Sebagai tenaga pendidik dalam institusi pendidikan, mengajar seharusnya tetap menjadi prioritas utama mereka. Dengan begitu, akademisi tak sampai kehilangan daya kritisnya terhadap segala fenomena politik di Tanah Air.
Catatan
Pada dasarnya, larangan pemanfaatan fasilitas tertentu pada kampanye politik bertujuan guna menjaga netralitas unsur pemerintah, entitas pendidikan, serta tempat ibadah. Aturan itu dirumuskan untuk meredam potensi politik identitas serta politisasi isu SARA di lingkungan-lingkungan tersebut.
Idealnya, perguruan tinggi harus tetap menjadi ekosistem yang merdeka (steril) dari intervensi kepentingan politik apa pun, sebagaimana yang selama ini dijaga oleh sivitas akademika.
Namun, andai tetap dipaksakan, politisi tak boleh hanya mengobral janji omong kosong jika dizinkan untuk mengadakan kampanye politik di lingkungan kampus. Mereka juga harus mampu menawarkan ide dan gagasan agar marwah akademik perguruan tinggi tetap terjaga.
Pemberian akses kampanye di kampus juga harus dibarengi dengan berbagai langkah preventif dan aturan yang ketat. Pihak internal perguruan tinggi harus memastikan netralitasnya, apalagi saat kandidat pemilu memiliki afiliasi dengan yayasan kampus tersebut.
Terlepas wacana politisasi ruang-ruang akademik itu terjadi atau tidak, idealnya sivitas akademika, terutama mahasiswa, harus melek politik guna mengasah daya pikir kritisnya dalam menyikapi segala persoalan yang dihadapi bangsa. Meski begitu, keterlibatan mereka dalam dunia politik praktis bukan sebuah keharusan.