Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepak Bola, Tragedi, dan Darah

3 Oktober 2022   13:18 Diperbarui: 3 Oktober 2022   13:22 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 174 orang, usai laga Arema vs Persebaya, 1 Oktober 20222. | Diolah dari AP Photo/Dicky Bisinglasi

Seluruh insan sepak bola mulai dari PSSI, Panitia Penyelanggara (Panpel), PT Liga Indonesia Baru (LIB), aparat keamanan, hingga kelompok suporter bertanggung jawab atas insiden yang terjadi di markas Singo Edan tersebut.

Sedikitnya ada tiga poin mendasar yang harus segera disikapi secara serius oleh pemangku kebijakan agar tragedi serupa tidak terulang pada masa depan.

1. Larang Gas Air Mata

Bukan pertama kalinya aparat keamanan menggunakan gas air mata di jagat sepak bola Indonesia. Tembakan gas yang lazim digunakan polisi dalam mengendalikan massa ini disebut-sebut menjadi dalang di balik Tragedi Kanjuruhan.

Padahal, sesuai dengan peraturan yang tertulis dalam "FIFA Stadium Safety and Security Regulation", gas air mata jelas-jelas amat diharamkan untuk dibawa ke stadion. Larangan itu tertulis di dalam pasal 19 soal petugas keamanan pinggir lapangan (pitchside stewards).

Dalam pasal tersebut, aparat keamanan secara tegas dilarang menggunakan gas air mata atau gas pengendali massa lain. Namun, fakta yang terjadi di lapangan berbeda dengan regulasi dari FIFA yang mestinya wajib dipatuhi oleh petugas.

Aparat mengklaim, penggunaan gas air mata dipilih lantaran tindakan suporter yang turun ke lapangan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial. Di sisi lain, justru gas air mata itu pula lah yang menjadi penyebab utama jatuhnya ratusan korban jiwa.

Dilansir dari laman Healthline, gas air mata bisa mengabakibatkan terjadinya iritasi dalam sistem pernapasan, mata, dan kulit. Tingkat keparahan gejalanya bergantung pada intensitas gas yang ditembakkan serta jarak paparannya.

Sebagian orang bisa sembuh dari gas air mata tanpa adanya komplikasi. Namun, orang yang terpapar dengan porsi besar atau yang sudah memiliki kondisi medis tertentu, dapat mengalami gejala parah, taruhlah gagal napas, kebutaan, bahkan hingga berujung kematian.

Efeknya akan semakin buruk jika gas air mata milik polisi ditembakkan di tengah-tengah kerumunan puluhan ribu orang yang sedang panik, berdesak-desakan. Kematian lah yang menjadi konsekuensi berat yang harus ditanggung suporter.

Oleh sebab itu, penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian di lapangan hijau, harus segera dihentikan untuk mencegah jatuhnya lebih banyak korban jiwa.

2. Hindari Kick-Off Larut Malam

Dalam artikel penulis yang bertajuk "3 Alasan Menolak Kick-Off Larut Malam", keamanan para suporter idealnya harus diprioritaskan di atas kepentingan lain dalam menggelar pertandingan. Sebab, nyawa manusia lah yang akan menjadi taruhannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun