Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Taman Nasional Kutai, Potret Kutukan Kekayaan Alam

20 Desember 2013   20:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:41 745 1

Polisi Hutan di Taman Nasional Kutai harus selalu bekerja ekstra mengamankan kawasan yang dijaganya itu. Kucing-kucingan dengan para perambah harus dilakukan hingga membutuhkan tenaga dan waktu lebih. Beragam upaya terus dilakukan untuk mencegah perambahan oleh oknum tak bertanggung jawab yang selalu punya celah mencuri kayu di kawasan ini.

Taman Nasional Kutai memang cukup monumental. Kawasan hutan hujan tropis dataran rendah ini berada di tiga daerah, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Bontang. Namun luasan wilayah terbanyak berada di Kutai Timur.

Di Taman Nasional Kutai terdapat beragam flora dan fauna yang menjadi incaran banyak pihak. Bayangkan saja, di sini terdapat 10 ribu jenis flora, 220 jenis burung dengan 80 persennya adalah jenis burung borneo. Tidak hanya itu, di Taman Nasional Kutai juga memiliki 11 dari 13 primata Borneo, termasuk orang utan.

"Kawasan ini merupakan perwakilan hutan tropika basah dataran rendah terakhir di Kalimantan Timur dengan ciri khas keluarga dipterocarpaceae atau meranti-merantian," kata Kepala Balai Taman Nasional Kutai, Erly Sukrismanto kepada wartawan yang mengikuti Journalism Field Trip, 15-17 Maret 2013 lalu.

Salah satu yang paling mahal dan diincar para perambah hutan adalah jenis pohon ulin. Karena memang di sini merupakan satu-satunya hamparan hutan ulin di dunia yang masih dijaga. Kayu ulin sangat mahal, per kubiknya bisa dijual sampai Rp7 juta. Maka tak heran jika illegal logging sangat marak.

Selain illegal logging, perambahan dalam bentuk lain juga mengancam Taman Nasional Kutai. Misalnya pemukiman, perkebunan dan pembakaran hutan.

"Sejak dibuatnya jalan poros Bontang-Sangatta, banyak warga yang mendiami kawasan sekitar jalan. Padahal kawasan tersebut masuk dalam kawasan TNK," tambah Erly.

"Warga awalnya hanya mengklaim bahwa itu adalah tanah kosong tanpa pemilik. Ada juga yang mengklaim itu tanah warisan nenek moyang mereka," katanya.

Hasilnya, kini ribuan orang sudah menghuni kawasan Taman Nasional Kutai yang semestinya murni menjadi areal konservasi. Imbasnya kini pembukaan lahan yang kian masif. Tidak hanya untuk perkebunan dan pertanian, juga ada yang diperjualbelikan.

Warga yang bermukim di Taman Nasional Kutai kemudian semakin memperlebar klaim wilayah tanahnya. Bahkan ada yang mengakui hingga ratusan hektar. Kini konflik sosial mulai terlihat. Warga secara terang-terangan mengatakan siap mempertahankan tanah milik mereka.

“Ada tiga opsi yang keluar selama proses pembicaraan mengenai lahan yang dikuasi warga. Opsi pertama dan menjadi keinginan kami adalah relokasi seluruh warga yang berada di kawasan Taman Nasional Kutai. Opsi kedua adalah enclave yang menjadi keinginan warga. Sedangkan opsi terakhir adalah zona khusus, warga boleh tinggal tapi tidak memiliki lahan,” kata Erly.

Dari data yang dirilis Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, total penduduk yang menghuni kawasan mencapai 67 ribu orang. Jumlah tersebut kemudian dipertanyakan oleh pihak Balai Taman Nasional Kutai.

“Badan Pusat Statistik pernah menghitung jumlah rumah dari citra satelit. Dari hasil perhitungan mereka jika total penduduk 65 ribu, maka dalam satu rumah ada sembilan Kepala Keluarga. Ini tentu mustahil. Kita tidak tahu data kependudukan itu diperoleh darimana,” tambah Erly.

Pemerintah Provinsi Kaltim sendiri kini telah berupaya memperbaharui tata ruang wilayahnya. Pemprov sendiri menginginkan enclave sehingga warga bisa memiliki hak kepemilikan tanah sepenuhnya. Pemerintah daerah yakni Pemerintah Provinsi Kaltim dan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur terkesan tidak ingin mempertahankan Taman Nasional Kutai. Tim terpadu untuk mengusulkan enclave ini bahkan sudah dibentuk. Mereka sudah mengajukan ke Kementerian Kehutanan untuk memproses enclave tersebut.

“Kita pada posisi sudah memutuskan itu (enclave) melalui tim terpadu. Tapi itu menjadi wilayah kewenangan Kemeterian Kehutanan untuk mengakomodir usulan-usulan dari pembahasan tim terpadu. Total luasan yang diusulkan untuk enclave sekira 25 ribu hektar. Namun perkembangan terakhir, dari 80 ribu hektar kini menjadi hanya 15 ribu hektar,” kata Kepala Bapeda Kaltim, Rusmadi.

Rusmadi menegaskan, Pemerintah Provinsi Kaltim pada prinsipnya menyetujui enclave tersebut. Usulan enclave tersebut kini memang sudah ada di meja Menteri Kehutanan. Jika disetujui, maka Taman Nasional Kutai akan kembali kehilangan luasan lahannya. Kini hutan primer yang ada di kawasan ini hanya tinggal 25 persen. Sementara hutan sekunder juga semakin sulit dipertahankan. Kerusakan terjadi akibat kebakaran hutan, perambahan hutan dan pemukiman penduduk.

Mengapa warga begitu ngotot ingin menguasai tanah di Taman Nasional Kutai? Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah 1 Sangatta, Hernowo supriyanto menyatakan Taman Nasional Kutai memiliki kekayaan lain yang luar biasa. Ia kemudian menunjukkan peta kawasan yang dijaganya ini. Di sisi utara Taman Nasional Kutai berbatasan langsung dengan PT Kaltim Prima Coal. Salah satu perusahaan batubara terbesar dengan kalori terbaik di dunia. Sedangkan di sisi selatan terdapat PT Indominco Mandiri, juga sebuah perusahaan batubara.

"Secara logika, jika diapit perusahaan tambang batubara dunia, maka tentu saja Taman Nasional Kutai juga memiliki kekayaan alam di bawahnya. Kabarnya, kalori batubara di sini di atas 7. Ini tentu lebih bagus dari miliknya PT Kaltim Prima Coal," kata Hernowo.

Di kawasan Taman Nasional Kutai juga terdapat pengeboran minyak milik Pertamina dengan sistem pinjam pakai lahan. Artinya taman nasional ini sangat kaya, selain ada batubara, juga terdapat minyak dan gas. Pihak Balai Taman Nasional Kutai bahkan harus mengawal ketat Pertamina saat melakukan survey seismic.

Sempat beredar sebuah dokumen yang memetakan sumber daya alam bawah tanah di Taman Nasional Kutai. Di dokumen tersebut disebutkan selain minyak, gas dan batubara, ternyata juga disebutkan adanya emas. "Kalau ada emas sudah pasti ada uranium," kata Hernowo.

Dengan demikian, jika kepemilikan lahan bisa dikuasai warga, maka dengan mudah diperjual belikan. Bisa saja dijual ke penambang yang kini kian mudah memperoleh Ijin Usaha Pertambangan (IUP). Hernowo menyebut indikasi tersebut bukan hal yang mustahil.

Konflik sosial mulai bermunculan di kawasan Taman Nasional Kutai. Penguasaan lahan hingga perambahan hutan di kawasan ini terus mengancam keberadaan pusat penelitian orang utan pertama di Indonesia itu. Ditambah lagi ketidaktegasan pemerintah daerah yang terkesan membiarkan konflik sosial terjadi. Bahkan pemerintah cenderung mengarahkan kepemilikan lahan itu untuk enclave, bukan mencari solusi lain agar Taman Nasional Kutai tetap terjaga.

"Taman Nasional Kutai ini sangat indah, mas. Kalau tidak dijaga, keindahan itu akan hilang tak berbekas. Ini yang namanya kutukan atas sebuah kekayaan," kata Hernowo.

Sejarah Taman Nasional Kutai

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun