Mohon tunggu...
Healthy

Awam Pun Perlu Berperan Menyelamatkan Henti Jantung

6 September 2017   17:44 Diperbarui: 6 September 2017   17:51 2123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Penyakit pada jantung menduduki peringkat pertama yang paling banyak terjadi di dunia. Pada orang dewasa, penyakit jantung koroner (PJK) dan gagal jantung merupakan penyakit jantung yang paling banyak ditemui. Di Indonesia, PJK merupakan penyakit jantung yang paling sering terjadi dan menjadi penyebab 26,4% kematian. PJK inilah yang dapat menyebabkan kejadian henti jantung pada kebanyakan orang. Henti jantung atau cardiac arrestmerupakan hilangnya kemampuan jantung untuk memompa darah secara mendadak sehingga menyebabkan suplai darah yang membawa oksigen ke otak dan jantung menjadi terhenti dan menganggu fungsi kedua organ ini.

Perlu digarisbawahi bahwa henti jantung ini bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dan pada siapa saja tanpa diduga. 

Kebanyakan kasus henti jantung terjadi di luar rumah sakit (Out of Hospital Cardiac Arrest). Hal ini tidak memungkinkan untuk tenaga kesehatan terlatih memberikan penanganan pada korban. Padahal kasus henti jantung ini bisa berujung pada kematian apabila tidak dilakukan tindakan segera. Berdasarkan data dari American Heart Association (AHA) tahun 2002 dikatakan bahwa setiap dua menit terdapat satu orang meninggal karena henti jantung.  Faktanya jantung yang berhenti berdetak ini ternyata bisa diupayakan untuk dikembalikkan fungsinya yang terganggu dengan cepat asal ada sumber daya manusia yang mampu melakukannya. Upaya yang dapat dilakukan dikenal dengan Basic Life Support(BLS) atau bantuan hidup dasar. 

Bantuan hidup dasar merupakan dasar untuk menyelamatkan nyawa apabila terjadi henti jantung. Berdasarkan American Heart Association (AHA), terdapat 5 tahap yang dapat dilakukan untuk mengupayakan pengembalian fungsi pada kasus henti jantung. Tahap-tahap ini dikenal dengan istilah Chain of Survival.Semua orang termasuk awam dapat berperan dalam pelaksanaan 3 tahap pertama dari rangkaian ini yang meliputi kenali secara langsung sudden cardiac arrestbeserta dengan tanda-tandanya dan aktivasi sistem pelayanan gawat darurat terpadu (SPGDT), melakukan resusitasi jantung paru, dan defibrilasi dengan automated electronic defibrillator (AED). Tujuan dari pelaksanaan tahap-tahap ini adalah untuk mengembalikkan keadaan henti napas dan henti jantung ke fungsi normal.

Di Indonesia, melakukan bantuan hidup dasar ini belum menjadi sorotan penting untuk bisa dilaksanakan atau paling tidak diketahui oleh semua orang termasuk awam. Padahal apabila awam memiliki keterampilan dan kepercayaan diri untuk memanggil bantuan medis dan melakukan tindakan resusitasi lebih cepat hingga pihak medis datang, jumlah kasus kematian akibat henti jantung dapat menurun. Kebanyakan penyebab kasus kematian henti jantung disebabkan karena korban terlambat mendapatkan pertolongan pertama. Menurut American Heart Association2015, diperkirakan korban henti jantung dapat terselamatkan sebesar 40,1% setelah dilakukan RJP oleh bystander(pengamat atau masyarakat awam). Selain kurangnya pengetahuan dan keterampilan melakukan teknik RJP, seringkali masyarakat awam juga enggan mengambil risiko jika dihadapkan dengan kejadian yang berhubungan dengan nyawa karena mereka takut jika melakukan sesuatu kesalahan dan kemudian dituntut karena tindakannya.

Pada perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebenarnya sudah ada pasal yang bisa dijadikan dasar hukum melakukan pertolongan pertama pada orang yang sedang dalam keadaan bahaya. Pada pasal 531 KUH Pidana menyatakan: "Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalu lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan mengkhawatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-".  Pasal ini sebenarnya bisa dijadikan landasan untuk melakukan resusitasi pada kasus henti jantung karena kondisi ini dapat tergolong bahaya apabila tidak diberikan pertolongan segera. Akan tetapi, Indonesia belum menyusun dan mengkaji dengan baik hukum yang mengatur tentang peran awam dalam melakukan pertolongan pertama yang telah diberlakukan di negara maju.

Tindakan bantuan hidup dasar perlu untuk diketahui oleh masyarakat umum mengingat kejadian henti jantung bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dan pada siapa saja. Masyarakat adalah orang pertama yang akan terpapar jika bertemu dengan orang yang mengalami henti jantung di luar rumah sakit. Tidak hanya tenaga medis saja, semua orang bisa menjadi superherountuk menyelamatkan satu nyawa asal disertai bekal yang memadai. 

Seperti di negara-negara maju, semua warga negara diwajibkan memiliki pengetahuan tentang bantuan hidup dasar agar dapat memberikan pertolongan pertama kepada diri sendiri ataupun orang lain dalam keadaan darurat. Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan pentingnya pembelajaran bantuan hidup dasar untuk diketahui oleh masyarakat umum. Pemerintah bisa mengambil kebijakan dengan melakukan sosialisasi mengenai peran masyarakat dan resusitasi dalam kasus henti jantung. Kemudian pemerintah juga bisa mulai memperkenalkan bantuan hidup dasar ini dengan pengadaan pelatihan di komunitas, organisasi masyarakat, perusahaan dan tempat-tempat kerja di Indonesia. 

Selain itu pemerintah juga bisa bekerjasama dengan pihak pendidikan untuk mewajibkan sekolah dengan siswa usia produktif, semisal tingkat SMA, untuk turut serta mengajarkan bantuan hidup dasar ini pada anak didiknya. Pemerintah juga perlu mengkaji kembali hukum yang berlaku di Indonesia untuk digunakan sebagai landasan pertolongan pertama. Hukum ini yang akan mengatur tentang pertolongan pertama baik dari sisi penolong maupun yang ditolong agar kedua belah pihak sama-sama terlindungi oleh hukum dan terpenuhi hak serta kewajibannya,

Dengan adanya pemberlakuan kebijakan ini, diharapkan kompetensi bantuan hidup dasar di masyarakat Indonesia akan sama rata dan jelas. Selain itu, juga dapat meningkatkan jumlah bystandertanggap yang tersebar di lingkungan masing-masing. Dengan begitu, harapannya angka kematian di Indonesia akibat henti jantung mendadak dapat menurun dan meningkatkan status kesehatan di Indonesia.

Referensi:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun