Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Aku, Kami, dan Bujang

9 November 2021   17:32 Diperbarui: 28 Maret 2022   18:26 301 39
Suatu ketika di negeri seberang, aku dan beberapa kawan memang sengaja hadir bertandang. Entah apa namanya kebetulan atau bukan, yang jelas di jalan kami berpapasan dengan seorang bujang, yang sepertinya adalah seorang pejuang.

"Pejuang apa gerangan?! silahkan temukan sendiri jawabannya."

Kebetulan di kampung halaman, tengah ada kegiatan bersih-bersih taman, ya sudah.. aku dan beberapa kawan memutuskan lewat jalan belakang saja, kami memilih kabur saja dari kegiatan bersih-bersih, jalan-jalan ke negeri seberang sepertinya akan lebih menggiurkan.

"Begitulah kami ini. Inilah kami, yang memang begitulah."

"Selamat siang kawan." Bujang menyapa.

"Siang juga kawan." Kami menjawab, tanpa sedikitpun bertanya.

"Lama kita tak bersua kawan." Bujang ingat, sementara kami lupa. Begitulah kami ini, pelupa.

Kami terdiam, mencoba mengingat. Kami saling bertatapan satu sama lain, masih lupa juga. Lalu kami semua duduk bersama, dan lupa itu masih saja ada, sepertinya kami semua amnesia.

"Kebetulan kita bersua kawan, ada satu hal yang ingin aku tanyakan." Bujang memang seorang pejuang, bujang sudah siap bertanya akan apa yang dipikirkannya, lalu akan diperjuangkannya. Sementara mencoba mengingat namanya saja, kami semua masih belum bisa.

"Bang, kamu sayang aku?! seseorang bertanya seperti itu, aku harus bilang apa?! aku harus jawab apa?!" bunyi pertanyaan dari bujang, tentang sayang.

Semua kawanku terdiam, tidak ada satupun yang berkenan menjawab. Mungkin mereka pun pernah mengalaminya, dan belum mampu menjawabnya. Mungkin, ini adalah salah satu jenis pertanyaan yang jawabannya berbentuk misteri, yang masih cukup sulit untuk ditelusuri.

Bismillah, aku akhirnya mencoba berinisiatif untuk menjawabnya, satu pertanyaan dari bujang. Satu rupa pertanyaan saja, toh apa susahnya untuk mencoba bersuara. Memberikan jawabannya sesuai kadar mampuku, tidak lebih tidak kurang.

"Kamu bilang saja sayang, kamu tinggal jawab begitu, tanpa harus berpikir panjang." Jawabku, versi aku.

"Tapi kan?!" sanggah bujang.

"Nggak usah ada tapi. Tapi biarkan saja pergi sendiri, nggak perlu juga ditemui lagi tuh tapi." Jawabku, masih versi aku juga dong tentunya.

"Rahman Rahiim itu kan bermakna kasih sayang. Berarti welas asih alias kasih sayang itu adalah kebutuhan." Masih versi aku, penjelasanku.

"Itu kan secara global kawan, umum. Ini kan pertanyaan yang sifatnya lebih spesifik kawan, tentang sayang itu lho maksudnya." Bujang mulai berargumen, lebih detail.

"Mudah saja kawan, sebelum bisa menjadi khusus kan umum dulu. Supaya tidak sempit, kan dikasih keleluasaan dulu." Aku juga jadi ikut-ikutan berargumen, masih versi aku lho ya.

"Maksudnya??!!" bujang kian penasaran. Kelihatan sih dari sorot matanya.

"Seseorang yang bertanya itu kan butuh jawaban, antara ya atau tidak, dua pilihan jawaban."

"Kamu ketika dihadapkan dengan dua pilihan jawaban, kamu tinggal bilang ya saja gitu lho."

"Ya sih, tapi untuk urusan yang satu ini.. aku kan belum merasa sayang ke seseorang tersebut." Ujar bujang, begitulah bunyinya.

"Menyenangkan hati orang lain itu ibadah lho."

"Ya sih, tapi kan ini berkaitan dengan perasaan aku sendiri ke seseorang tersebut." Bujang mulai beraksi, membela diri.

"Ya sudah kalau begitu, kamu coba temukan saja jawabannya sendiri. Kan kamu sendiri yang jelas merasakannya, apapun perasaanmu itu." Jawabku dari versi yang mencoba sedikit mengalah saja.

"Eh tapi.. tadi tuh apa hubungannya dengan Rahman Rahiim ya?! aku belum ngerti." Bujang unjuk gigi lagi, aku kira tadi sudah cukup sampai di situ sesi tanya jawabnya.

"Kalau aku yang berada di posisimu saat itu, aku akan jawab ya. Aku akan bilang sayang, bahwa aku memang menyayanginya."

"Urusan tentang sayang aku itu seperti apa, akan bagaimana dan hingga sampai kapan, itu urusan belakangan."

"Toh bagian terpentingnya adalah aku belajar untuk berikhtiar, mengasihi menyayangi tanpa aku harus merasa grogi sendiri. Mengenai berjodoh atau tidaknya, itu kan urusan nanti setelahnya dijalani menjalani takdir diri, sebagai salah seorang insani yang tinggal di muka bumi ini."

Bujang terdiam, entah apa yang terbesit di pikirannya, aku tidak mau cari tau. Semua kawanku juga ikut terdiam, entah apa yang ada di pikiran mereka, aku pun tidak ingin tau.

Aku juga jadi ikut-ikutan diam, toh memang semuanya juga duduk dan terdiam. Masa iya sih aku bicara sendirian, toh belum tentu yang lainnya juga masih mau mendengarkan ocehanku, yang bunyinya itu anggap saja nggak karuan.

Peracik Diksi
09 November 2021






















KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun