Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Perpustakaan Besar dan Hukum Kehidupan

16 Mei 2012   02:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:14 272 0

Apa hukum dari segala sesuatu? Perjuangan terus-menerus. Lalu, apakah seharusnya tujuan pendidikan itu? Jelas, persiapan untuk perjuangan tersebut. Maka seorang yang bekerja (hanya) untuk meraih keunggulan intelektual hanya mengungkapkan kelemahan mereka. (Iqbal)

Ada masa dimana saya pernah membayangkan bahwa surga yang dijanjikan Tuhan dan nabi-nabidalam kitab suci adalah berupa sebuah perpustakaan yang maha lengkap dengan buku-buku bermutu. Pun jika sekiranya surga itu bukan perpustakaan, maka setidaknya jika masuk surga nanti prioritas permintaan saya ke hadirat Tuhan paling tidak dua hal ini – pertama, perpustakaan super besar dan lengkap terintegrasi dengan rumah tinggal berperabot mewah,dan yang kedua, pasangan cantik dan menyenangkan hati untuk menemani saya di dalamnya . Perpustakaan yang isinya buku-buku yang saya perlukan untuk menghibur, menguatkan dan memperkaya wawasan. Dan juga bidadari cantik tak termakan usia yang merupakan istri saya di dunia. Bermimpi besar boleh kan? Gratis, tidak perlu membayar.

Itu harapan masa depan, faktanya kita masih hidup di dunia fana. Kamar saya yang seperti kubus ukuran 3x3 meter penuh sesak oleh buku. Paling tidak memuat sekitar dua ribu eksemplar buku. Kok tahu? Karenakeponakan saya berhenti menghitung dikisaran seribu lima ratusan ketika iseng kutugaskan menghitung buku di kamarku dua tahun lalu, sedang setiap bulannya hingga kini rata-rata bertambah 5 hingga 20 buah buku . Tidak termasuk ratusan judul buku-buku elektronik di laptop dalam bentuk file tipe pdf. Jumlah ini belum ada apa-apanya dibanding 10 ribu koleksi buku Azyumardi Azra, atau 15 ribu koleksi Nurcholish Madjid dan 30 ribu koleksi Mohammad Hatta. Untunglah istri saya tinggalnya di kota lain karena jika sedang berkunjung ke tempat saya, ia harus rela berbagi tempat tidur dengan buku-buku yang tidak termuat di tiga lemari dan rak buku. Tapi moro-moro*-nya akan berubah menjadi senyum merekah jika saya bilang bahwa cinta mati saya hanya untuk beberapa saja : kamu, buku-bukuku, orang tuaku, nabi Muhammad SAW dan Tuhan. Tulisan ini tidak bermaksud untuk sedikit narsistik, namun hanya bermaksud bercerita jika tuan dan puan berkenan. Setidaknya saya tidak sendiri, dalam buku bertajuk “Bukuku Kakiku”, penerbit Gramedia (2004) dituliskan pengalamanhidup 23 cendekiawan ternama Indonesia tentang buku dan aktifitas membaca mereka. Maka menjadi wajarlah tulisan ini sebagai bentuk ekspresi sesama penggila buku, hanya bedanya saya sementara ‘berproses menjadi’ cendekiawan :)

***

Sebagian besar buku-buku ini menghibur dan memperkuat saya ketika sedang sedih dan down, memperkaya batin dan wawasan saya untuk lebih bijaksana menjalani hidup, dan terakhir paling bisa diandalkan untuk alasan yang lebih pragmatis – sebagai bahan membuat presentasi kuliah, mengerjakan tugas ataumenulis artikel. Beberapa diantaranya termasuk “bergizi tinggi” dan “menggerakkan”. Bergizi tinggi karena memuat pelajaran, nilai-nilai dan hikmah for a better life. Menggerakkan karena menghancurkan hatidan moral yang kaku beku serta memompa keberanian to live my life to the fullest. Selain kitab suci Al Qur’an, buku-buku yang “bergizi” termasuk Tasawuf Modern dan Karangan Hidup Buya Hamka, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dan Membumikan Al Qur’an I dan II olehM. Quraish Shihab, Laa Tahzan Aidh al- Qarni, Awaken the Giant Within dan Unlimited Power milik Anthony Robins, The 7 Habits of Highly Effective People-nya Steven R Covey. Sedangkan buku-buku “menggerakkan” seperti “Asrar I Khudi : Rahasia Pribadi dan Pembangunan Kembali Alam Pemikiran dalam Islam Dr. Sir. Muhammad Iqbal, Matsnawi Jalaluddin Rumi, Long Walk to Freedom Mandela serta Autobiography Gandhi serta berbagai buku karangan, Ali Syariati, Nietzsche, Soe Hok Gie, Mattulada, A. Zainal Abidin Farid, , Faust Goethe, novel dan cerpen Umar Kayam, puisi Sapardi Djoko Damono, esai Abdul Hadi WM, kolom Rahman Arge, atau novel pembangun jiwa Habiburrahman El Shirazy.

Buku-buku biografi termasuk yang spesial bagiku karena mereka selalu menyampaikan satu pesan universal: Kesuksesan itu tidak turun dari langit dengan tiba-tibatetapi harus selalu diperjuangkan, berbagai kegagalan yang dialami orang-orang besar di dunia bukannya melemahkan dan menghentikan upaya mereka melainkan menjadi batu loncatan dan pil pahit yang mesti ditelan untuk lebih menguatkan tekad mereka. Dan itu terbukti ketika saya membaca biografi orang-orang besarNabi Muhammad SAW, para sahabat dan keluarganya, Syekh Yusuf Al Makassary, Sultan Hasanuddin, Iqbal, Einstein, Lincoln, Soekarno, Hatta, Sjahrir , Natsir, Mandela, Gandhi, Martin Luther King,Habibie, Ahmad Amiruddin, Gus Dur, Cak Nur, atau pemimpin-pemimpin dunia kontemporer seperti Obama atau Ahmadinejad.

***

Tempat memperolehnya dimana? Dimana saja, di kota kelahiranku ataupun di setiap tempat yang kudatangi terdapat toko-toko favorit saya sepertitoko buku Mawar di pasar sentral Makassar yang terbakar beberapa bulan lalu, atau di pusatnya di jalan Barrang Lompo, toko buku dekat kampusku dan kampus UIN Alauddin (TB Toha Putra tempat kutemukan Percikan Filsafat IqbalMengenai Pendidikan bertahun 1981). Danjuga pada los buku di masjid Al Markaz yang semuanya menjual buku-buku lama yang kebanyakan sudah tidak diterbitkan lagi (disini kutemukan Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar Dalam Sejarah Mattulada). Memang, untuk memenuhi minat bacaku, sejak bersekolah dan berkuliah, saya telah menjadianggota tetap perpustakaan sekolah, perpustakaan wilayah Makassar, perpustakaan kota, juga perpustakaan Abd Rasyid Daeng Lurang yang berlantai tiga milik mantan menteri Prof. Ryas Rasyid. Pokoknya, hampir semua TB, perpustakaan umum dan milik swasta di kotaku mungkin sudah pernah kusambangi.

Saya sangat menikmati menyusuri setiap lorong pasar buku loak Senen (sayangnya sekarang sudah tidak ada lagi), tempat kutemukannya Small is Beautiful EF. Schumacher dan Rahasia PribadiIqbal, los-los buku bekas di lantai 3 mal thamrin city Jakarta dimana kutemukan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam Iqbal bertahun 1966, pasar buku bekas Wilis tempat saya memborong tiga puluhan majalah Intisari dan buku bekas dimana salah satunya menunjukkanfoto Yohannes Surya, jagoan fisika kitaduduk membaca di atas buku-buku tebal fisikanya dan juga membaca bagaimana cerita gila bacanya the founding fathers kita Soekarno-Hatta-Sjahrir, atau di TB impor Borneo di Malang tempat saya menemukan text bookbahan ajar saya The Principle of Instrumental Analysis Chemistry karanganSkoog. Alangkah gembiranya saya ketika membolak-balik buku di sebuah TB tidak mencolok di sekitar kantor TVRI kotaku yang khusus memfotokopi buku impor dan buku yang tdk diterbitkan lagi dan lantas menemukan Remington : The Science and Practice of Pharmacy 21st Edition Book I and II yang merupakan referensi primer berhalaman empat ribuan lengkap untuk farmasis,hingga berburu di TB be- AC seperti Gramedia di Makassar, Jakarta, Surabaya, Malang dan Manado (tempat kutemukan beberapa hari lalu Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 karanganR. Soekmono terbitan Kanisius), juga di TB Periplus di bandara Juanda Surabayadimana kuperoleh empat seri buku Dale Carnegie English Version, juga di TB Times yang elit dalam kompleks perpustakaan UI Depok tempat saya bergembira menemukan buku The 7 Habits of Highly Effective People: Miniature Edition™ yang besarnya hanya kurang lebih setengah ukuran ponsel.

Namun, intinya bukanlah pada kepemilikan buku-buku yang banyak itu melainkan pada sejauh mana buku-buku tersebut digunakan untuk persiapan kita untuk perjuangan terus –menerus yang menjadi hukum kehidupan. Baiklah saya menutup tulisan saya yang berpanjang-panjang ini dengan pesan dari Dr. Sir. Muhammad Iqbal (1877-1938), seorang filosof penyair Islam abad ke-20:

Jika engkau memiliki sebuah perpustakaan besar dan mengetahui semua buku yang tersimpan di dalamnya itu hanya menunjukkan bahwa engkau seorang kaya, tidak mesti pemikir. Perpustakaan itu cuma menunjukkan bahwa dompetmu cukup tebal untuk membayar banyak orang lain berpikir untukmu” []

*Moro-moro (bahasa Makassar) = Ngedumel, sewot.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun