Mohon tunggu...
Afif Arifin
Afif Arifin Mohon Tunggu... Guru - Kuli kata

Semua kata yang saya gunakan ada di kamus. Saya hanya bertugas menyusunnya dengan baik -- Somerset Maugham

Selanjutnya

Tutup

Financial

Stabilitas Keuangan dan Estafet Kesejahteraan

3 Agustus 2019   22:15 Diperbarui: 3 Agustus 2019   22:36 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

5b. Mengenalkan fintech (financial technology)

Cara investasi kedua ini cukup dikenalkan saja karena untuk melibatkan di dalamnya anak masih belum terlalu lihai mengelola manajemen risiko. Artinya, dengan mengenal teknologi finansial anak saya ada kesadaran bahwa uang tidak selalu berbentuk fisik. Berinvestasi pun nanti menggunakan kecanggihan teknologi digital. Memang saat ini banyak macam dan model investasi berbasis teknologi yang sudah resmi terdaftar di OJK. Prospek ke depannya juga sangat menggiurkan. Hal ini berdasarkan rilis riset dari Google dan A.T Kearney menunjukkan bahwa arah investasi Indonesia ke depannya menuju dua sektor: fintech dan kesehatan.

6. Membelikan amplop

Penggunaan amplop mirip dengan mencatat transaksi keuangan. Yang membedakan adalah mengalokasikan keuangan sesuai dengan peruntukannya. Setiap amplop diberi label sesuai kebutuhannya. Dia saya sarankan memberi label yang sederhana dan langsung ke barangnya karena anak masih belum mampu berpikir abstrak. Misalnya, amplop uang buku, uang jajan, uang sepatu, uang kaos, dll. Jika pun nanti dia ingin ganti sepatu dan uang dalam amplop kurang maka saya cukup menambahi kekurangannya. 

7. Mengajarkan kebutuhan dan keinginan

Ini yang rumit, terutama bagi yang dewasa. Apalagi bagi wanita. Ketika keinginan membeli suatu barang muncul maka seakan-akan semua pembenaran menjadi logis. Apalagi bila didasari gengsi. Francine Jay dalam bukunya, Seni Hidup Minimalis, mengatakan bahwa barang adalah barang, Anda adalah Anda. Antara keinginan dan kebutuhan berbeda sama sekali. Kebutuhan lebih bersifat mendesak dan harus segera dipenuhi, seperti makan, minum, berpakaian dan lain sebagainya. Sedangkan keinginan bersifat emosional sehingga bisa ditunda, ditekan atau bahkan dihilangkan. Mengajarkan secara konkrit perbedaan keinginan dan kebutuhan adalah dengan cara seperti di atas (poin 3). 

8. Diarahkan ke produk dalam negeri berkualitas baik

Ketika ingin membeli sesuatu sebisa mungkin saya mengajaknya membeli barang buatan Indonesia tapi memilih yang berkualitas bagus. Terkadang saya ajak membeli dua produk sekaligus: impor dan ekspor. Kemudian saya ajak membandingkannya dari segi kualitas. Jika keduanya hampir sama kualitasnya untuk apa membeli barang dari luar negeri. Toh, dari segi fungsi sama. Saya tanamkan secara serius bahwa belilah sesuatu karena fungsi, bukan gengsi. Maka keuangannya akan stabil dan seimbang.

9. Hukum akumulasi

Hukum ini akan terlihat kalau dipantau secara harian. Misalnya, hari ini pukul tujuh pagi kita membeli makanan ringan sekian ribu rupiah. Agak siang sedikit pukul 11 membeli es dan jajan. Begitu seterusnya dalam satu hari. Saat membeli mungkin tidak terasa berat dan hanya dalam nominal kecil. Tapi, pada akhir hari itu akan terlihat jumlah uang selama satu hari yang sudah dibelanjakan. Hukum akumulasi adalah "ilusi keuangan" yang menipu pelakunya. Saat membeli terasa ringan tapi ketika dijumlahkan angkanya besar. Kalau tidak bijak kebiasaan demikian akan mengganggu sistem stabilitas keuangan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun