Penghentian liga dalam jangka waktu tertentu dan hukuman denda bagi klub, terbukti tidak efektif untuk mencegah brutalitas suporter Tanah Air. Sehingga, diperlukan pendekatan lain yang lebih mengikat dan berdampak langsung pada individu perusuh.
Pendekatan ini dapat dilakukan dengan menerapkan sanksi larangan masuk ke stadion bagi suporter yang telah terbukti terlibat huru-hara. Jika perlu, berlakukan sanksi larangan masuk ke stadion seumur hidup, seperti yang diterapkan di Eropa.
Selain itu, kericuhan juga sering terjadi akibat nyanyian atau chant-chant yang mengandung makian pada pihak lawan juga harus dilarang. Sebab, hal itu akan memperbesar kebencian dan kemarahan antarkelompok suporter. Polarisasi akan lebih mudah terbakar dalam situasi yang dipenuhi dengan tekanan dan kepanikan seperti yang terjadi di Kanjuruhan.
Jika regulasi itu belum cukup meredam amuk suporter, mereka juga bisa dijerat dengan pasal pidana penganiayaan, pengrusakan fasilitas, dan pasal-pasal lain sesuai dengan bobot pelanggaran yang dilakukan.
Pemberian sanksi berat kepada suporter yang terlibat bertujuan untuk memberi efek jera dan mengajarkan pendewasaan supaya atmosfer di dalam stadion tetap aman, nyaman, dan kondusif.
Selain memperketat regulasi, Program Pelatihan Suporter yang diterapkan oleh klub asal Belgia, Standard Liege, pada akhir 1980-an ini layak diadopsi PSSI. Idenya adalah untuk mencegah potensi kekerasan dengan meredam gejalanya sedini mungkin.
Dalam program ini, suporter diajarkan nilai-nilai toleransi dan sportivitas kala menghadiri laga sepak bola di stadion. Para pemain bintang, pelatih, kelompok suporter, hingga mantan perusuh akan mengambil peran sebagai penyuluh.
Mereka bertugas membangun semangat cinta damai dan mengingatkan suporter bahwa kekerasan yang dilakukan dapat berakibat fatal hingga berujung dengan catatan kriminal, yang dapat membuat masa depan mereka suram.
Program yang lantas ditiru oleh banyak negara ini sebelumnya pernah meraih penghargaan UEFA-backed European Football Supporters Award pada tahun 2011 silam, atas upaya tidak kenal lelah mereka dalam melawan kekerasan di dunia olahraga si kulit bundar.
Biar bagaimanapun, aksi menerobos ke lapangan termasuk perbuatan terlarang, baik menurut aturan FIFA maupun PSSI. Ada banyak cara yang bisa dipilih untuk menyampaikan kritik serta protes pada klub yang dicintai. Menerobos ke dalam lapangan seharusnya tak dipilih sebagai opsi sama sekali karena nyawa manusia lah yang akan menjadi taruhannya.
Catatan
Banyak sekali pelanggaran prosedural yang terkuak dari insiden tewasnya 174 jiwa di Stadion Kanjuruhan itu. Selain ketiga poin di atas, panpel Arema juga diduga menjual tiket melebihi kapasitas yang ditentukan. Yang semula hanya diizinkan menjual 38 ribu tiket, mereka menjual hingga 45 ribu tiket.