Mohon tunggu...
Kliping Sastra Indonesia
Kliping Sastra Indonesia Mohon Tunggu... -

Meski di Dunia Maya, Sastra tetap Nyata!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Matahari Akhir Pebruari

28 Januari 2016   19:07 Diperbarui: 28 Januari 2016   19:13 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RAKIT-RAKIT dan jung termangu di pantai. Arus yang biasanya deras seakan enggan menghanyutkan diri. Di kejauhan, di pelabuhan, tinggal beberapa tiang layar mengacung sepinya sendiri. Kapal-kapal yang menyauh di dermaga, setia menerima angin yang lela. Kehidupan yang biasanya penuh peluh, sekarang seperti ingin bermimpi.

Mimpi?

Lelaki itu menyeruput minuman yang masih tersisa. Penjaga warung itu menawarkan lagi, kalau-kalau ia masih hendak menambah. Tetapi lelaki itu menggelengkan kepala. “Aku hanya ingin menanyakan apakah Mariyah masih suka mampir ke sini.”

“Beberapa kali setelah itu. Setelah kalian berpisah karena engkau berpaling kepada Rosa.”

Wanita penjaga warung menatap lurus ke wajah lelaki itu. Di kejauhan tirai gerimis memutih membuat kota jadi kelabu. Ke arah luasan sungai, gerimis telah berubah menjadi hujan yang menyirami jung-jung dan tongkang yang berlayar dengan lela.

“Memang keparat. Lelaki keparat,” terdengar suara lelaki itu seperti menumpah. “Kawan yang suka menggunting dalam lipatan. Mariyah dan Rosa jadi korban!”

Wanita penjaga warung itu mengemasi beberapa gelas dan piring di atas meja warung. Tangannya yang cekatan menandakan bahwa ia memang orang warungan sejak muda. Lalu terdengar suaranya tertuju kepada lelaki itu. “Kupikir mungkin salahmu sendiri. Terlalu percaya kepada kawan. Adakah orang yang tidak berdosa di muka bumi ini?”

Soalnya bukan salah atau dosa atau suatu kesucian. Tetapi kepercayaan. Manusia harus memulai sesuatu dari saling percaya.

“Itulah masalahnya. Mariyah sakit hati karena engkau mengambil Rosa. Sedang….”

“Sedang Rosa akhirnya dimangsa Rachmat juga!”

“Itu karena Rosa tak yakin engkau akan kembali. Ia telah menanti tiga tahun lamanya. Bahkan sempat menjadi guru di desa….”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun