Mohon tunggu...
Koko Nata
Koko Nata Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Insan biasa yang tengah membiasakan diri untuk terus menulis dan giat membaca. Pengelola Rumah Cahaya FLP yang juga sedang menyelesaikan pendidikan di Psikologi Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rumah Bersejarah Terancam Punah

17 Agustus 2010   03:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:58 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_228947" align="alignleft" width="300" caption="Rumah Bersejarah yang Terancam Punah foto:sepeda.files.wordpress.com"][/caption]

Pagi ini saya menyaksikan berita yang cukup miris, kontradiktif dengan suasana 17 Agustus hari ini: rumah yang pernah menjadi tempat persinggahan Soekarno dan Mohammad Hatta sehari sebelum Proklamasi Kemerdekaan hendak dijual oleh ahli warisnya. Apabila sudah laku terjual, terserah pada pemilik baru, ingin dibuat bangunan baru atau diratakan dengan tanah tidak masalah. Toh pemerintah tidak ada perhatiannya.

Rumah yang berlokasi di Dusun Kalijaya, Rengas Dengklok, Karawang, Jawa Barat itu merupakan tempat merumuskan teks proklamasi, juga saksi bisu ketika Fatmawati menjahit sang saka Merah Putih. Cicih, ahli waris dari Jiaw Kie Siong, pemilik rumah mengaku cukup repot mengusahakan biaya perawatan Rp 500.000 setiap bulan. Sumbangan dari pengunjung tak bisa diandalkan sedangkan bantuan pemerintah pusat maupun daerah tak pernah ada secara rutin.

Satu bukti bahwa pemerintah kurang menghargai tempat bersejarah terkuak kembali. Renungan suci yang dilakukan Presiden SBY tadi malam rasanya kurang bermakna jika rumah di Rengas Dengklok tersebut benar-benar laku terjual. Penghormatan terhadap pahlawan yang telah almarhum memang penting, namun perawatan dan pelestarian situs bersejarah juga tak kalah penting.

Dengan publikasi mengenai rumah tersebut di media massa, sudah seharusnya pemerintah daerah membuka mata dan tanggap. Rumah tersebut adalah aset berharga dan bisa dimanfaatkan sebagai arena wisata sejarah. Memang wisata sejarah memang belum populer di Indonesia, namun jika pihak-pihak yang berwenang tidak peduli, tempat-tempat bersejarah hanya akan tinggal cerita dan foto saja. Apakah harus orang berduit atau masyarakat gotong royong patungan membeli rumah itu? Kita lihat saja kabar berikutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun