Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hobby Pilihan

Dia, Mahasiswa Pejuang yang Melupakan Jalan Pulang

19 November 2021   11:01 Diperbarui: 19 November 2021   11:07 985 29
Sebuah pertemuan yang tidak disangka-sangka, dan yang awalnya dianggap kisah fiksi belaka, tetapi nyata adanya.  Lantaran baru kali ini selama hidup saya menemukan kisah seperti ini. Tentang pergulatan total seorang anak muda yang mengabdi untuk meningkatkan peradaban sesamanya.

Tanpa disengaja memang saya menemukannya. Ketika suatu hari saya pergi ke kota. Sebagaimana biasanya setiap bepergian dari kampung ke kota, selain untuk mencari suasana baru, tidak lupa juga untuk singgah ke perpustakaan yang terletak di salah satu sudut kota Tasikmalaya. Ibaratnya pergi ke Makkah tanpa singgah ke Madinah,  sebagaimana pameo di kalangan umat Islam, kiranya yang saya lakukan setiap berkunjung ke kota terdekat dari kampung tempat tinggal saya.

Demikianlah. Saat saya berkeliling di sela-sela deretan rak yang berisi berbagai judul buku, tiba-tiba mata saya tersedot pada sebuah buku yang sampulnya seperti telah cukup lama diterbitkannya. Atau mungkin karena telah banyak orang yang membacanya? Aneh. Padahal sudah cukup lama saya menjadi anggota perpustakaan itu. Tapi kenapa baru saat itu saya menemukannya.

Pikiran itu hanya sejenak saja menggerayang. Lantaran tergantikan oleh kekaguman, sekaligus haru-biru yang mendalam. Setelah selesai membacanya, tentu saja.  Betapa tidak. Sebab rasanya suatu yang mustahil terjadi di zaman sekarang ini. Anak-anak muda dari desa yang berlomba mencari ilmu pengetahuan setinggi langit pun, akhirnya kebanyakan dari mereka lebih memilih duduk di belakang meja dalam ruangan yang kental dengan kemewahan. Sama sekali enggan pulang, untuk mengamalkan ilmunya bagi kerabat maupun sesama di pelosok desa yang masih tertinggal.

Sebaliknya, seorang Muhammad Kasim Arifin, yang terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), saat melaksanakan tugas kuliah kerja nyata (KKN), yang saat itu, tepatnya pada tahun 1964 dinamakan Program Pengerahan Mahasiswa, Kasim muda ditugaskan nun di sebuah desa terpencil bernama Waimital, yang terletak di pulau Seram, Maluku, tanpa sedikitpun keraguan dirinya bertekad untuk mengabdikan diri dengan seluruh ilmu yang telah didapatkannya di salah satu perguruan tinggi tertua di negeri ini.

Nurani anak muda yang satu ini langsung trenyuh, sekaligus tergetar melihat fakta di depan matanya saat bertemu dengan keluarga petani miskin yang merupakan pendatang melalui program transmigrasi. Seketika itu juga muncul panggilan dari jiwanya yang paling dalam. Kasim muda langsung menanggalkan segala atribut kota dan intelektual yang melekat pada dirinya. Dia melebur dalam kehidupan desa dengan pakaian yang lusuh dan sandal jepit sebagai tampilan barunya. Bersama para petani dia berjalan kaki menyusuri jalan yang terjal sepanjang 20 kilometer, pergi-pulang saban hari, untuk menggarap dan mengolah lahan dengan harapan bisa merubah keadaan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun