Mohon tunggu...
Dr Kurniasih Mufidayati MSi
Dr Kurniasih Mufidayati MSi Mohon Tunggu... Dosen - Politisi

Anggota Komisi IX DPR RI (Kesehatan, Ketenagakerjaan, Pengawasan Obat dan Makanan) Fraksi PKS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antara Tuntutan Peran dan Kewenangan BPOM

21 November 2019   22:17 Diperbarui: 21 November 2019   22:15 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beredarnya makanan maupun obat-obatan yang mengandung zat berbahaya bagi manusia dalam bentuk zat yang menyebabkan penyakit berbahaya seperti kanker, radang otak atau bahan berbahayat seperti narkotika mengingatkan pentingnya fungsi pengawasan atas peredaran obat dan makanan. 

Apalagi jenis makanan yang ditemukan mengandung bahan berbahaya itu adalah yang ditujukan untuk anak-anak seperti permen dan makanan ringan. Sementara untuk jenis obat, sebagian yang ditemukan mengandung bahan berbahaya adalah jenis obat yang sudah umum dikonsumsi masyarakat, menjadi resep dokter atau bahkan diiklankan secara komersial.

Kerja Berat BPOM

Pada rentang 28 Januari sampai 15 Februari 2018 saja BPOM sudah mengeluarkan 24 keputusan penarikan obat.  Lalu pada Oktober lalu, BPOM juga melakukan penarikan terhadap 67 jenis obat mengandung Ranitidin yang bisa memicu kanker. Padahal jenis obat Ranitidin ini sudah banyak digunakan oleh masyarakat. Belum lagi peredaran vaksin palsu yang juga sudah beredar sejak 2003 ditengah upaya mendorong penggunaan vaksin untuk pencegahan penyakit

Semakin terbukanya impor untuk jenis obat dan makanan yang beredar di masyarakat membuat tugas BPOM menjadi semakin berat. Ini juga berarti nasib ratusan juta penduduk Indonesia yang akan menggunakan beragam jenis obat dan makanan termasuk yang dari luar sangat ditentukan oleh kerja BPOM dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran maupun konsumsi obat dan makanan. 

Kompleksitas permasalahan peredaran obat dan makanan di masa sekarang menjadi semakin tinggi karena datang dari mulai makanan kadaluarsa, berformalin, mengandung narkoba, vaksin palsu, peredaran  produk dan obat melalui penjualan online dan e-commerce

Data dari Laporan ESO 2015-2018, menunjukkan ada peningkatan kepatuhan industri farmasi dalam melakukan pemantauan keamanan obat. Namun masih berkisar di angka 57% industri farmasi yang patuh ketentuan (laporan BPOM 2018). 

Kondisi ini tentu saja masih memprihatinkan mengingat dengan jumlah penduduk yang besar, konsumsi obat dan produk farmasi di Indonesia juga tinggi. Apalagi kualitas kesehatan penduduk Indonesia menurut laporan Global Health Indeks juga masih berada di uritan 101 dari 149 negara. Penyakit akibat gaya hidup tidak sehat juga terus meningkat di Indonesia.

Penguatan Kewenangan Melalui UU Pengawasan Obat dan Makanan

Salah satu upaya penting yang perlu dilakukan untuk lebih memperkuat kapasitas BPOM dalam melakukan pengawasan peredaran obat dan makanan adalah dengan memperkuat kelembagaan BPOM melalui penguatan anggaran dan kewenangan yang didukung oleh payung hukum yang kuat. 

Sayangnya sampai hari ini belum ada Undang-Undang untu mendukung pengawasan Obat dan Makanan yang menjadi payung hukun bagi penguatan fungsi pengawasan atas peredaran obat dan makanan yang lebih kuat. RUU Pengawasan Obat dan Makanan (POM) tidak dapat diselesaikan oleh DPR periode lalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun