Pagi yang masih gelap
Sunyi membuka segala suara dan bunyi yang biasanya tak tertangkap daun telinga
Mata ini sudah terjaga
Hati dan rasa menggiring pada sosok pemerangkap rindu
Sekelebat bayang memburu dan menekan daya si empunya raga hingga telaga bening meluncur deras dari sepasang retina cantiknya
Mak...
Bahu ini bergetar tatkala memanggilmu
Lima tahun sudah kepergianmu tak lantas membuatku melupakan mu
Pipi menirus, mengeriput, Â dan punggung yang mulai tak lurus itu kini terus menari di pupil mata ini
Seolah menghantam setiap relung penyesalan saat emak berjuang sendiri melawan penyakit kanker yang bercokol menggerogoti tubuh tipismu
Sementara aku?
Aku di mana saat saat terakhir itu, Mak?
Aku menari  tertawa di puncak kepopuleran yang ku cipta di atas lafal doa-doamu dalam kawal malam
Mak....
Jangan menyesaliku
Aku ini masih anak kecilmu yang hilang di luasnya buana tak terhitung aksara
Mak...
Maafkan aku
Jika rasa sesal ini bisa mengembalikanmu padaku
Kan ku ulang masa remajaku dengan selalu ada di pelukmu, mendengar petuah bijakmu, tertawa dalam tangis menerjang jaring laba-laba yang suka bercokol di langit-langit rendah rumah kita
Mak..
Aku paham kini, hidup memang harus diperjuangkan dengan cara apapun dengan tidak meninggalkan seberkas nilai-nilai yang dulu pernah kau tuntunkan padaku, yang sayangnya selalu ku abaikan
Pendar mentari bersujud di kaki langit
Berjaga ku antara fajar dan senyum mu yang perlahan hilang..
Malang, 5 Mei 2021
#kicauhati
#relungnurani