Mohon tunggu...
Nur Hasanah
Nur Hasanah Mohon Tunggu... Guru - Evalutor

Evaluator - Educator - Entepreneur - Writer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masih Adakah Protein dalam Ikan? Saya Rasa Tidak!

7 Februari 2019   10:20 Diperbarui: 7 Februari 2019   10:30 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun 2018, beredar informasi keberadaan paus sepanjang 9,6 meter mati di perairan Wakatobi. Hal ini diindikasikan bahwa paus tersebut telah mengkonsumsi sampah plastic dengan berat kurang lebih 6 kilogram (kg). Dugaan itu masuk akal sebab sifat molekul plastic tidak bisa diolah pencernaan. Berbeda dengan tulang ikan, meskipun keras, tetap bisa dicerna dan diurai.

Sadar atau tidak sadar, laut tidak hanya dinaungi oleh paus saja, melainkan hewan-hewan  air lainnya yang memiliki kandungan protein terbesar hewani. Patut diduga bahwa yang kita makan selama ini  adalah plastic sejatinya dibalut ikan alias oplosan antara kandungan baik dengan plastic.

Mengapa demikian?

Proses pembuangan sampah tersebar massif mulai dari situ, sungai, danau hingga bermuara ke laut. Ini yang membahayakan! Tidak hanya ikan-ikan merasakan kesakitan memakan plastic, namun manusia menjadi dampak akhir dari perilakunya.

Jumlah sampah yang dihasilkan dari tahun ke tahun semakin banyak. Menurut Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastic di Indonesia mencapai 64 juta ton pertahun dan 3,2juta ton adalah sampah plastic yang dibuang ke laut.

Ambil saja contoh, kota Jakarta yang memiliki populasi kota terpadat ke-4 di dunia dengan jumlah 11 juta jiwa. Bisa dibayangkan tiap hari, ikan sebagai lauk utama tersedia dimeja makan. Ini baru di Jakarta, bagaiamana dengan masyarakat Indonesia yang gemar makan ikan??? Ikan dibakar, digoreng, dipepes, atau digulai. Menu sehat jadi kualat karena ulah sendiri.  

Apa yang harus diperhatikan?

Selain pemerintah wajib mendorong larangan penggunaan plastic sekali pakai yang merujuk pada pasal 15 UU no. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Masyarakat (kita) juga harus rela sadar untuk kurangi penggunaan barang berbahan plastic sekali pakai. Ya intinya sediakan tumbler dan tempat makan sendiri. Simple!

Karena kesehatan bukan hak dan kewajiban pemerintah saja, tetapi atas dasar kepedulian kita bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun