Mohon tunggu...
koko abror
koko abror Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa Psikologi

Muqoddas Abror

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Benarkah UN Dihapus?

8 Desember 2019   13:16 Diperbarui: 8 Desember 2019   21:39 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akhir -- Akhir ini isu yang marak berdedar di masyarakat yaitu mengenai isu penghapusan Ujian Nasional pada kelas akhir di tingkat SMA oleh Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan  (MENDIKBUD). Menurut beliau ujian Nasional yang selalu dilakukan oleh para siswa kelas akhir tingkat SD, SMP maupun SMA, menuai banyak pandangan mengenai sisi posistif dan negatifnya.

Bapak Mendikbud  Nadiem Makarim mengungkapkan alasan yang melatarbelakangi rencana penghapusan ujian nasional (UN). Menurut Beliau mengapa ada wacana seperti itu ubtuk menghindari dampak negatif dari UN.

Beliau mengungkapkan bahwa hal negatif yang paling berdampak saat UN adalah tingkat stress yang dialami oleh para calon peserta. Saat siswa menghadapi ujian yang pelajarannya bukan bidang mereka, ada rasa khawatir yang berlebihan.

Seperti yang kita tahu, stress dikenal sebagai interaksi antara kemampuan coping seseorang dengan tuntutan lingkungannya. Stress juga merupakan proses psikobiologikal (adanya stimulus yang membahayakan fisik dan psikis bersifat mengancam lalu memnculkan reaksi-reaksi kecemasan).

Fenomena lingkungan yang berkaitan dengan stress sering sekali kita temukan, dimanapun kita berada. Karena setiap individu yang hidup tidak lepas dari stress dalam kesehariannya.

Fenomena stress bisa kita jumpai dalam kasus kasus misalnya yang terjadi saat siswa akan menghadapi ujian nasional. Fenomena-fenomena stress sebenarnya dapat diatasi dengan coping atau penyesuaian stress, sehingga respon dari stress yang timbul dapat menjadi konstruktif atau membangun. Namun pada kenyataannya tidak sedikit orang yang mengalami stress yang luar biasa hanya karen masalah yang dapat dibilang sepele tetapi tidak bisa mengatasinya.

Stress merupakan kondisi fisik yang ada dalam diri setiap orang. Artinya stress tidak mengenal jenis kelamin, kedudukan, jabatan dan lin sebagainya. Stress bisa dialami oleh bayi anak-anak, remaja maupun orang dewasa bahkan mungkin oleh makhluk hidup lainnya.

Stress dapat berpengaruh positif maupun negatif. Pengaruh positif mendorong orang untuk mebangkitkan kesadaran dan menghasilkan penngalaman baru. Sedangkan pengaruh negatif menimbulkan perasaan-perasaan tidak nyaman, tidak peraya diri, penolakan, marah, depresi dan memicu sakit kepala, insomnia dan penyakit lainnya.

Stress pada anak yang berkepanjangan akan berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya yaitu kurang percaya diri dan takut melakukan sesuatu. Istilah stress tidak dapat dipisahkan dari disstress dan depresi, karena satu sama lain saling terkait. Stress merupakan reaksi fisik terhadap masalah kehidupan yang dialami. Apabila fungsi organ tubuh sampai terganggu maka orang tersebut mengalami disstress, yaitu derajat penyimpangan fisik, psikis dan perilaku dari fungsi yang sehat. (Sopiah, 2008).

Fenomena stress dapat dilihat dari penelitian yang ada dalam jurnal kesehatan mental masyarakat pedesaan. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa respon stress yang negatif. Yaitu kecemasan, gangguan suasana hati seperti depresi dan manik depresif. Penelitian Lestari (2009) di desa Bangun Rejo kecamatan Tanjung Morawa, kabupaten Deli serdang, yang melibatkan 7 orang ibu hamil memperlihatkan adanya respon stress dengan kecemasan persalinan yan ditandai dengan gejala jantung berdebar-debar dan tidak bisa tidur.

Stress juga diperlihatkan oleh suami isteri diwilayah Desa Ngoro, Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto yang menikah diusia muda walaupun tarafnya masih sedang. Hal ini diperlihatkan oleh hasil penelitian Khusnah (2010) yang melibatkan 94 orang subjek, 47 orang suami dan 47 orang isteri.

Stress juga ditemukan pada lansia di Desa Tambak Meirang Girimarto, Wonogiri yang ditandai dengan insomnia (Wibowo, 2009). Penelitian Wibowo ini mwlibatkan responden lansia sebanyak 84 oranf. Wanita menopause di dusun jaranan Desa Agromulyo, Keamatan Cangkringan Kabupaten Sleman juga memperlihatkan adanya stress dalam taraf sedang, bahkan 20% dari 55 orang subjek penelti memperlihatkkan stress berat (Hartini dan Tugiyarti).

Fenomena ini membuktikan bahwa stress dapat dialami leh setiap kalangan tanpa mempertimbangkan jenis kelamin, kedudukan dan lain sebagainya.

Fenomena lain mengenai stress tampak dari siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional. beberapa hal yang menjadi faktor penyebab siswa menjadi stres ketika menghadapi stres Ujian Nasional adalah bukan hanya berasal dari dalam diri siswa atau lingkungan keluarga saja, tetapi perbedaan sistem belajar yang diterapkan setiap sekolah menyebabkan anak menjadi tertekan sebelum Ujian Nasional diadakan.

Setiap sekolah menerapkan pola pembelajaran melalui ujian try-out, pemantapan sekolah, maupun ujian-ujian dalam bentuk lainnya bertujuan untuk memotivasi siswa agar mencapai standar kelulusan yang diharapkan oleh Departemen Pendidikan.

Keadaan yang membuat siswa terus digenjot dengan pemberian ujian-ujian try-out rutin dan materi pelajaran berdampak pada jadwal siswa yang semakin padat di sekolah terlebih lagi jika terdapat orang tua siswa yang memasukan anaknya untuk mengikuti kegiatan bimbingan belajar di luar sekolah, tidak menutup kemungkinan timbulnya kelemahan-kelemahan yang berpengaruh negatif pada diri siswa.

Stress pada siswa menjelang UN dapat diatasi dengan coping stress. Taylor (2009) menyatakan bahwa individu yang rajin berolahraga akan mampu untuk mengaktifkan Hypothalamic Pituitary Adrenocortical (HPA) yang akan melawan munculnya stres dalam tubuh pada sistem saraf simpatik dan pada dasarnya akan memberikan pengaruh pada sistem neurobiologis dan emosional pada pola munculnya stres dalam tubuh.

Corbin, Welk, Corbin, dan Welk (2008) melanjutkan indikator gaya hidup sehat pada pola makan seimbang individu yang terkait dengan hubungannya pada tingkat stres, dimana ketika individu mengalami stres yang tinggi maka akan cenderung mengkonsumsi makanan dengan lemak berlebih (seperti coklat, snack, dan daging) dan kurang mengkonsumsi buah atau sayur pada saat sarapan pagi.

Stilley (dalam Taylor, 2009) juga menambahkan individu dengan kesadaran dan tingkat inteligensi yang tinggi memiliki kemampuan untuk dapat mengatur pola makan yang baik, berbeda dengan individu pada tingkat depresi, cemas ataupun stres yang tinggi maka akan kurang mampu untuk mengatur pola makan dan akan cenderung mengalami penyakit kolesterol pada usia dini.

Beberapa fenomena stres diatas menunjikkan bahwa stress dapat bersifat konstruktif dan destruktif. Stress pada siswa menjelang UN dapat bersifat keduanya tergantung dari penyesuaian respon yang diterima masing-masing siswa. Banyak faktor yan dapt mebantu siswa untuk melakuka coping stress agar mereka dapat menjadikan stress bersifat membngun.

Penanganan 

Proses penanganan yang tepat seharusnya bagi orang yang mengalami Post Traumatic Stress Disorder adalah dengan kondisi keluarga yang bisa mengerti dengan keadaan dan memiliki kontak secara langsung dengan anak tersebut, begitu juga yang diungkapkan Fahrudin (2008), peran orang tua, keluarga dan lingkungan dianggap sangat penting karena mereka adalah orang-orang secara kontak langsung dekat dengan anak-anak. Bisa juga dengan memberikan pengalihan terhadap kejadian yang telah berlalu agar pasien tidak mengalami trauma berlebihan.

Memori pada anak-anak sangat cepat menerima respons dan cepat juga informasi tersebut menghilang asalkan dilakukan proses belajar untuk mengalihkan perhatian kepada hal-hal yang membuat anak-anak trauma (Hunt, 1982). Bahkan membuat seseorang yang mengalami trauma seperti itu menjadi bergembira adalah salah satu proses penanganannya seperti yang diungkapkan (Asmani, 2011) Menabur kegembiraan dan keceriaan pada anak, akan membuatnya mampu mengaaktualisasikan kemampuan dalam bentuk yang sempurna.

terdapat delapan strategi coping yang biasa digunakan, yaitu:

1. Impunitive yaitu menganggap tidak ada lagi yang dapat dilakukan dalam menghadapi tekanan dari luar.

2. Intropunitive yaitu tindakan menyalahkan diri sendiri saat menghadapi masalah

3. Ekstrapunitive yaitu melakukan tindakan agresi saat bermasalah

4. Defensiveness yaitu melakukan pengingkaran atau rasionalisasi

5. Impersistive yaitu merasa optimis bahwa waktu akan menyelesaikan masalah dan keadaan akan membaik kembali

6. Intrapersistive yaitu mengharap orang lain akan membantu menyelesaikan masalahnya

7. Interpersistive yaitu percaya bahwa kerjasama antara dirinya dengan orang lain akan dapat mengatasi masalah

8. Intropersitive yaitu individu percaya bahwa harus bertindak sendiri untuk mengatasi masalahnya.

Manfaat dari strategi coping adalah pada intinya agar seseorang tetap dapat melanjutkan kehidupan selanjutnya walaupun memiliki masalah, yaitu untuk mempertahankan keseimbangan emosi, mempertahankan self image yang positif, mengurangi tekanan lingkungan atau menyesuaikan diri terhadap kajian negatif dan tetap melanjutkan hubungan yang memuaskan dengan orang lain.

Kesimpulan

Memang banyak terdapat sisi negative dan positif dari pelaksanaan ujian nasional bagi siswa. Banyak orang berpendapat bahwa ujian nasional lebih banyak sisi negatifnya. Terutama orang tua seharusnya bisa menjelaskan pada anaknya agar tidak salah persepsi mengenai pelaksanaan ujian nasional. Orang tua lah yang menjadi peran utama untuk mendukung anaknya dan membantu mental anaknya agar siap menghadapi ujian nasional.

Namun, isu ini masih memerlukan pengkajian ulang untuk selanjutnya ditetapkan sebagai keputusan. orang -- orang yang berkompeten sedang melakukan kajian agar keputusan yang dihasilkan bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Semoga saja apa yang mereka hasilkan menjadi yang terbaik bagi pendidikan di Indonesia..

Daftar Pustaka

Asmani, J. M. 2011. 7 Tips Aplikasi Pakem (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan), Menciptakan Metode Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Yogyakarta. Diva Press.

Atwater, Eastwood.1984.Psychologi of Adjusment 2nd engelwood cliff:pretince hall-inc.

Hartini dan Tugiyanti, U.2007.Tingkat Kecemasan Wanita Menopause di dusun jaranan Agromulyo cangkringan, Sleman. Intisari Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hunt, M. 1982. The Universe Within, A New Science Explores The Human Mind. New York. Simon & Schuster.

Jurnal Sriningsih: Problem Kesehatan Mental Masyarakat Pedesaan

Jurnal Psikoologi Udayana : Nyoman Adi. K dan Putu Nugrahaeni W. 2013, Vol,1, No.1, 138-150. Hubunggan Gaya Hidup Sehat dengan Tingkat Stress siswa Kelas XII di SMA Negeri Denpasar Menjelang UN Berdasarkan Strategi oping Stress.

Khusnah, A.2010.Perbedaan Stress antara Pria dan Wanita pada Perkawinan Usia Muda di desa Ngoro, Kecamatan Ngoro,Kabupaten Mojokerto. Skripsi. Malang : Fakultas Ilmu pendidikan Jurusan Bimbingan Konseling Psikologi.Universitas Negeri Malang.

Lestari, D.2009.Pengalaman Ibu Hamil dalam Menghadapi Stress Persalinan di Desa Bangu Rejo, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli serdang tahun 2008-2009. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/handle.123456789/16502.diakses 8 Desember 2019

Sari Dewi, Sartika.2012.Buku Ajar Kesehatan Mental.Lembaga Pengembangan dan Penjamin Mutu PendidikanUniversitas Diponegoro:Semarang.

Wibowo,A.D.2009.Hubungan antara Tingkat Stress dengan Insomnia pada Lansia di Desa Tambak Merang Girimarto, Wonogiri.Skripsi.Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun