Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Ganbare, Ai dan Beautiful Days

9 Februari 2012   12:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:52 564 0
Itu adalah judul film Ada Apa dengan Cinta dalam versi Jepang. Aku tidak bisa berbahasa Jepang, judul itu kutemukan di sini. RT @MirLes: Tepat hari ini, 10 thn yg lalu, film AADC beredar di bioskop nasional...hayoooo, siapa yg nonton di hari pertama? :p #10thnAADC Retweet itu muncul tadi sore di linimasa Twitter-ku, dari seorang teman. Aku tidak follow akun Mira Lesmana, namun seharian tadi seliweran retweets dari sejumlah seleb yang juga tidak ku-follow, dari yang ikut berproduksi dalam film ini, hingga yang tidak: RT @nicsap Tgl 9&10 feb #AADC akan diputar di Blok M Square nonton di bioskop akan beda dgn DVD atau Youtube, apalagi kl bareng temen2 sambil reuni RT @pandji Selamat utk #10ThnAADC kpd seluruh tim pendukung AADC. Terima kasih sudah jadi film penanda generasi :) http://lockerz.com/s/181818723 Hari ini 10 tahun lalu, aku masih muda belia :) belum genap dua semester menjadi mahasiswa di Jogja. Heboh pemutaran AADC, begitu judul film ini biasa disingkat, membuat bioskop-bioskop di Jogja kebanjiran rezeki. Bioskop-bioskop? Hummm, enggak lah. Bioskop saja. Hanya satu bioskop yang enayangkan AADC di Jogja. Ada Bioskop Mataram dan Bioskop Indra, duoheritage yang saat itu hanya menayangkan film-film Hollywood lawasan (seperti Ramboo) dan film Indonesia lama berbalut adegan ranjang. Meski tak sejadul dua bisoskop lainnya, Bioskop Mataram ini masuk dalam jajaran bioskop sangat sederhana. Bangunan gedungnya jauh dari gambaran warga kota besar tentang sebuah gedung bioskop. Apalagi bioskop yang merupakan jaringan raksasa usaha layar lebar yang hadir nyaris di seluruh pusat perbelanjaan itu. Banyak cerita tentang pengunjung yang berada di jajaraan kursi penonton namun tidak membayar tiket. Uniknya, penonton-penonton yang menyelundup ini tidak duduk di kursi, mereka sibuk menggelitiki kaki para penonton berbayar. Ya, mereka itu kawanan tikus yang entah sudah menjadi penghuni tetap bangunan tak terawat itu, entah pula merupakan pengunjung yang benar-benar ingin melihat Cinta dan Rangga, tokoh sentral di film ini. Kisah seru lain di Bioskop Mataram adalah atap bocor jika hujan dan bangku yangjeglog (anjlok) dimakan usia. Soal debu jangan ditanya. Nah, itu masih soal perawatan gedung. Kabarsound system,lighting dan sebagainya yang berpengaruh pada kualitas tayangan? Ya sama-sama tahulah! :) Pasca kehilangan Bioskop 21 di kawasan Demangan akibat terbakar di 1998, Bioskop Mataram menjadi satu-satunya andalan para pecinta sinema di Jogja. Bioskop ini memutar film-film baru, bukan film lawas seperti dua bioskop lainnya. Film yang rutin diputar adalah film keluaran Hollywood, meski tiap film yang hari ini rilis perdana, baru akan bisa dinikmati publik Jogja setahun kemudian, atau lebih lama sekitar 6 bulan dari rilis di Jakarta. Alasan pemutaran film Hollywood tentu saja akibat kala itu tak ada produksi film Indonesia. Film nasional sempat mati suri. FilmPetualangan Sherina yang dirilis dua tahun sebelum AADC menjadi semacam pembuka jalan bagi lahirnya film-film indonesia lainnya, meski AADC ini benar-benar menjaditrigger industri perfilman nasional. Cintanya Baik Sebagai cewe berstatus remaja tua - dewasa awal (ini kategori acuan program Keluarga Berencana), saat itu ketidakminatanku untuk menyaksikan AADC selalu menjadi hal aneh bagi teman-teman sebayaku. Film terspektakuler sepanjang hidupanku itu (kecuali film Warkop masuk hitungan), tak lntas menarik minatku. Ada sih keinginan untuk melihat, tapi nanti-nanti sejalah, setelah antrean menyepi. Namun nyatanya, hingga poster yang terpampang lebih dari dua bulan di Bioskop Mataram itu diturunkan, aku belum juga duduk di sana, menikmati kisah cinta remaja bersama para penonton gelap yang akan menari riang di kakiku. Saat itu, karcis nonton AADC dibanderol Rp 5.000 (atau Rp 7.500 yah?). Nominal ini setara dengan harga setengah kilogram beras kualitas lumayan di pasar Jogja hari ini. Aku tak tahu harga karcis untuk film yang sama di Bioskop 21 kala itu. Seorang reporter dari media kampus tempatku berkegiatan diminta untuk meliput kehebohan AADC.SKM UGM Bulaksumur sebenarnya merupakan media komunitas yang lebih banyak meliput kegiatan kampus. Namun dengan slogan "Dari manapun, oleh dan untuk mahasiswa UGM", tema ini menjadi relevan, mengingat mahasiswa adalah pangsa besar pemutaran AADC di Jogja. "Cintanya Baik-baik Saja, Kok!" begitu judul reportasi Ika Krismantari, teman yang meliput. Aku tak terlalu ingat isi dari liputannya. Maaf, namun akan kutambahkan di sini jika menemukan artikelnya. Saat itu SKM Bulaksumur tentu saja belum memiliki media online. Pertengahan 2002 Aku terlibat di Teater Gardanalla. Dalam sejumlah latihan dasar akting, adegan yang sarat emosi dari film AADC seringkali dijadikan contoh. Aku yakin ini bukan akibat para pemain filmnya memiliki akting yang baik, namun setting dalam film itu mudah berubah: dari sedih menjadi riang, lalu marah, dan seterusnya. Seorang teman sesama aktor yang lebih dulu bergabung dengan Teater Gardanalla berulangkali menganjurkanku untuk menonton film AADC untuk mempelajari intonasi percakapan. Dia sampai meminjamkan VCD yang tetap kubawa pulang namun tak pernah sempat kutonton itu. Yang menyenangkan adalah fakta bahwaWisnu Aji Kristianto, temanku ini, begitu hafal nyaris di tiap adegan penting (penting menurut dia untuk mengolah kepekaan aktingku). Berikut kata-kata yang seringkali dia ucapkan:

  • Kita? Elo aja kali sama kambing!
  • Kamu? | Ya, kamu. | Biasanya juga elo-gue...
  • Kalo bisa ngerjain sendiri, kenapa harus pakai pembantu? | Kalo ada pembantu, kenapa harus ngerjain sendiri?
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun