Mereka acap berlindung di balik tameng "oknum" guna menyelesaikan berbagai persoalan, yang sebetulnya dapat terjadi lantaran sistemnya memungkinkan atas munculnya aksi penyimpangan tersebut.
Penggunaan kata itu akan mengaburkan fakta bahwa ada yang tidak beres dengan sistem yang selama ini mereka terapkan. Sehingga, tiap kali ada anggotanya yang bermasalah, penindakan hanya berhenti pada individu, tidak mampu menyentuh akar permasalahannya.
Alangkah baiknya setiap institusi mulai detik ini (secara jantan) memakai istilah "anggota" untuk menggantikan oknum bagi individu yang telah terbukti terlibat dalam suatu perkara hukum.
Dengan demikian, apabila mereka tidak mau tercoreng citranya, harus ada upaya perbaikan konkret guna mengembalikan kepercayaan masyarakat. Agaknya, tidak ada jalan pintas lain yang lebih baik lagi.
Demikian pula dengan awak media yang seharusnya lebih kritis dalam menyikapi pernyataan yang dibuat oleh perwakilan instansi. Sebab, semua yang dimuat oleh media akan menjadi konsumsi publik.
Namun sayangnya, jerat pasal karet UU ITE acap kali menghantui setiap produk media yang dianggap mengusik pihak-pihak yang terlibat konflik kepentingan. Hal itu dapat memggiring penghapusan kata oknum untuk menemui jalan terjal.
Sampai kapan oknum dijadikan sebagai kambing hitam dan menanggung dosa pihak-pihak yang ingin lepas tangan?