Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Susahnya menembus publikasi jurnal internasional

25 Oktober 2010   18:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:06 637 0

Baru beberapa hari yang lalu saya mendapatkan kuliah yang menarik dari seorang dosen. Topiknya tentang metode penulisan publikasi jurnal ilmiah dan kiat-kiat untuk ‘menembus’ berbagai persyaratan agar tulisan kita diterima.

Bagi para akademisi atau mahasiswa pascasarjana tentu sedikit banyak paham mengenai betapa pentingnya sebuah publikasi di jurnal ilmiah. Apalagi jurnal ilmiah internasional. Selain gengsi, tak jarang yang dikejar adalah ‘kum’ atau point untuk kenaikan pangkat.

Meski tidak menerima honor atas tulisan kita yang dipublilkasikan tersebut (suvenir pun tidak hehe), perjuangan yang harus dilalui sangatlah berat dan terkadang membuat nyaris putus asa. Bayangkan saja, hanya untuk satu publikasi kita harus menunggu selama dua tahun. Paling cepat satu tahun, tapi itu jarang terjadi.Dan selama menunggu pun bukan berarti kita bisa berleha-leha, seringkali sang penulis harus berjibaku dan jungkir balik untuk ‘melahirkan’ sebuah publikasi ilmiah.

Sebegitu rumitnya kah? Sebagai gambaran, ini alur prosesnya :

- setelah melakukan penelitian, penulis harus menyusun jurnal ilmiah dalam bahasa inggris. Formatnya pun harus disesuaikan dengan guideline masing-masing jurnal.

- tulisan dikirm, saat-saat ini perbanyaklah berdoa dan bersedekah. Kalau perlu bikin acara yasinan :D

- editor jurnal tersebut akan mencari beberapa orang pakar (reviewer) yang bidangnya sama dengan penelitian kita untuk menilai kelayakan dari jurnal yang kita tulis.

- setelah enam bulan hingga satu tahun, diperoleh jawaban dari editor jurnal tersebut; ditolak, diterima dengan revisi, atau langsung di muat (sangat jarang).

- penulis harus memenuhi persyaratan revisi tersebut, biasanya lebih dari satu kali proses revisi.

- jika sudah dianggap layak, jurnal kita akan diterbitkan. Dan bolehlah kita tersenyum lebar :D

Tampak mudah? Tunggu dulu, berbagai kendala dapat menghadang impian untuk melihat nama kita di jurnal bergengsi.

Yang pertama adalah terkadang begitu susah mendapatkan reviewer yang pas dengan bidang kita atau yang bersedia mereview hasil penelitian yang kita lakukan. Kenapa begitu? Karena para reviewer itu umumnya tidak dibayar. Kesediaan mereka hanyalah sebagai bentuk pengabdian kepada ilmu pengetahuan. Meski bersedia pun, kebanyakan mereka adalah orang-orang penting yang sibuknya luar biasa. Tak heran proses review ini terkadang butuh waktu hingga satu tahun lebih.

Yang kedua, ini tergantung nasib, terkadang kita mendapatkan reviewer yang rese dan perfeksionis. Bukan hanya revisi, tapi sampai meminta data penelitian ditambah atau diulang! bayangkan saja, penelitian yang setengah mati diselesaikan itu harus kita lakukan sekali lagi. Sebagai informasi, penelitian ilmiah di bidang farmasi terkadang membutuhkan waktu minimaldua hingga tiga tahun. kalau mau ngambek dan tidak meneruskan, silahkan saja, nama kita akan di black list!

Nah, saking sulitnya proses publikasi ilmiah ini, ada saja yang mencoba main telikung. Misalnya fenomena ‘nebeng nama’. Hal ini biasa terjadi pada sesama kolega (terutama atasan) yang mau enak sendiri, tidak ikut meneliti tapi ujug-ujug ingin namanya dicantumkan.Mau menolak terkadang rasanya gimanaaa gituuu... (isi sendiri ya:D)

Tapi tak selamanya nebeng nama ini merugikan sang peneliti. Untuk peneliti pemula yang belum punya nama, justru malah meminta seorang peneliti terkenal agar mau dicantumkan namanya. Tujuannya? Agar jurnal kita lebih ‘mentereng’ dimata editor,sehingga memiliki peluang lebih besar untuk diterbitkan.

Proses diatas setahu saya berlaku untuk publikasi jurnal ilmiah di bidang eksakta. Untuk ilmu sosial saya kurang tahu (mungkin ada yang bisa sharing?)

Maka bersyukur lah kita para kompasiana, untuk mempublikasikan tulisan kita disini tidak sesulit proses diatas hehehe...

Mari kobarkan semangat menulis! Merdeka!!! :D

sumber gambar : http://www.cccfund.org

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun