Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Rumus Wa`dun dalam Meningkatkan Budaya Membaca

15 Juni 2021   03:07 Diperbarui: 15 Juni 2021   03:08 117 3
Petuah sang Guru Bangsa, Muhammad Hatta : "Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya".

Menjadikan literasi sebagai sebuah tradisi rakyat adalah sebuah keniscayaan, namun dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. Karena, sejarah mencatat, bangsa kita memiliki tendensi kultur sebagai bangsa yang verbal.

Sejarawan-sejarawan seperti Taufik Abdullah menyakini betul bahwa tradisi budaya lokal kita adalah Lisan dan bukannya tulisan. Ingatan kolektif, pengetahuan, informasi atau perbendaharaan kultural apa pun ditranmisikan secara lisan dan visual. Maka, yang lahir dari tradisi kultura seperti itu kemudian bukanlah cendikiawan pemikir, tapi creator dan maestro upacara. Dan yang muncul dalam tradisi upacara adalah mantra dan rambu ibadat.

Dalam perkembangnya, mantra itu kemudian menubuh dalam syair, seloka, dongeng, sastra dan sebagainya. Maka, jangan heran bila Indonesia melahirkan hanya sedikit maestro dalam bidang buku. Hal ini berbeda jauh dengan ahli tradisi seni visual (lukisan, patung, ketoprak, tari, kesenian rakyat, dan sebagainya).

Bahkan dalam buku yang berjudul "Para Penggila Buku", dituliskan, bahwa bahasa Indoenesia yang kita kenal bukan bahasa yang diperuntukan untuk bahasa tulis, bahasa refleksi, bahasa filsafat. Karena, bahasa ini, tidak mempunyai struktur lampau, kini, dan akan datang. Semua bahasa sehari-hari dan hari ini (presen tense) kalau dalam bahasa Inggris, dan itu disebut lingua franca.

Kurangnya budaya literasi Indonesia bisa dilihat juga dari hasil penelitian yang dirilis oleh Central Connecticut State University, dalam The World's Most Literate Nations (WMLN), pada 2016. Tentang peringkat minat baca, yang menempatkan Indonesia berada di peringkat ke 60 dari 61 negara. Selain itu, UNESCO melansir pada 2012, indeks tingkat membaca orang Indonesia yang hanya 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius (JPNN, 8 Juni 2016). Kecenderungan Masyarakat kita, lebih dominan pada menonton TV, Radio ketimbang Membaca. seperti data dari BPS tahun 2006. Orang memilih menonton TV (85,9), Radio (40,3) dan membaca koran (23,5) persen.

Kendati demikian, kita harus tetap berusaha menumbuh kembangkan minat baca dikalangan masyarakat. Karena, membaca itu penting, apalagi membaca buku. Dengan salah satu caranya dapat menggunakan rumus wa`dun.

Rumus wa`dun

Memabaca buku bernilai Ibadah karena melahirkan ilmu. Dalam Islam, menuntut ilmu itu wajib. Hadis Nabi Muhamad SAW pun menganjurkan agar menuntut ilmu walau sampai ke negeri Cina. Dalam menuntut ilmu dan membudayakan membaca buku tidak lah mudah, maka yang paling penting yang bisa dilakukan sebelum amalan membaca buku dilakukan, menurut Alquran, keluarkan terlebih dulu keutamaan dan manfaat suatu amalan, termasuk membaca buku.

Misalkan kita menerka, Kira-kira apa keutamaan membaca buku? Kalau kita membaca buku apa yang kita dapatkan? Dan lainnya. Dengan mengeluarkan keistimewaan atau keutamaan amalan tersebut, khusunya amalan membaca buku, lalu kita tulis, kita simpan di tempat yang strategis, di dinding dalam rumah misalnya. Itu, secara tidak langsung akan terus kita baca manfaatnya, yang nantinya akan menjadikan motivasi yang kuat untuk kita melakuakn suatu amalan, termasuk membaca buku. Nah, rumus ini dalam istilah fiqih disebut 'Wa`dun (janji positip/keutamaan, yang Allah SWT siapkan bagi Hambanya yang mengerjakan ibadah atau amanalan tertentu).

Merujuk pada rumus di atas, penulis mencoba mereview manfaat membaca buku. Di antaranya:

1. Dapat meningkatkan Derajat. Hal itu diungkap dalan Al-qur`an, yang salah satu maknanya, " Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat". Mengingat membaca buku melahirkan ilmu.

2. Terhindar dari kerusakan penyakit. Disampaikan oleh Ken Pugh, Phd. Presiden direktur dari Haskins Laboratories. yang menyebutkan membaca bisa terhindar dari penyakit Alzhelmeimer, Demensia, stres, serta kerusakan jaringan otak dimasa tua, dan dapat membantu seseorang untuk menumbuhkan saraf-saraf baru otak. Karena membaca buku dapat menjaga otak agar tetap aktip sehingga dapat melakukan fungsinya secara baik dan benar.

3. Dapat Meningkatkan kualitas Memori, konsentrasi, melatih keterampilan untuk berpikir, menganalisa, menulis dan meningkatkan wawasan.

Lalu, agar budaya literasi dapat membumi, Fauzhil Adhim, dalam bukunya "Membuat Anak Gila Membaca (2007)", mengatakan, memperkenalkan membaca pada anak semestinya sejak usia 0-2 tahun. Sebab dalam kondisi itu, perkembangan otak anak pesat. (80 persen kapsitas otak manusia dibentuk pada periode dua tahun pertama). Bila sudah dikenalkan sejak saat itu, kelak meraka akan memilki minat baca yang tinggi. Dalam menyerap informasi baru, mereka akan lebih enjoy membaca buku, ketimbang menonton TV dan mendengarkan Radio.

Dengan beberapa cara di atas, semoga kultur literasi di Indonesia meningkat. Sehingga, melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan dapat berdaya saing tinggi. Serta kerisauan tentang petuah sang guru bangsa pun, akan terobati, salah satu indikatornya dengan tingkat literasi kita naik kasta.

Sebelum menutup tulisan ini, penulis teringat dengan kata-kata Barbara Tuchman, "Buku adalah pengusung peradaban, tanpa buku sejarah menjadi sunyi, Sastra menjadi bisu, Ilmu pengetahuan menjadi bisu, serta pikiran dan spekulasi akan mandek".

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun