Mohon tunggu...
K. Fatmawati
K. Fatmawati Mohon Tunggu... Desainer - Penjelajah

Desainer grafis yang berfokus pada keseimbangan lingkungan, pendidikan, tatanan sosial budaya, ilmu pengetahuan dan percepatan digital.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pencemaran Nama Baik dan Reputasi

17 Juli 2013   04:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:26 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu (14/7) mungkin adalah hari yang tidak akan dilupakan oleh banyak orang. Hari tersebut bukanlah hari peringatan apapun, namun cukup bersejarah dan membekas dibenak siapapun yang melihat peristiwanya. Kejadian bermula ketika saya, ibu, kakak dan adik sedang berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan Kota Jombang. Suasana “pasar” sangat ramai layaknya menjelang lebaran. Setelah membeli beberapa potong pakaian, langsung saja kami ke kasir untuk menyelesaikan pembayaran. Suasana dalam kondisi biasa saja-normal-dan tertib. Mendadak kami semua (seantero pembeli di lantai 2) dikejutkan oleh suara alarm yang meraung-raung di bagian “detector”. Ibu-ibu berusia kurang lebih 50 tahun yang melewatinya sambil membawa tas kresek hasil belanjaan, kontan kaget. Belum lagi 2 orang satpam langsung menghadang dan mengambil tas kresek tersebut dan dibuka begitu saja. Saya sekeluarga terdiam tidak percaya melihat peristiwa ini. Tidak hanya kami, semua pengunjung “mall” ini pun melihat ibu tersebut dengan pandangan menghakimi. Layaknya seorang pencuri yang tertangkap basah.

Menit-menit menegangkan cukup membuat semua aktifitas terhenti. Dan tahukah anda apakah yang sebenarnya terjadi? Ternyata ibu tersebut memang telah membayar lunas semua baju belanjaannya. Hanya saja kasir lupa untuk tidak melepaskan detektor yang menempel di lengan kemeja tersebut. Kasir dan satpam dengan ringan mengucapkan “mohon maaf ya, bu”, sementara si ibu hanya mengangguk dengan wajah pucat pasi. Tapi tetap saja, pandangan seantero ruangan tidak terlepas dari ibu yang malang itu. Atmosfer pemikiran semua konsumen berputar-putar dengan multi intepretasi. Ada yang mengeluarkan pernyataan iba dan ada juga yang malah menyalahkan si ibu karena tidak teliti.

Percaya atau tidak percaya, siklus komunikasi manusia itu tidak akan pernah sama. Ketika misalnya saya menceritakan ini pada orang lain, saya akan menambahkan sesuatu yang sesuai sudut pandang saya. Begitu pula orang lain, kemungkinan akan ditambah-tambahi. Semoga saja kalaupun ditambahi, itu memilih sudut pandang positif ketimbang negatif.

Terlepas dari apa yang telah terjadi, kasus ini mengingatkan saya tentang Undang-Undang yang membahas Pencemaran Nama Baik. Sudah banyak sekali contoh orang yang terlibat dengan UU kontroversial tersebut. Mengapa saya menyebutkan kontroversial? Karena peraturan ini tidak memiliki batasan tertentu seperti “skala penentuan sebuah pernyataan” yang dikategorikan sebagai pencemaran nama baik. Prita Mulyasari harus berurusan dengan hukum karena “sharing” pengalamannya yang kurang menyenangkan ketika berada di sebuah rumah sakit, melalui fasilitas email yang ditujukan pada rekan-rekannya. Padahal menurut pandangan saya itu adalah sebuah bentuk kritik yang harusnya kalaupun tersebar, pihak RS bisa memanfaatkannya untuk memperbaiki kualitas layanan. Bukankah itulah sebenarnya fungsi “Kotak Saran dan Kritik”..? Kalau sudah begini, saya yakin kalau masyarakat kita kemudian akan takut untuk menyampaikan kritiknya. Word of Mouth rasanya masih menjadi strategi komunikasi, promosi, dan kritik yang efektif sekaligus “menegangkan”.

Kembali ke pembahasan awal tentang si ibu yang malang. Keteledoran kasir yang lupa untuk melepas detektor yang menempel di baju hingga menyebabkan “berteriak”nya pintu detektor, merupakan bentuk pencemaran nama baik pula.

Bagaimana tidak, si ibu sudah membayar barang belanjaannya tapi raungan alarm sukses membuat publik menghakimi dirinya sebagai pencuri. Belum lagi ditambah dengan aksi kedua satpam yang rasanya membuat kaki si ibu setengah abad ini terkulai tidak berdaya. Memang tidak ada kerugian secara material, namun kerugian immaterial sangatlah besar. Tidak cukup hanya sekedar ucapan maaf sederhana.

Malah kalau si ibu ini bukan orang yang memiliki telaga kesabaran yang luar biasa, saya yakin bahwa pihak mall akan bisa dikenai tuntutan Pencemaran Nama Baik. Bagaimana dengan saksi? Banyak sekali saksi yang ada di lantai 2 pusat perbelanjaan ini, belum lagi ditambah rekaman CCTV yang dimiliki manajerial. Semoga si ibu selalu diberikan kesehatan dan kelancaran rezeki, atas kesabarannya yang tidak biasa.

REPUTASI

Kasir yang lupa untuk melepaskan detektor, kurang lebih telah berperan sangat besar untuk menurunkan reputasi mall. Lihat saja dalam beberapa hari-bulan-tahun kedepan ketika saksi hidup kejadian di hari minggu kembali lagi ke tempat itu, ia tidak akan lagi dengan mudah mempercayai kasir. Malah yang lebih parah stigma buruk dan tidak profesional akan senantiasa diingat, walau manajer telah mengganti semua karyawan dengan yang lebih profesional. Mengapa bisa begitu?

Karena itulah yang akan saya lakukan, bahkan walaupun bukan saya yang mengalaminya. Percayalah bahwa pelayanan prima itu menentukan reputasi perusahaan. Apabila anda adalah pemilik perusahaan/warung/kedai/toko/instansi, benar-benar perhatikan bagaimana karyawan menjalani pelayanan publik. Karena kualitas tempat, penampilan karyawan, ramah tidaknya, rapi tidaknya, cerdas tidaknya, dan lain sebagainya itu yang paling menentukan bagaimana tempat kerja anda dinilai. Apabila anda adalah karyawan maka perhatikanlah penampilan, keramahan, kerapian, wawasan, dan hal lainnya karena Anda adalah ujung tombak reputasi sebuah perusahaan/instansi. Jadi tanggung jawab reputasi dan citra perusahaan itu sebenarnya bukan tanggung jawab humas (public relations) saja, tapi tanggung jawab semua elemen perusahaan.

Bila terjadi sebuah kesalahan seperti kasus ibu tersebut, maka minta maaflah dengan baik dan bijak. Kalau perlu, manajer harus langsung turun untuk memberikan ganti rugi. Minimal berilah “ralat” atas apa yang telah publik tuduhkan padanya. Lebih baik, bukan? Selain membuat sang konsumen nyaman dan merasa mendapat perhatian penuh, kualitas pelayanan perusahaan atau instansi-pun ikut naik karena penilaian publik terhadap apa yang sudah kita lakukan.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun