Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Insting Pembunuh di Otak Sambo

15 Agustus 2022   12:37 Diperbarui: 15 Agustus 2022   12:42 1341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kadiv Propam Polri (non-aktif) Irjen Pol Ferdy Sambo menjadi tersangka pembunuhan Brigadir Yosua. | Humas.Polri.go.id

Kendati tidak semua manusia memiliki keinginan untuk membunuh, neurolog Jonathan Pincus dalam karyanya "Base Instincts: What Makes Killers Kill?" juga turut memaparkan hal senada. Manusia akan cenderung membunuh sesamanya sebagai mekanisme pertahanan diri atau menyelamatkan nyawanya sendiri.

Selain dipengaruhi oleh sisi psikologis, insting pembunuh dalam diri manusia juga dipengaruhi faktor genetika. Gen Pejuang (Warrior Gene) adalah gen yang ditengarai bisa menjadikan sifat dasar pemiliknya menjadi agresif dan kasar.

Jika berkaca pada realitas itu, apa yang dilakukan Sambo tidaklah mengejutkan, karena manusia pada dasarnya memiliki keinginan untuk membunuh sesamanya. Namun, hanya sebagian kecil orang saja yang mempunyai kehendak membunuh dan melakukan pembunuhan.

Sebagai Kadiv Propam, polisinya polisi, dengan akses senjata dan pengaruh kuat yang dimiliki, Sambo tampak jauh lebih superior dibandingkan Yosua. Segala hal yang diketahui dan dilakukan oleh Yosua akan menjadi ancaman bagi Sambo jika tidak sesuai dengan keinginannya. 

Sehingga, agar tidak mengancam posisi Sambo yang lebih superior, Yosua lantas 'dihabisi' melalui kronologi yang punuh dengan rekayasa. Fakta itu menandakan bahwa sejumlah teori serta hasil studi di atas, telah terbukti kebenarannya.

Apabila ditilik dari segi motif, kepolisian mencatat, mayoritas kasus pembunuhan dilakukan akibat faktor sosio-emosional seperti sakit hati, masalah personal, rasa tersinggung, dan adanya dendam. Selain itu, mayoritas kasus pembunuhan terjadi antara korban dengan pelaku yang sudah saling mengenal, dengan prosentase 80 persen dari total kejadian. Pembunuhan terhadap Yosua termasuk di dalamnya.

Dalam kasus yang menyeret nama bekas Kadiv Propam Polri ini, selain merupakan insting dasar manusia, Sambo mengaku, dirinya marah karena Yosua dinilai telah melukai martabat keluarganya (istrinya). Terlepas klaim itu sesuai fakta atau tidak, ada pemicu faktor sosio-emosional yang teramat kuat yang membuat Sambo tega mengakhiri hidup Brigadir J.

Akibat ketidakstabilan emosi dan konflik psikologis yang dialaminya ketika itu, ia kehilangan kontrol atas dirinya sehingga melakukan tindak pembunuhan terhadap Yosua dengan merekayasa kronologi dan bukti, serta meminjam tangan ajudannya.

Sebagai anggota Polri, Sambo memang memiliki kewenangan tembak di tempat untuk menangkap pelaku kriminal yang melakukan perlawanan, melarikan diri, atau berisiko membahayakan orang lain. Sayangnya, Brigadir Yosua bukan pelaku tindak kriminal. Namun, dia diduga kuat mengetahui banyak informasi yang bisa membahayakan citra dan posisi Sambo.

Apa pun motifnya, Pembunuhan adalah tindakan kejam yang sangat berlawanan dengan kemanusiaan dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat, serta tak bisa diterima dengan alasan apa pun.

Tidak Ada Kejahatan Sempurna

Pelaku kejahatan mempunyai dua misi. Pertama, bagaimana dia menyelesaikan perbuatannya. Kedua, bagaimana dia melarikan diri (lepas dari jerat hukum). Sambo berhasil melakukan misi yang pertama, tetapi gagal dalam misi kedua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun