Penampilan sederhana namun penuh wibawa menjadi kesan pertama saat Mohammad Khafiawan melangkah ke atas panggung Lomba Dai Gema Ramadan 2025. Mengenakan baju putih bersarung, berbalut jas hitam, lengkap dengan kopiah dan sorban, sosoknya langsung memancarkan aura seorang mubaligh sejati.
Suaranya yang lantang, ngebas, serta penuh semangat, membuat para hadirin terpaku sejak kata pertama diucapkan. Suara yang menggelegar itu mempertegas kehadirannya sebagai sosok yang serius mengemban misi dakwah.
Perjalanan Panjang Menuju Panggung Dakwah
Lahir di Blitar, 29 Juli 1988, Khafiawan telah meniti jalan pendidikan agama dengan penuh ketekunan sejak muda. Ia mengabdi sebagai guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sejak tahun 2022 di UPT SDN Salam, Kecamatan Wonodadi, setelah sebelumnya mengajar di MI Al-Azhar Gembongan dan SMPN 2 Ponggok.
Bagi Khafiawan, dakwah bukan sekadar aktivitas sesaat, melainkan bagian dari pengabdian seumur hidup. Nilai itu ia serap dari keteladanan para guru dan kyai yang membimbingnya sepanjang perjalanan belajar.
Persiapan Matang dan Semangat Tak Terbendung
Saat memutuskan mengikuti Lomba Dai Gema Ramadan 2025, Khafiawan membawa tekad besar: mengembangkan bakat berdakwah sekaligus menebar kebaikan lebih luas lagi.
Ia mempersiapkan diri dengan menggali referensi kuat dari Al-Qur'an dan Hadis, lalu merancang kerangka ceramah yang ringkas namun tetap terarah. Tema yang ia pilih, Akhlak kepada Allah SWT, menjadi pilihan strategis, menanggapi keresahan atas kemerosotan moral di tengah masyarakat modern.
Catatan dari Panggung: Antara Semangat dan Kontrol
Dalam penampilannya, Khafiawan menampilkan energi luar biasa. Ia mampu menjalin komunikasi efektif dengan audiens, membangun koneksi emosional, dan menjaga alur ceramah tetap fokus.
Menurut pengamatan penulis, suara Khafiawan sesekali terdengar terlalu lantang, hingga suasana terasa sedikit "terbakar" oleh semangat yang meluap-luap. Hal ini wajar mengingat antusiasme tinggi dan pengalaman pertamanya tampil di lomba sebesar ini. Dengan jam terbang yang lebih banyak di masa depan, saya yakin, ia dapat mengontrol vokal dan mengatur jarak dengan mikrofon untuk menjaga kenyamanan audiens, tanpa mengurangi kekuatan karakter suaranya.
Dukungan Kuat dari Lingkungan Terdekat
Perjalanan Khafiawan tidaklah sendiri. Dukungan moral dari keluarga --- terutama ibunda dan istri tercinta --- menjadi pilar utama semangatnya.
Selain itu, dorongan penuh dari rekan-rekan guru PAI, kepala sekolah, hingga pengawas di Kecamatan Wonodadi semakin memperkuat motivasinya untuk tampil maksimal. Atmosfer semangat ini berpuncak pada hari final, saat ia berhasil tampil penuh percaya diri dan membawa pulang gelar Juara 1.
Kemenangan Bukan Akhir, Melainkan Titik Awal
Bagi Khafiawan, kemenangan ini bukan sekadar trofi atau prestise. Ia memaknainya sebagai ajang silaturahmi, ukhuwah, dan momentum introspeksi diri.
Dengan rendah hati, ia mengakui masih banyak ruang untuk belajar dan memperbaiki diri. Ia bercita-cita untuk terus menyebarkan nilai-nilai dakwah yang menyejukkan, baik di lingkungan sekolah maupun di tengah masyarakat umum.
Inspirasi dari Sang Legenda Dakwah
Dalam perjalanan dakwahnya, Khafiawan banyak terinspirasi oleh sosok legendaris, almarhum K.H. Zainudin MZ --- seorang dai kondang yang dikenal luas karena kepiawaian bahasa, kedalaman materi, dan kepribadian yang bersahaja.
Khafiawan berharap, kelak ia dapat turut menghadirkan pembaruan dalam dunia dakwah: menggabungkan kekuatan retorika, kedalaman isi, serta kesederhanaan sikap.
Pesan Penutup: Seruan untuk Memperkuat Akhlak
Di akhir wawancara, Mohammad Khafiawan menitipkan pesan sederhana namun dalam:
"Mari kita kuatkan iman dan taqwa dengan istiqamah berakhlakul karimah, demi meraih kebahagiaan dunia dan akhirat."
Sebuah pesan yang mencerminkan karakter aslinya: tulus, penuh semangat, dan siap menapaki jalan panjang dakwah dengan keteguhan hati. Semoga bermanfaat.