Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Kalut (#10)

20 Juni 2021   10:10 Diperbarui: 20 Juni 2021   10:07 332 4
Sinar matahari pagi yang menembus masuk dari balik jendela kamar kosnya perlahan membentuk bayangan siluet di dalam kamarnya. Kosan yang memanjang dua tingkat itu terletak di lokasi yang strategis karena dekat jalan protokol, selangkah ke stasiun, dan nempel dengan kampus. Dengan alasan itu, ia merasa betah dan enggan untuk pindah. Ia sudah menempati kamar yang berukuran 3x3 meter itu sejak awal kuliah.  

Dengan malas-malasan, ia bangkit dari tempat tidur lalu mencabut hp yang masih dicas. Jam di hp-nya menunjukkan pukul 7:11 di pagi Rabu itu. Sambil menunggu air dispenser hangat, ia membuka jendela kemudian menyiapkan sebungkus kopi untuk diseduh. Menurutnya, tak ada yang lebih nikmat daripada secangkir kopi di pagi hari.

Semerbak aroma kopi nan menggugah selera menghadirkan suasana pagi yang lebih berwarna. Sambil menyeruput kopi ditemani sebatang rokok, matanya menatap tajam apa yang sedang ia baca disertai jarinya yang bergerak-gerak di atas layar hp. Ingar-bingar berita di media online seputar pandemi begitu menyedot perhatian. Tak ketinggalan juga medsos. Semakin menambah haru biru suasana.

Diberitakan dari media online hampir semua sektor ekonomi terkena dampak negatif pandemi. Ini diakui langsung para pelaku usaha dan bisnis di dalam maupun luar negeri. Beberapa bidang seperti pariwisata, perjalanan, manufaktur, hiburan, dan jasa mengalami dampak yang paling parah dengan kerugian yang sangat besar. Juga banyak UMKM hingga perusahaan besar terancam pailit dan bangkrut. Kondisi ini diperburuk lagi oleh maraknya gelombang PHK masal disusul meningkatnya jumlah pengangguran.

Dika termasuk orang yang realistis dalam melihat bencana pandemi ini. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Pandemi ini bisa berdampak pada siapapun termasuk dirinya. Jika ternyata hal buruk itu memimpin dirinya, ia akan menerima itu walau berat sekalipun. Toh baginya pekerjaan bisa dicari lagi. Semuanya tinggal dijalani saja. Namun dalam kenyataannya tidaklah semudah itu.  

Masih terkenang hari-hari terakhir saat ia masih bekerja dengan tenang tanpa ada kekhawatiran kehilangan pekerjaan. Siang itu selepas jam istirahat, ia dan beberapa orang pegawai lain diminta berkumpul di ruang pertemuan tanpa diberi tahu maksud dari agenda pertemuan itu secara jelas. Firasat buruk yang selama ini melanda semakin bertambah kuat. Maklum saja isu PHK yang beredar begitu santer terdengar sejak beberapa hari terakhir.

Sudah menunggu di dalam ruangan, dengan wajah dingin Manager Personalia menyambut kedatangan belasan pegawai yang terpaut hanya lima menit dari waktu yang ditentukan pukul 13:00. Meski berprinsip on time, ia masih menolerir keterlambatan itu. Dika ingat bertemu sang manager untuk pertama kali saat sesi interview setelah melewati rangkaian tes masuk kerja. Orangnya kelihatan galak tapi sebenarnya ramah dan bersahabat.

Namun hari itu sang manager tampak tegang terlihat dari ekspresi dan gerak-geriknya. Bak malaikat maut pencabut nyawa, ia mulai melaksanakan tugasnya. Setelah menyapa hadirin, tanpa banyak basa-basi ia langsung membacakan selembar surat yang sudah disiapkan.

"Yang terhormat Bapak Ibu rekan kerja sekalian,
Terima kasih atas kehadirannya. Mudah-mudahan kita semua selalu dalam kondisi sehat dan senantiasa memperoleh nikmat dan perlindungan dari-Nya. Di kesempatan yang baik ini saya mewakili perusahaan ingin menyampaikan maklumat penting perihal kondisi perusahaan dua bulan terakhir.

Terkait pandemi yang terjadi, perusahaan telah menempuh berbagai upaya seperti efisiensi dan perampingan jumlah staf juga direksi agar perusahaan tetap bertahan ditengah krisis pandemi yang mendera saat ini. Untuk itu, dengan berat hati kami memutuskan untuk merumahkan pegawai dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Sementara bagi pegawai dengan masa kerja satu hingga tiga tahun akan dikenai pengurangan honor yang besarannya akan diatur lebih lanjut. Ketentuan ini akan berlaku mulai tanggal 1 bulan depan.

Harus dipahami perusahaan sudah berusaha maksimal, mendengar dan menerima berbagai aspirasi, masukan, dan pertimbangan terkait keputusan yang diambil. Tentunya kami tidak akan mengambil langkah berat ini jika ada pilihan lain yang masih mungkin ditempuh. Namun sekali lagi dengan sangat terpaksa kami tak dapat menghindari dari pengambilan keputusan terakhir ini.

Demikianlah, dengan segala hormat pemberitahuan ini disampaikan. Semoga dapat dimaklumi. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih."

Tampak raut muka sayu nan lesu para pegawai saat sedang di-briefing ternyata difoto diam-diam oleh Dika. Kemudian pemandangan langka itu ia posting di statusnya dengan caption "at last, end of the road" disertai emoji sedih tiga buah. Postingan yang dikirim sore itu, segera mendapat respon yang beragam dari teman dan koleganya. Ada yang memberi comment, ada juga yang cuma sebatas lihat.  

Melihat postingan itu saat sudah malam, Herdi segera mengontak Dika. Ia kaget mengetahui hal itu. Menyatakan simpati dan berusaha menghiburnya, Herdi menawarkan bantuan jika ada yang diperlukan. Dika berterima kasih atas perhatian dan niat baik itu namun ia sendiri merasa tidak perlu dibantu. Saat ditanya apa yang akan ia lakukan, Ia belum tahu. Ia belum bisa memutuskan. Untuk sementara waktu ia mau cooling down dulu.

Di waktu lain, Herdi suka mengontak Dika. Menanyakan kabar atau hanya sebatas menyapa saja. Ia siap membantu jika Dika memerlukan sesuatu. Terkesan basa-basi atau memang tulus ingin membantu, tawaran itu bagi Dika suatu hal yang wajar sebagai bagian dari sopan santun dalam pertemanan. Namun karena sering diulang, lama-kelamaan ia menganggap hal itu tidak main-main.

Menurut Dika, Herdi tipe orang yang saklek dengan apa yang ia katakan. Hal itu tampak jelas setelah sekian lama Dika mengenalnya secara dekat. Dika teringat pada saat ia diajak "paksa" makan siang oleh Herdi beberapa waktu lalu. Tak disangka di kesempatan itu, Herdi malah berterus terang tentang permasalahan rumah tangganya. Bak anak kecil yang mengadu ke ibunya, ia menceritakan prahara yang menimpa dirinya dengan sang istri.

Berawal dari kecurigaan pada sang istri, Herdi yang penasaran diam-diam membuntutinya di suatu hari. Dari penelusurannya itu terjawab sudah. Firasatnya selama ini akhirnya terbukti. Dengan mata kepalanya sendiri ia menyaksikan perselingkuhan itu terjadi. Sang istri tidak menyadari bahwa hubungan terlarang itu telah diketahuinya. Torehkan luka mendalam yang terpaksa ia tanggung di hari-harinya mendatang.

Tak ada angin atau hujan, ia sendiri tidak mengerti apa yang membuat sang istri nekat berbuat seperti itu. Sampai sekarang pun ia masih tidak tahu. Sebagai seorang suami, ia merasa sudah berlaku sebagaimana mestinya. Tidak ada hal aneh atau buruk yang diperbuat. Dan terpenting menurutnya, tidak pernah ia menyakiti sang istri. Walaupun sibuk, ia tidak pernah menelantarkan keluarganya. Malah apa yang ia lakukan semata-mata demi keluarga.

Bak siswa dalam kelas sedang menyimak pelajaran, Dika mendengarkan curhat Herdi dengan bergeming. Ia sampai tak habis pikir bagaimana bisa hal itu terjadi pada Herdi. "Dengan kepribadian yang dimiliki dan segala kemapanan yang dicapai, Herdi mendapat perlakuan seperti itu dari sang istri. Alangkah teganya sang istri! Betapa miris dan ironisnya nasib Herdi!" gumam Dika dalam hati.

Berempati dengan perasaan Herdi, Dika Memberanikan diri bertanya. "Setelah pengkhianatan itu, kenapa tidak memilih berpisah saja?" tanyanya enteng.

Herdi tersenyum kecut seraya berkata, "Di usia pernikahan kami yang hampir 20 tahun, aku merenung apa yang salah selama ini. Namanya hidup berumah tangga, riak-riak kecil pasti ada. Dan kami mampu melaluinya sebelum ia seperti sekarang. Sedari awal aku paham konsekuensi jika ia bekerja. Aku pun tidak menuntutnya terlalu banyak sebagai ibu rumah tangga. Aku paham ia bukan wanita seperti itu."

"Jujur aku tidak menghendaki perpisahan walau aku tahu ia telah berkhianat. Saat ini aku hanya membiarkannya sendiri. Aku pun menghindar darinya. Walau tinggal di satu atap yang sama, kami hidup di dunia kami masing-masing. Entah berapa lama ini akan berlangsung. Aku berharap ini segera berakhir," ujarnya sambil menghela napas.

Sambil manggut-manggut, Dika lalu bertanya kembali, "Bagaimana jika ia yang meminta berpisah?"

Herdi terdiam sesaat kemudian berucap, "Aku percaya pada takdir. Jika memang takdir menghendaki kami bersatu, tak akan ada yang dapat menghalanginya. Namun jika takdir tidak menghendaki kami bersatu, tak akan ada yang dapat menghilangkannya. Biarkanlah waktu yang akan membuktikan." 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun