Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Membagi Bilangan dengan Menggunakan Kerikil

3 Agustus 2022   09:56 Diperbarui: 3 Agustus 2022   09:58 205 7
Siapa yang sangka, ternyata mengajarkan pembagian pada anak sangat sulit. Apalagi jika yang mengajarkan pembagian sangat pelit.

Dua kalimat di atas ternyata tidak berhubungan sama sekali. Kalimat pertama tentang pelajaran membagi bilangan. Sementara kalimat ke dua tentang sifat berbagi.

Serius! Kali ini kita akan bahas tentang kalimat pertama. Mengajarkan pembagian pada peserta didik.

Prahara Covid-19 memang telah memporakporandakan sistem pendidikan kita. Bayangkan saja, apa yang didapat peserta didik selama 2 tahun belajar secara daring di rumah. Rahasia umum yang dalam sebuah diskusi dengan kepala dinas pendidikan, (bahkan Kepala Dinas pendidikan pun mengakui) anaknya sering menelpon bapaknya walau saat itu bapaknya sedang memimpin rapat dinas di jajarannya.

Pengakuan ini tentu saja tidak mencengangkan, orangtua sungguh maklum pada saat pembelajaran daring, bukan siswanya yang belajar. Melainkan orangtua mereka yang back to school. Hampir semua tugas yang diberikan guru dikerjakan atau pengerjaannya dibantu orangtua.

Alhasil, seorang rekan pada suatu ketika (saat itu) memposting status WA yang bunyinya kira-kira begini, "Kalau sudah kelas 7 SMP tidak mampu menjawab pertanyaan 5 + 7. Selama 6 tahun di sekolah ngapain aja?"

Kasus di atas di balik meja sungguh bukanlah barang istimewa. Hampir semua guru SMP di seluruh Indonesia walau ada yang menutup mata dan mengatakan peserta didik mereka baik-baik saja. Nyatanya sebagian besar memang operasi hitung pada matematika sangat tertinggal.

Saat ini tentu saja bukan waktunya untuk saling menyalahkan. Seandainya setiap orang ingin mencuci tangan dan mencari kambing hitam tetap saja tak berarti dan bermanfaat apa-apa.

Lantas untuk mengurai benang kusut di atas, kami mencoba melakukan penelitian kecil-kecilan di dalam kelas terhadap peserta didik baru. Seharusnya materi pelajaran saat ini sesuai kurikulum merdeka, mereka harus belajar bilangan bulat. Namun mengingat pentingnya pemahaman dan keterampilan operasi hitung, maka mau tidak mau cara tradisional ditempuh.

Pertanyaannya, apakah peserta didik memberikan respon positif terhadap media pembelajaran ini?

Sekian menit pertama, saat peserta didik diminta menambahkan bilangan di bawah 100. Sepertinya mereka malu menjamah kerikil yang tersedia di atas meja. Demikian juga saat melakukan pengurangan, dan perkalian. Hampir semua asyik-asyik saja menggunakan jari tangan. Sebagian lain ada yang menggunakan model operasi bersusun.

Namun saat melakukan operasi bagi. Hampir semua dahi mereka berkerut. Ternyata ada yang salah pada saat menggunakan model pembagian. Pembagian yang mereka sebut dengan cara menembak. Kesalahan demi kesalahan terjadi. Dan rasa patah hati menyelimuti. Terlihat dari raut wajah mereka yanh mulai jenuh.

Setelah kami berikan model pembagian yang mereka kenal. Kesalahnnya terletak pada tidak hapalnya mereka terhadap perkalian. Jika melakukan pembagian, minimal mereka harus hapal atau mahir menghitung perkalian bilangan pembagi.

Dari sanalah ternyata pokok pangkalnya. Karena banyaknya perkalian yang harus dihitung menyebabkan satu soal saja sudah dianggap banyak.

Pada kondisi demikanlah, kami tawarkan agar menggunakan kerikil yang ada di atas meja.

Alhasil, perlahan tapi pasti semangat mereka mulai bangkit. Berawal dari contoh-contoh pembagian sederhana seperti 20 dibagi 3 hasilnya 6 sisa 2, pembagian 87 dibagi 12 hasilnya 7 sisa 4 dan seterusnya semangat mereka bangkit lagi. Kelas mulai riuh lagi, sehingga 15 soal pembagian dapat diselesaikan tanpa butuh waktu lama.

Beberapa peserta didik yang masih gengsi menggunakan kerikil untuk membagi dan tetap bertahan dengan pembagian bersusun hanya sanggup menyelesaikan beberapa soal. Sementara hasilnya pun tidak maksimal.

Berdasarkan pengalaman di atas kepada rekan guru atau orangtua peserta didik direkomendasikan untuk mencoba memberikan pemahaman dan keterampilan melakukan operasi pembagian bilangan menggunakan kerikil, bilah atau apa pun yang bisa disusun di lantai atau di atas meja. Sehingga peserta didik atau anak kita paham betul konsep dasar pembagian.

Pembagian bilangan adalah membagi menjadi beberapa bagian dengan jumlah yang sama. Dalam pembagian tentu saja ada yang bersisa, ada pula yang habis dibagi (tidak bersisa).

Bagaimana cara membagi sisa bilangan tersebut sehingga menghasilkan bilangan desimal (berkoma)?

Konsepnya, bilangan sisa tadi dikalikan 10 kemudian dibagi lagi. Jika bersisa lagi, dikalikan 10 lagi lalu dibagi lagi. Dan seterusnya...

Jangan lihat jenjang pendidikannya, tidak mesti mereka yang telah SMA, SMP, atau SD, ternyata pembagian bilangan adalah momok bagi semua. Sangat mudah jika menggunakan kalkulator. Lantas apakah kalkulator diperbolehkan oleh sekolah? Pedahal kita tahu, kunci operasi hitung, aljabar, aritmetika sosial berkaitan erat dengan pembagian bilangan.

Demikian semoga bermanfaat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun