya dengan tarian lain yang lebih mudah dipelajari. Setelah searching Youtube sana-sini, akhirnya pilihan saya jatuh pada tarian poco-poco. Kenapa poco-poco? karena tarian ini lagi trend-trendnya di Indonesia. Anak kecil - dewasa, tua-muda, laki-perempuan kayaknya familiar dengan jenis tarian ini karena gerakan dasarnya cukup mudah. Tinggal melangkah kekiri kekanan, depan - belakang lalu berputar berlawanan arah jarum jam. Selain itu gerakannya juga energik ditunjang dengan musik dari Yopie Latul yang menghentak, jadi bikin semangat siapa saja yang mendengarnya.

**Nyanyi: Balenggang pata pata, ngana pe goyang pica pica, ngana pe bodyiiii, poco poco......** shaahhh, tarik maaaaang!**.

Tapi berhubung karena gerakannya tarian Poco-poco agak sedikit monoton, maka saya buat modifikasi dan memasukkan beberapa unsur tarian tradisional Indonesia lainnya. Tarian pembuka saya masukkan gerakan tari Tor-Tor dari Batak, lalu saya tambahkan beberapa gerakan Yospan (Yosim Pancar dari Papua), Cha-cha untuk jedanya, terakhir ditutup dengan gerakan tari pergaulan Lulo dari Palu, Sulawesi Tengah. Semua gerakan ini pernah saya pelajari saat duduk dibangku SMP dan SMU diPapua.

Oke, kembali ke persiapan Infusion week, syukurnya saat itu ada sekitar 5 orang student Indonesia lain yang berhasil saya ajak untuk berpartisipasi dalam tarian poco-poco tsb. Walaupun group Poco-poco kami gak menang, tapi antusiasme dari penonton yang ikut belajar poco-poco bersama-sama kami yang membuat semua rasa letih dan lelah hilang, blas blas blas. Saya juga bangga dengan diri saya, karena ternyata bisa menjawab tantangan dan bisa unjuk gigi sebagai coreografer dadakan untuk tari kreasi Indonesia **cieeeeh...izin bangga sebentar yah, hehehe**.

Sayangnya tahun berikutnya ada sedikit kendala. Saat itu jumlah student Indonesia diUTS mulai berkurang banyak. Kebanyakan pada mulai sibuk dgn kuliahnya dan gak bisa dihubungi. Yang tersisa saat itu tinggal saya dan teman saya dari Manado, Lisa. Untung kami punya satu visi dan hobi yang sama gilanya **She is my partner in crime, like Bonny & Clyde, hahaha** Mau tetap poco-poco tapi gak mungkin berdua. So, akhirnya kami atur siasat tuk menambah personel group poco-poco kami. Timbullah ide untuk merekrut mahasiwa dari negara lain. Saya berupaya membujuk teman kuliah saya dari Mozambique, dan Lisa membujuk teman flatnya yang anak Jepang. It worked! Teman kuliah saya Olga, mau diajari Poco-poco karena saya bilang tarian itu bisa menurunkan berat badan lho,  hohohoho.....hanya butuh waktu sekitar 3 hari kami mengajari mereka, maka jadilah tarian poco-poco campur sari, hehehe. Secara tidak langsung kami sebenarnya sudah memperkenalkan ke orang-orang ini bahwa tarian Indonesia itu fun, cheerful dan mudah untuk dilakukan. Cuman kalo saat itu mereka minta diajari tari bali atau tari Sama, mati dah!

Lomba masakan khas negara juga kami selalu ikut. Tahun pertama kami masak Nasi kuning yang dibuat tumpeng alaBlue Mountain (salah satu tujuan wisata alam diNSW). Tahun berikutnya kami buat martabak telur. Tau gak, seumur-umur diIndonesia, saya gak pernah membuat dua jenis makanan ini. Ngapain masak sendiri, wong ada yang sudah jadi kok, beli ajah! Tapi berhubung ini diOstrali bukan Makassar sodara-sodara, gak ada yang jual makanan kayak gitu! Jalan terakhirnya adalah belajar masak nasi kuning trial and error dalam 2 kali percobaan. Usaha kami berbuah hasil lho, nasi kuning ala Blue Mountain kami dapat juara tiga! Alhamdulillah yah...... Juara tiga karena kata jurinya aroma nasi dan lauknya enak walaupun nasi kuningnya masih agak kurang mateng, hehehehe **masak nasi dirice cooker yang kepenuhan**. Coba kalo masaknya pas matengnya? Wohohoho, terancam juara 1 tuh kayaknya;)

Anyway, lain ladang lain belalang, dulu Ostrali sekarang UK **jiaaaaah, gak nyambung lagi deh**. Weekend ini akan ada cultural exhibition di universitas tempat saya sekarang menimba ilmu, The University of Sheffield, UK. Nama eventnya Intro Fiesta Global Village 2011. Konsepnya mungkin gak terlalu jauh beda seperti Infusion Week milik UTS, meski jumlah peserta negara yang buka stall gak sebanyak peserta diSydney (waktunya singkat dan tempat yang sangat terbatas). Trus juga gak ada kompetisi masak dan tari-tarian tradisional kayak diUTS dulu, coba kalo ada, ikyuuuuut!!!  Tapi gak papa deh, Mo banyak atau sedikit negara pesertanya, I'll do my best for Indonesiaku tercinta. Doakan acaranya sukses yah;)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun