Tangan kanan menarik anak panah yang terhubung dengan tali busur. Dalam waktu bersamaan mengangkat busur yang ada di tangan kiri. Mencoba meluruskan tangan kiri sejajar dengan bahu.  Agar dapat melihat target sasaran  dengan lingkaran warna kuning atau lewat ujung anak panah.Â
Badan harus berdiri tegak. Jarak antara kedua kaki tidak begitu dekat dan juga tidak terlalu lebar. Cari posisi senyaman mungkin bagi kaki, agar mapan dan mapan saat menopang aktivitas memanah sasaran yang diam.
Tetapi, tidak perlu buru-buru melepas anak panah. Sambil membidik target berupa lingkaran warna-warni. Ada warna kuning, merah, biru, hitam dan putih. Perhatikan goyangan rumput atau lambaian pohon, untuk mengetahui kemana arah angin bertiup. Supaya dapat memperkirakan kecepatan hembusan angin. Apakah dapat mempengaruhi kecepatan dan arah anak panah.
Kemampuan memanah saya tidak seperti yang Robin Hood atau Arjuna. Mendekati sasaran saja sudah merupakan prestasi yang luar biasa bagi saya yang mencoba memanah dengan alat panah tradisional.
Walau tradisional, perlengkapan alat panah ini sudah lebih dari lumayan menurut ukuran saya. Jadi teringat masa kecil, jika meminta dibelikan alat panah tradisional ke orangtua, merupakan permintaan yang mustahil dikabulkan waktu itu.
Berlari-lari mengejar ayam tetangga sambil membawa panah, terasa seperti suku Indian yang garang, yang tidak takut pada apapun dan siapapun. Manakala anak panah melesat dari busur dan mengenai sasaran, ayam tidak mati. Cuma terkejut sambil mengeluarkan suara keras dan berlari.
"Keok.... Keok.....Keok.....!!!" atau
"Petok.... Petok....Petok......Petok.......!!!"
Ketika kami berhenti mengejarnya, ayam itu berhenti berlari juga, sambil masih sempat menengok kebelakang mengawasi atau seolah mengejek kami kalau mereka tidak terluka. Sebab ada satu ayam habis dikejar malah diam dan mengeluarkan kotoran.