Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Media dan Difabel di Temu Inklusi Nasional 3

30 Oktober 2018   22:20 Diperbarui: 30 Oktober 2018   22:28 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Temu Inklusi Nasional ke tiga (Foto: Ko In)

Media komunitas dapat menjadi alat meningkatkan posisi tawar bagi para penyandang disabilitas atau difabel jika dikelola secara baik. Sehingga mampu menjadi alat untuk menyuarakan hak-haknya yang selama dinilai masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan.

Temu Inklusi 2018 yang berlangsung di Plembutan, Playen, Gunungkidul Jogja, 24 Oktober 2018 dalam diskusi kelompok yang membahas terkait Media dan Difabilitas terungkap jika media komunitas jangan hanya menjadi alat atau tempat mengeluh, terkait persoalan pribadi. Sebabg hal itu akan menurunkan penilaian atau citra kualitas diri difabel.

Kertaning Tyas, menyoroti secara khusus cara pengelolaan media komunitas agar media tersebut dapat meningkatkan bargaining potition teman-teman difabel. Mas Ken, demikian panggilan akrabnya saat menjadi nara sumber dalam diskusi kelompok di dusun Papringan, Plembutan, Playen yang dihadiri oleh berbagai perwakilan dari beberapa daerah.

Focus Group Disccusion dibagi menjadi beberapa kelompok di tempat yang berbeda-beda letak dusunnya. Sehingga  peserta Temu Inklusi  2018 dapat mengenal kondisi lingkungan dan alam di Playen yang saat itu tanahnya kering karena musim kemarau.

Dampak kemarau di Gunungkidul (foto:Ko In)
Dampak kemarau di Gunungkidul (foto:Ko In)
Tanah kering dan merekah (Foto:Ko In)
Tanah kering dan merekah (Foto:Ko In)
Dalam kesempatan itu, Mas Ken yang sudah memiliki pengalaman melakukan pendampingan dan pemberdayaan bagi teman-teman difabel di Malang, lewat Forum Malang Inklusi atau FOMI dan komunitas Lingkar Sosial atau LINKSOS. Membagikan banyak pengalamannya kepada peserta diskusi yang difabel atau non difabel.

Pengalaman Mas Ken menjadi pemantik semangat kelompok untuk menyatukan pikiran, mengurai permasalahan yang dialami difabel dan upaya mencari solusi atau jalan keluar lewat berbagai cara diantaranya pemberdayaan difabel, masyarakat, media, pemerintah dan pihak-pihak yang terkait serta memiliki kepedulian. 

Diskusi yang berlangsung di balai desa Papringan terasa cukup panas walau diskusi dilakukan di aula balai desa setempat. Dapat dimaklumi karena saat itu cuaca memang terik dan pohon-pohon terlihat daunnya berguguran karena kering kekurangan air.

Balai Desa Papringan (Foto: Ko In)
Balai Desa Papringan (Foto: Ko In)

Dalam kesempatan itu, Tomi Apriano dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jogjakarta ikut berbagi pengalaman saat menjadi wartawan media mainstream. Bagaimana lemahnya kepedulian serta pengetahuan sebagian wartawan dalam memberikan informasi yang akurat terhadap penyandang disabilitas. Salah satu penyebabnya karena kurangnya informasi terkait masalah-masalah difabel.

Tomi, Mas Ken dan moderator (Foto: Ko In)
Tomi, Mas Ken dan moderator (Foto: Ko In)

Untuk itu Mas Ken berharap agar media komunitas baik berupa radio komunitas atau media sosial yang dikelola bersama  rekan-rekan difabel atau kolaborasi difabel dan non difabel dapat menjawab kebutuhan utama para difabel, yang selama ini masih dirasa jauh dari apa yang diharapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun