Selama 4 tahun ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo mendorong adanya program sertifikasi tanah. Program ini bagian dari agenda Reforma Agraria yang menjadi salah satu poin di Nawacita.
Program ini bertujuan untuk memberikan alas legal bagi aset atau tanah rakyat, sehingga bisa terlindungi dengan baik. Mengingat banyaknya pencaplokan tanah yang dialami warga hingga berujung pada konflik.
Meskipun capaian program sertifikasi tanah ini sangat baik, namun sayangnya masih ada saja oknum yang mencari peluang dari sini. Mereka menarik pungutan liar (pungli) yang besarannya lebih besar dari ketentuan yang sudah ada.
Seperti yang diberitakan oleh Tempo beberapa waktu lalu bahwa ada 3 daerah di Jakarta dan Tangerang Selatan yang untuk menerbitkan sertifikat membutuhkan dana 1-3 juta. Dapat dipastikan bahwa itu adalah pungutan liar.
Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil menegaskan bahwa pengurusan sertifikat tanah pada dasarnya adalah gratis atau tidak dipungut biaya sama sekali. Kementerian ATR/BPN menyosialisasikan bahwa pengurusan sertifikat tanah ini bersifat gratis, namun di tingkat desa memang ada biaya sebesar Rp. 150 ribu sesuai dengan keputusan 3 menteri.
Sofyan Djalil menjelaskan bahwa adanya pungli pengurusan sertifikat tanah itu terjadi bukan di tingkat BPN, namun bisa jadi di tingkat desa, RT, atau RW.
Atas temuan pungli tersebut, Kementerian ATR/BPN akan melakukan investigasi terhadap keberadaan sumber pungli. Inilah yang akan dibersihkan oleh pemerintah.
Kita baiknya mendukung program sertifikasi tanah ini, salah satunya dengan melaporkan adanya pungli. Partisipasi warga ini akan turut memperbaiki kualitas pelayanan program sertifikasi.