Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tabir Sumir Antara Membela Diri dan Main Hakim Sendiri

5 Desember 2021   12:24 Diperbarui: 5 Desember 2021   12:44 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hukum di Indonesia. | unsplash.com/ @tingeyinjurylawfirm

Ketika itu, Mbah Minto dihadapkan pada kondisi yang sangat sulit. Dalam situasi yang mengancam jiwanya, pria bernama asli Kasmito itu melakukan perlawanan dengan membacok si pencuri. Jika tidak melawan, bisa-bisa justru nyawanya lah yang bakal melayang. Apalagi, menurut klaim Mbah Minto, dia sempat disetrum. Bisa jadi ia tak punya niat jahat sebelum dirinya disetrum oleh sang pencuri.

Fenomena membela diri, yang dianggap sebagai main hakim sendiri, sebelumnya sudah sering terjadi di beberapa wilayah di Tanah Air. Seturut dengan nasib Mbah Minto, alih-alih dibebaskan dari segala tuntutan, mereka justru divonis penjara.

Pada Oktober 2020, misalnya, dua orang satpam di Kota Padang dihukum penjara akibat membela diri dari serangan orang asing yang masuk ke dalam tempat yang harus mereka sterilkan. Padahal, mereka sudah menegur sang korban agar keluar dari sana lantaran bukan tempat umum.

Si korban yang kala itu terpergok sedang memasuki mess perusahaan, menyerang keduanya dengan pisau serta golok yang dia bawa. Tak ingin nyawanya melayang sia-sia, keduanya melakukan pembelaan diri yang menyebabkan korban tewas.

Adapun pada Januari 2020, sosok pelajar berusia 17 tahun di Malang telah didakwa dengan pasal pembunuhan berencana. Ia dengan amat terpaksa menikam seorang begal yang hendak memerkosa pacarnya. Untungnya, pelaku masih dibawah umur sehingga hanya dikenakan rehabilitasi.

Nasib serupa juga dialami oleh seorang remaja putri asal NTT berusia 15 tahun, menjadi tersangka usai membunuh pria yang akan memperkosanya–yang tidak lain adalah adalah kerabatnya sendiri.

Ia akan diperkosa ketika sedang mencari kayu di hutan Desa Oni, NTT, (11/2/2021). Karena masih di bawah umur, tersangka hanya dititipkan di lembaga rehabilitasi sosial anak, alih-alih digiring ke penjara.

Adapun takdir yang sama sekali berbeda dialami oleh remaja berusia 19 tahun, M. Irfan Bahri. Dia diketahui membacok dua orang pelaku begal yang akan merampas gawainya di Bekasi pada tahun 2018 lalu. Perlawanan dari remaja asal Madura itu menyebabkan keduanya tewas seketika.

Alih-alih divonis bersalah seperti pelaku lain, polisi menilai bahwa tindakan Irfan adalah bela paksa, sehingga ia bebas dari segala jeratan pidana. Aksinya itu bahkan sempat membuat banyak pihak tergugah untuk memberikan penghargaan.

Sejumlah fenomena tersebut tentu amat absurd bagi orang awam. Mengapa pihak yang idealnya merupakan korban, malah divonis bersalah karena telah melakukan pembelaan diri tatkala mereka terancam? Lantas, pembelaan diri macam apa yang diperbolehkan oleh hukum di Indonesia?

Jika mengutip dari laman Hukum Online, memang ada beleid yang membolehkan aksi pembelaan diri pada situasi tertentu. Pasal 49 ayat (1) KUHP mengatur terkait tindakan pembelaan darurat (noodweer) untuk diri sendiri serta untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, lantaran ada serangan atau ancaman yang amat dekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun